Part 14 A Book and A Plan

21 5 5
                                    

Aku memegang sebuah buku di tanganku. Buku dengan sampul berwarna hijau cerah.

Aku membaca judul buku tersebut.

The Perks of Being a Wallflower by Stephen Chbosky.

"Thank you, Allegra." ucapku.

Allegra Danish menjawab, "Sama-sama. Kuharap kau menyukai buku itu."

"Kau tahu bahwa aku tidak terlalu banyak membaca. Aku tidak tahu apakah aku bisa menyelesaikan buku ini atau tidak."

"Well, aku menyuruhmu untuk menyelesaikannya." ucapnya sambil memutar bola mata.

"Tapi mengapa buku ini?" tanyaku penasaran.

Banyak sekali buku yang bisa dia berikan padaku. Aku ingat dia pernah menyebutkan macam-macam buku seperti, And then there were none, 4.50 from Paddington, The ABC murders, The Cuckoo's Calling

Yeah, buku-buku seperti itu.

Allegra Danish mengangkat bahu, "Baca saja. Kau nanti tahu mengapa aku memberikan buku itu padamu."

Aku hanya menggumamkan jawabanku.

Taman tempat kami berada masih tetap ramai, berdengung dengan kehidupan. Jadi tidak ada yang memperhatikan kami dua kali.

Aku bersyukur tidak ada yang melihatku gemetar karena panik saat menceritakan kisahku pada Allegra Danish.

Aku tidak suka menjadi pusat perhatian.

Aku menoleh saat mendengar Allegra Danish bergerak di sebelahku. Dia melihat jam tangan dan mengambil tasnya. Kemudian dia berputar menghadapku.

"Aku harus pulang."

"Yeah, baiklah. Terima kasih sudah mau datang dan mendengarkanku."

Allegra Danish tersenyum, aku bertanya-tanya apakah dia tidak bosan tersenyum padaku, "Tidak masalah. I'll see you tomorrow, I guess?"

Besok adalah pertemuan kelima group therapy itu.

Apakah aku masih harus mendatanginya?

"I don't think so." jawabku, "Aku tidak akan datang ke pertemuan itu."

Dari bahasa tubuhnya, aku tahu aku sudah mengempeskan balon harapan Allegra Danish, "Oh. Baiklah."

"Aku sudah tidak membutuhkan group therapy itu."

"Hmm, yeah." Senyumnya kemudian menghilang, "One question, though. Will I see you again?"

ALLEGRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang