Part 9 The Doubt

36 7 5
                                    

Aku berbaring di kasur, menatap langit-langit kamarku, dan berdebat dengan diriku sendiri.

Stay, ucap sisi lain diriku, like Allegra said life is worth living.

Leave, this isn't your place, debat sisi lainnya, you're belong with Hayley in hell.

Oh, diamlah. Kau membuatku pusing, pikirku.

Yeah, aku di ambang batas antara gila dan tidak.

Aku berbicara dengan diriku sendiri.

Apa yang dikatakan Allegra beberapa hari lalu masih membekas pada ingatanku, membuatku menjadi ragu-ragu apakah aku benar-benar ingin pergi dari dunia ini atau tinggal dan melanjutkan hidup.

I don't bloody know.

Aku masih mendaftar pro dan kontra dari masing-masing pilihan yang kupunya dalam pikiranku ketika terdengar ketukan di pintu.

"Logan, kau di dalam?"

Mum.

"Yeah, Mum." jawabku.

Pintu kamarku terbuka, Mum berdiri di sana, tersenyum padaku, "Hey, apa aku mengganggumu?"

Aku bangun dari posisiku dan menggeleng.

"Boleh aku masuk?" tanyanya.

"Masuklah."

Mum masuk dan menutup pintu. Setelah itu dia menarik kursi dari meja belajarku dan duduk di dekat tempat tidur.

Ini bukan hal yang tidak biasa. Mum memang sering randomly masuk ke kamarku hanya untuk membicarakan sesuatu, entah itu hal yang penting atau sepele, sejak aku masih kecil.
Dulu aku sering memprotesnya. Yeah, kau tahu, protes semacam, Mum I'm a big boy why are you in my room? What do you want, Mum? I'm doing my homework.

Mum akan tertawa dan mengacak rambutku, sama sekali tidak peduli dengan protesku padanya.

Tapi sekarang, aku bersyukur dia mau ke kamarku untuk membicarakan sesuatu.

ALLEGRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang