52th Fl.

15.7K 61 0
                                    

Kalian sudah tahu semua, lantai 52 adalah lantai tertinggi serta dihuni hanya 1 orang. Just one person. Probably he was love a quite place to work and finish his daily job.

But, i am wrong.
Chrisstof bukanlah seorang BM staff, dia adalah salah seorang pemilik gedung, sekaligus pemilik dari perusahaan Building Management yang memang di hire untuk mengelola gedung ini. Apakah dia pengangguran? Yes he does. Karena buktinya kemarin dia sudah membuatku menjadi seorang buronan di kantor karena tidak masuk sehari setelah percintaan panas kami di lantai 52.

Pria dan kuasanya, aku harus apa?

Peluhku masih menetes saat aku sedang disidang oleh seniorku karena absen tanpa pemberitahuan dini. Well, sekretariat perusahaan tidak sama dengan sebuah divisi yang berisikan sekretaris. Kami bekerja mengatur regulasi dan keperluan perusahaan di bidang administrasi dan standar paper work sebagai bagian dari rekam jejak perusahaan terhadap tiap-tiap kegiatan sisi eksternal dan internal. Meskipun mayoritas kami selalu menyuplai keperluan dengan pihak eksternal.

And today, aku tidak berada di kantor karena harus berkoordinasi dengan calon anggota perusahaan yang ikut serta dalam holding company meeting dua hari silam, tepatnya di sebuah restoran sambil menikmati makan siang.

"Selamat siang. Ku harap belum terlambat."
"Belum. Anda bahkan lebih awal 15 menit daripada yang seharusnya. Perkenalkan nama saya Aline. Anda?"
"Saya Geidy."

Perbincangan kami terus bergulir karena memang pada dasarnya Geidy ini termasuk cakap dan easy going untuk bekerja dengan orang baru. Typikal staff marketing, really undeniable.
"Maaf. Tapi apakah Anda mengenal seseorang disini?"
"Not really. Why?"
"Karena sedari tadi pria itu melihatmu."
"Pria mana?"
"Arah jam 12 saya." Secara otomatis aku menoleh ke arah kiri, karena Geidy memang ada di sisi kananku.

Holy s*it.

"Abaikan dia."
"Anda yakin?"
"Yeah. Kita disini sedang berbisnis bukan?" Aku merasakan bahwa ponselku beberapa kali bergetar di balik saku celana panjang ku. Oh ya, apakah aku pernah bilang bahwa Chrisstof melarangku menggunakan rok pensil atau sejenisnya? Yep, dia meminta aku menggunakan celana panjang saja, agar lebih tertutup. Mungkin diantara semua pria di kantorku, hanya dia saja yang pikirannya mesum dan kotor.

Kami akhirnya menuntaskan pembicaraan hingga pukul 2 siang. Cukup banyak rupanya yang harua kupersiapkan dan segera kubuatkan laporannya sebelum komisaris datang lusa. Di Sekretariat perusahaan, aku didapuk untuk mengurus segala urusan yang berkaitan dengan komisaris perusahaan. Berhubung komisaris tidak setiap hari berada di kantor, maka biasanya kami berkomunikasi via pesan ataupun telepon. Sebetulnya aku hanya menghubungi beliau melalui asisten pribadinya, yang bisa kukenal dengan nama Dion.
--

"Apakah semua lancar?"
"Well, bisa dibilang seperti itu, tapi ada beberapa paper work yang harus disiapkan. Mengingat kemarin seharusnya ada dokumen yang ditandatangani bersama. Segera akan saya buatkan dan kirimkan ke Direktur Operasional untuk dibahas lebih lanjut."
"Kapan targetnya?"
"Lusa."
"Malam ini kita harus lembur. Karena DO sedang tidak ada di kantor. Jadi kirimkan saja langsung ke emailnya, agar segera kita mendapatkan feedback."
"Saya akan menelepon sopirnya, menanyakan kapan beliau akan kembali."
"Besok. Karena dia sedang di luar kota."
"Terima kasih untuk infonya."

Kami pun bekerja masing-masing. Aku sudah tidak peduli dengan ponselku yang bergetar tidak jelas. Karena aku tahu, bahwa ponsel hanya untuk urusan pribadi saja. Malam sepertinya datang lebih awal atau aku memang sedang banyak pekerjaan? I dont know. Aku hanya ingin cepat selesai dan pulang ke rumah, kembali ke kasurku dan memeluk boneka beruangku.

Pintu ruangan ku diketuk dari luar, aneh memang karena jarang sekali ada yang meminta data pada jam malam, kecuali mereka dari pihak purchasing yang pastinya akan menelepon terlebih dahulu. Aku sudah berdiri di depan pintu, tapi ketukan itu hilang, lalu pintu pun terbuka dari luar.
"Kenapa lama sekali?"
"Bagaimana kau bisa membuka pintu ini?"
"VIP Access, ingat?"
"Jadi ada apa malam-malam begini?"
"Jadi kau lebih suka saat siang hari?"
"Tunggu. Apa maksudmu?"
"Aku ingin menghukum mu karena sudah bermain mata dengan seorang pria."
"Well kami tidak main mata, kami hanya bekerja."
"Apakah terkekeh dan cekikikan bagian dari pekerjaan?"

Aku tidak melihat sejak kapan dia di dalam dan menutup pintu ruanganku dengan kunci ganda. Aku benci saat seperti ini terpojokkan olehnya di ruanganku sendiri.
"Sepertinya aku harus memindahkan kantormu di lantai 52, agar kau tidak nakal lagi."
"Aku? Nakal? Kata darimana itu?"
"Ya kau sangat nakal dan pembangkang. Seharian kau tidak menjawab telepon atau sekedar membalas pesanku."
"Oh jadi semu gangguan itu dari kamu?"
"Ok. Akan ku perlihatkan arti dari kata gangguan sebenarnya."

Ruangan kantor sekretariat perusahaan cukup luas, 81 meter persegi dan dihuni oleh 5 orang saja.  Terdapat sebuah sofa besar di dua titik ruangan untuk sekedar relaksasi. Kesanalah dia membawaku. Aku, sudah tidak bisa menolak sentuhannya meskipun aku ingin. Kedua tangannya seperti mengantarkan mantra untuk tubuhku. We making out for several times, and you know what it means.

"Kau sudah basah untukku."
"Jauhkan tanganmu."
"Coba saja, jika kau bisa." Dia justru menangkupkan telapak tangannya di kewanitaan ku dari sisi luar celana dan meremasnya. Dia bahkan sanggup membuatku melayang hanya dengan kontak fisik secara tak langsung. Aku hanya bisa terdiam di tempat tanpa mengindahkan lagi suasana kantorku dan mendesah layaknya jalang yang ingin dipuaskan.

Kemudian tubuh kami merapat dan dia mencengkeram pantatku dari belakang dan sesekali menamparnya. Lalu dengan gesit dia sudah membuka blazer dan meloloskan kancing kemejaku. Like always, dia memasukkan putingku secara bergantian ke dalam mulutnya yang basah dan hangat.

Building One Shoot (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang