Gina berjalan keluar, di tubuhnya telah tersampir sebuah jaket kulit unpolish, pinjaman Andra untuknya. Jam sudah menunjukkan 14.20 artinya Gina sudah terlambat lebih dari satu jam untuk istirahat makan siangnya, padahal belum satupun makanan yang melewati kerongkongan ataupun secangkir kopi yang membasahi lambungnya.
"Wah... Akhirnya kamu keluar juga... Pakai ini, untuk lehermu."
"Terima kasih kak Sandra."
"Sama-sama cantik." Gina pun berjalan pelan dan menghadap ke managernya, pak Herman.
"Maafkan saya pak karena terlambat. Lain kali..."
"Sudah duduk sana. Mulai sekarang jadwal kamu sudah di synchrone kan dengan jadwal pak Andra, tapi jangan lupa untuk konfirmasi ke saya."
"Baik pak."Gina merasa heran karena tidak satupun dari temannya usil dan bergelagat ingin tahu apa saja yang sudah Andra lakukan padanya, tapi di sisi lain Gina merasa bersyukur. Baru saja Gina duduk dan meneguk secangkir kopi dingin untuk mengumpulkan pikirannya yang porak poranda, tiba-tiba seorang OB datang membawakan nampan untuknya.
"Pesanan makan siang ibu."
"Dari siapa?"
"Pak Andra, bu..."
"Nama saya Gina."
"Baik bu Gina. Saya permisi."Justru saat Gina membuka tudung saji yang terbuat dari stainless steel, teman-teman yang berdekatan padanya mulai mengerubungi.
"Wah, emang kalau kelas pak Andra pasti beda."
"Iya dong... Emang kamu, cuma kasih aku nasi gudeg mulu."
"Ya udah, nanti ganti siomay atau batagor."
"Kok turun level?"
"Duh... Ya udah cilok lima ribuan serombongnya."
"Udah, Gi.. gak usah dengerin Sandra sama Bian, nanti steak kamu dingin."
"Gina makan dulu ya..."
"Iya... Gina sayang." Sahut teman-teman yang disekitarnya.
.
.
."Panggil Gina, suruh ke ruangan saya."
"Baik pak. Ada lagi?"
"Sekalian bawa juknis untuk acara ulang tahun kantor, saya mau koreksi. Oh, satu lagi, cetak dokumennya di ruangan saya saja."
"Laksanakan pak."Andra pun masuk dan sekretarisnya pun menelepon Gina melalui sambungan interkom. Tak lebih dari 10 menit, suara sepatu Gina yang menekan lantai Granit pun menimbulkan suara namun terdengar seksi.
"Wow, cantik sekali hari ini."
"Thanks. Pak Andra cuma mau bahas acara aja kan?"
"Iya, manis... Udah masuk sana, ada Serigala lapar yang perlu belaian."
"Kamu berisik... Kurang jatah ya?"
"Rahasia." Gina tersenyum mendengar penuturan sekretaris Andra.Gina pun melenggang masuk setelah ketukan tiga kali di pintu utama menuju ruangan Andra.
"Masuk, Gi.. kamu bawa file nya kan?"
"Iya pak.. ini." Jawabnya sambil mengangkat flashdisk nya berwarna hijau tosca.
"Cetak sini."
"Ok pak."
Gina kemudian mencari dimana posisi slot untuk menyambungkan flashdisk dan PC tersebut.
"Kamu duduk sini dulu."
"Pak, kita mau kerja, bukan mau..."
"Aaahhh..." Gina kaget karena Andra menarik tubuh Gina dan mendudukkan di pangkuannya.
"Pak, nanti kalau ada orang masuk gimana?"Andra segera mengangkat telepon menghubungi sekretarisnya agar tak seorang pun masuk ruangan kecuali Gina sudah keluar.
"Sudah kan?"
"Jadi mana slotnya?"
"Kan depan sini slot nya." Jawab Andra sambil berusaha menaikkan ujung dress Gina.
"Slot flash disk pak."
"Oh, bilang dong... Belakang layar."Gina membalikkan kepalanya dan menatap Andra tak percaya serta kesal.
"Bilang dong, kamu nggak peka."
"Kamu juga."
"Yang mana aku nggak peka?"
"Kamu nggak kerasa?"Adu mulut mereka berakhir saat Gina menyadari bahwa serigala di bawah pantatnya butuh belaian dan minta dilemaskan.
"Kamu selalu ngelak saat aku minta jatah. Tapi sekarang aku mau bahas rundown acara sambil minta jatah, sesuai mau kamu."
"Tapi, Ndra.."
"Ah,, udahlah, kamu nggak kasian sama aku?"
"Bisa nggak kita bahas kerjaan?"
"Nggak janji."Akhirnya Gina kembali duduk di pangkuan Andra dengan tenang untuk sementara waktu, sambil membuka file akan siap dicetak. Gina mungkin bisa saja percaya pada Andra, namun tidak dengan tangannya, tangan Andra seolah memiliki jalan pikirannya sendiri. Keduanya bisa bergerilya sejauh yang dia inginkan tanpa aba-aba, seperti sekarang, kedua tangannya sudah sampai di pangkal paha Gina, meremasnya lembut dan berusaha tak mengganggu empunya.
"Jadi, jelaskan rundown acara kita."
"Pak, silahkan baca sendiri. Saya yakin S2 bapak juga meminta mahasiswanya membaca bukan?"
"Aku sedang malas dan tanganku masih sibuk."
"Bisakah tangan itu pergi?"
"Oke."
Tangan Andra memang pergi meninggalkan pangkal paha dan menguasai area baru di bagian tubuh Gina yang lain, sebut saya sepasang payudara Gina yang terbungkus dress selutut dan underwear favorit Andra.Gina tak suka bekerja sambil mendesah, apalagi di dekat Andra. Tapi sepertinya Andra dilahirkan untuk menjadi penguasa Gina saat kerja maupun setelahnya. Kini tangan Gina gemetaran saat dia akan menyatukan beberapa lembaran menjadi satu jepretan.
"Pak.. sudah."
"Apa yang sudah? Menjelaskan saja belum."
"Tangannya... Pliss."
"Jelaskan dulu, nanti kalau saya puas, saya akan berhenti."
"Puas sama yang mana?"
"Penjelasan dan remasannya, memang ada yang lain lagi?" Goda Andra sambil terus memijat.Gina menjelaskan dengan terbata-bata, antara kalimat dan desahan yang tidak terkontrol namun pasti keluar dari mulut cantiknya yang pedas.
"Jadi, setelah pemotongan kue, apakah selanjutnya acara bebas?"
"Bukan pak... Ah.. ada acara makan bersama."
"Aku nggak setuju."
"Trus mau pak apa?"
"Kalau sex party gimana?"
"Duh, pak kemarin sekolah S2 nggak sambil cari kepuasan batin ya?"
"Cari sih. Tapi nggak sepuas sama kamu."
"Ya udah. Maunya apa?"
"Ngentot kamu."
"Habis potong kue pak..."
"Iya."
"Pliss pak, saya serius."
"Saya juga."
"Udah ah, urus aja rundown nya sama pak manager, jangan sama saya."
"Nggak mau..." Jawab Andra manja.
"Ngentot bentar yuk... 10 menit aja."
"Kaya bisa sebentar aja."
"Ngentot nya 10 menit, dan lain lainnya dua jam lah."
"Saya masih banyak kerjaan."
"Kan nanti bisa di rumah."
"Ogah.. ah ndra... Jangan dijepit..."Gina kesal tapi tidak bisa menguasai dirinya, tubuhnya lebih menurut pada kuasa Andra sekarang, apalagi saat dua jemari Andra menjepit dan memainkan klitorisnya. Well, endingnya Gina juga orgasme di pangkuan Andra dan digendong menuju kamar yang sudah ada dalam ruang kerjanya. Sebuah kamar minimalis, untuk menuntaskan nafsu sekaligus kerinduannya pada Gina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Building One Shoot (Complete)
ContoMalam yang dingin, bekerja seorang diri, tidak pernah ada yang tahu apa saja yang terjadi dibalik gerbang utama sebuah gedung perkantoran. cerita ini akan menjelaskan sebanyak apa rahasia yang berada di balik automatic door transparan penuh musliha...