Lantai ke 5.1

2.8K 25 0
                                    

Elena sudah beberapa kali menanyakan kepada Mrs. Turner tentang pemilik rumah sewa yang mereka tinggali, Prince Herbert, secara implisit tentunya.
"Jadi apa yang ingin kau ketahui Ms. Fletch?"
"Aku tidak sedang terobsesi padanya Mrs. Turner."
"Oh i know. Aku hanya sedikit tergelitik bahwa selama 4 hari ini kau secara tak sengaja selalu membahas tentang anak asuhku. Kau membencinya?"
"Tepatnya aku terganggu."
"Di bagian mana kau merasa terganggu?"

Sial, tidak mungkin kujawab kewanitaanku menjadi mudah gatal dan berkedut tiap melihatnya, batin Elena.

"Elena... back to earth."
"Maaf, hanya saja dia kurang ramah."
"Really? Seluruh penghuni disini tak ada yang mempermasalahkan kehadirannya. Ada apa sebenarnya?"
"Bolehkah saya pindah kamar?"
"Elena, kau tahu sendiri bahwa tidak ada kamar kosong lagi."
"Seandainya aku pindah, berapa biaya ganti rugi yang akan kudapat?"
"Kau hanya akan merugi. Lagipula tidak ada tempat sebaik disini, kau tahu itu."
"Tapi aku sudah tidak tahan Mrs. Turner... setidaknya sampai kapan dia akan tinggal di samping kamarku?"
"Sampai dia bosan. Kita tidak berhak mengusirnya, rumah ini miliknya. Ku harap kau paham."
.
.
.

Elena kembali ke kamar dengan muka kusut masai nya, pembicaraan dengan si induk semang tak membawa hasil yang memuaskan.
"Kenapa kau tidak tanyakan langsung padaku?"

Pertanyaan itu dilontarkan Prince saat Elena hendak mencapai pintu kamarnya.
"Bisakah kau minggir, mood ku sedang tidak bagus."
"Aku bisa memperbaiki mood mu."
"No, thanks."
"Aku dengar kau sudah tidak tahan, dengan apa tepatnya?" Tanya Prince dengan pandangan menelisik.

"Kau tidak akan mendapatkan jawaban apapun dariku." Jawab Elena sambil menggeser tubuh Prince yang menghalangi antara dia dan pintu kamarnya.
"Atau, kau tak tahan dengan ini?"

Prince bergerak tepat di belakang tubuh Elena, menggesekkan kejantanannya tepat diantara celah bongkahan pantatnya yang hanya dilapisi hotpants katun stretch. Kaki Elena melemas menjadi jeli, pintu kamar yanh rencananya ia buka hanya berdiri kokoh didepan tubuhnya dan menjadi penjepit antara Elena dan gesekan kenikmatan yang menggoda pantatnya.

Prince tidak mau menunggu, kedua tangannya meremas pinggul Elena dan mulai menariknya ke belakang dan menempel ketat dengan kejantanannya. Koridor yang hanya bermuara pada 2 pintu kamar mereka tanpa penghuni lain, menjadi lokasi yang pas sekaligus menegangkan bagi keduanya.

Elena semakin menungging, kepalanya menoleh ke kanan, pipinya terhimpit dengan daun pintu, kedua tangannya mencoba meraih kusen pintu yang keras, berharap dapat menopang dirinya.

"Apakah ini yang membuatmu tidak tahan?"
Elena hampir terbang ke langit jika tangan kanan Prince tidak mencubit putingnya dari luar kaos.
"Jawab aku sayang... kecuali kau ingin kita mencoba bercinta di koridor ini dan Mrs. Turner memergoki kenakalanmu." Sekali lagi dia mencubit puting Elena dengan tangan yang sama.

"Hentikan...Prince." Mohon Elena dengan terbata-bata.
"Kenapa? Bukankah kau suka dengan penisku yang keras dan membesar memenuhi vagina mu yang gatal?"
"Prince.. sudah."
"Oh, come on babe... aku tahu kau tidak memakai celana dalam dan bra dibalik kaosmu. Siapa yang nakal?" Tanya Prince sambil mulai meremas kewanitaan Elena dari hotpants nya.

Tangan dan pinggul Prince bekerjasama membuat Elena tidak mampu berkata-kata. Dan entah bagaimana mereka berdua berjalan menuju kamar Prince, ruangan yang belum pernah Elena masuki.

Dengan berani tangan Prince masuk ke dalam hotpants nya dan mengoyak kelemahan Elena. Dua jari itu keluar masuk tanpa ijin pemiliknya, masuk membawa kenikmatan dan keluar bersama lendir putih yang membasahi.

"Berhenti berbohong Elena,, kau hampir klimaks dengan kocokan jariku."
Elena tak bisa mengubah posisi tubuhnya, seolah Prince sudah menguasainya. Lalu saat Elena hampir klimaks, Prince memutar tubuh Elena dan menjatuhkannya di ranjang.

Elena yang belum tuntas dengan klimaksnya, menjadi semakin mendamba setelah mencium sprei yang dipenuhi aroma tubuh Prince. Dan dengan kecepatan, hotpants Elena sudah meluncur bebas ke lantai. Kedua kakinya saling menjauh, menyuguhkan rona merah muda, basah, dan berkedut, siap menyambut Prince dengan sekali hentakan maut.

Tapi sepertinya Prince tidak akan memberikan klimaks Elena semudah itu. Karena pria itu membuka gesper dan menurunkan sedikit celana nya, lalu mencelupkan kepala penisnya di ujung kelembutan Elena yang menakjubkan. Dan Prince melakukan hal tersebut berkali-kali, menggoda Elena dengan gerakan memutar atau bahkan tak bergerak sama sekali.

Elena mulai kepayahan mengendalikan nafsunya, dia hampir merintih menginginkan pelepasan.
"Prince... kumohon sudah."
"Sudah? Saat aku baru saja masuk dan kau ingin menyudahi?"
"Hentikan atau lakukan."
"Okay. Akan ku lakukan."

Prince benar-benar melesakkan seluruh batangnya ke dalam, membuat Elena tak berhenti membuka mulut dan terengah. Tanpa aba-aba, Prince menarik tubuh Elena dan duduk di ranjang, sehingga posisi mereka terbalik.
"Bergeraklah untukku." Perintah Prince sambil mencumbui tubuh Elena membabi buta. Meremas pantatnya, mencumbui payudara dan lehernya, semuanya dilakukan.

Kebinalan Elena menjadi, saat Prince memasukkan sebuah butplug yang terbuat dari silicon dan telah dilumasi ke lubang pantat Elena.
"Kau bisa lebih nakal dari biasanya."

Pergerakan tubuh Elena seolah ingin kabur dan menjauh tentu dihentikan Prince, sehingga membuat Prince harus membalikkan keadaan. Beberapa kali Prince masuk ke dalam dan lebih dalam lagi, demi mendengar rintihan manja Elena.
"Ahh... Prince.."

Sore itu menjadi amat panjang bagi Elena dan Prince hanya menikmatinya saja.
.
.
.

Building One Shoot (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang