Aku memandangi segala sisi dari ruangan ini. Ruangan tersebut dominan berwarna putih basic, aku berada di kamar yang dilengkapi satu rustic sofa membelakangi jendela merangkap pintu yang menghadap balkon, king size tanpa ranjang yang tengah ku duduki saat ini dengan sprei putih tanpa guling, dua nakas yang mengapit kasur, dan sebuah sekat double glass yang dialiri air didalamnya.
Aku sedikit terganggu dengan sekat itu karena menghalangi pemandangan yang berada di luar kamar. Kemudian kualihkan mata menuju balkon yang mendapat cahaya sore dari luar.
"Kau boleh ke balkon, memastikan apakah aku bohong atau tidak. Dan kuberi tahu juga, pintu toilet ada di sebelah kirimu." Aku mendengar pria itu berbicara tanpa aku lihat secara seksama.Jujur aku ingin melihat keluar, tapi aku takut jika kenyataan seperti apa yang dia katakan.. Lantas aku bagaimana? Mau kabur tapi jelas-jelas tidak ada passport, ah kepala ku pusing dan ku tutup kembali mataku, sambil berharap aku bangun di kamar kos ku yang kecil.
Dan sepertinya tidak ada yang berubah, bahkan setelah sekian lama ku berhitung sambil terpejam.
"Kau kira ini mimpi?"
Aku tersentak dengan kata-katanya.
"Aku ingatkan lagi, kau sudah jauh dari negara asalmu. Tanpa identitas, juga tanpa ada siapapun yang bisa kau jadikan pegangan. Bagaimana? Kau pasti benci kondisi seperti ini kan?"
"Aku benci saat semua yang katakan adalah nyata." Jawabku.
"Oh, kupikir aku sudah menculik gadis bisu."
"Katakan, aku dimana?"
"Kenapa kau tidak ke balkon dan lihat, dimana kah kita sekarang."
.
.
.
Aku membersihkan diri, menanggalkan pakaian yang kali terakhir kupakai saat penjemputan. Keringat dan tubuhku tak berbau, tidak juga lengket. Aku masih tidak percaya tapi mata tak mungkin berdusta, aku juga belum gila, tapi kenapa semua tulisan yang terpampang di luar gedung menggunakan aksara kanji semua.Seriously???
Bahkan aku tidak melihat bangunan lain selain beberapa tower yang mirip dengan rumah susun. Di kejauhan memang ada tapi rasanya tak mungkin dijangkau. Tanpa identitas dan pria itu bisa mengeluarkanku dari Indonesia, ini gila... Kepala ku langsung berdenyut, antara pusing karena kenyataan, kelaparan, dan mungkin kelelahan karena kurang beraktivitas, ah entahlah.
Tidak ada bathrobe, hanya handuk kecil yang jika kulilitkan di tubuh, cukup menutupi sampai setengah pantat saja. God, apa pantat dan payudaraku membesar? Sampai-sampai handuk saja hampir tidak muat. Aku melangkah keluar bath tub, mendapati dua pintu berbeda sisi ruangan. Pintu pertama berasal dari kamar yang tadi, pintu lainnya kuharap adalah pintu segala arah milik doraemon, who knows right?
Knob pintu ku putar, meski dalam hati sedikit heran bahwa di tahun 2020 masih ada bangunan yang menggunakan knob pintu putar. Aku kaget tapi lebih cenderung marah karena pria tadi juga ada dibalik pintj kedua. Dia sedang berganti pakaian, bertelanjang dada, dan sedang menutup resleting celana bahannya.
Pemilihan warna yang aneh, karena menurutku pria diluar sana jarang bahkan kurang percaya diri, karena dia menggunakan celana bahan berwarna maroon, dilengkapi dengan pattern kotak-kotak yang berwarna satu tingkat lebih tua dari background nya.
"Kau tidak ingin bergabung denganku?"Lekas-lekas kututup pintu dan menjauh, tapi karena jarak yang cukup dekat ditambah tenaga nya yang besar, dia pun mendorong pintu yang belum sepenuhnya ku tutup dengan benar. Alhasil aku jatuh dan pantatku mencium keramik umpolished toilet. Dan tengkuk ku ditahan oleh tangan kanannya, mungkin aku akan gegar otak jika dia tidak sampai tepat waktu.
Kepala ku kembali berdenyut karena perubahan kondisi yang mendadak, ditambah kaget karena sedikit terpeleset, serta kondisi fisikku yang cenderung bertekanan rendah. Mataku sedikit memburam, ruangan agak menggelap karena memang lampu ruangan belum dinyalakan, satu-satunya sumber penerangan berasal dari dinding rouster yang berada di seberang pintu. Semua adegan yang berakhir sampai dengan sekarang berlalu dalam hitungan detik saja, aku yang terengah-engah karena terkejut menjadi kesal karena...ah aku lupa handuk kecilnya terbuka dan memperlihatkan keperawananku yang berharga. Meski lilitan nya tidak terbuka, tapi pemandangan itu jelas mengundang, tidak terkecuali pria yang masih menahan tengkuk kepala ku sekaligu sedang menjelajahi bagian tubuhku yang lain.
Aku benci, karena aku tidak menyukai apa yang dia lakukan tapi aku juga menikmati sensasi geli oleh jemari panjangnya. Tiga diantara sedang berdiam sembari dua lainnya terus menggali di kedalaman.
Dia menarik tengkuk ku sehingga aku dalam posisi duduk mengangkang dihadapannya. Saat jarinya mengorek semakin dalam, aku sudah tidak bisa menahan gejolak dalam tubuhku. Keinginan untuk menghentikan tangannya berubah menjadi remasan, tubuh kami berdekatan, keringat mulai bercucuran karena aku masih bertahan.
Pertahananku goyah saat dia menghembuskan tiupan hangat di tengkuk ku dan berbisik,"lepaskan saja, kita sudah sampai."
"Aah.." ku tutup mulutku dengan tangan sebelah, aku malu mendengar suara desahanku sendiri. Aku sudah tidak bisa merasakan apapun selain gesekan di dalam tubuhku, oleh benda tumpul yang terus menggelitik, memaksaku mendesah dan mengerang, kami kian dekat dan dia mengajak kedua tanganku untuk memeluk lehernya dan dia semakin menyamankan posisi tubuhnya dalam kungkungan kedua kaki ku yang terbuka menantang.
Gesekannya semakin panas, aku palingkan wajahku ke samping karena aku tidak ingin dia melihatku dalam keadaan pasrah, bahkan menikmati perlakuan cabul pria itu tanpa melawan. Dengan tangan kanan, dia merogoh ponsel dalam saku dan menelepon sesorang. Saat sambungan telepon sudah terjalin, aku merasakan gesekannya kian cepat, desahanku menjadi rintihan erotis dan penuh keinginan. Iya aku ingin meledak rasanya, lalu kupukul tangannya agar ponsel itu terjatuh menjauhi kami.
"Kau sudah nakal ya.."Diapun mempercepat gesekan dibawah sana, aku sudah tidak tahu harus melawan dengan apalagi.
"Sudaahh..."
Dia sepertinya tidak mendengar karena gesekannya berubah-ubah temponya, membuatku kalang kabut..
"Ahh.. ah.. sudah.. aku..kencing.."
"Iya.. kencinglah, aku mau lihat... ayo kencing... kencinglah yang banyak.."
"Ah.. ah.." aku mulai meledak tapi dia tidak berhenti.
"Teruskan kencingmu..."
"Ah ah.. aaargh..ihh.."Temponya kian melambat, menyisakan nafasku yang pendek, dan pandanganku yang mengabur.
"Apakah enak?" Mulutnya bertanya tapi jarinya terus membelai dibawah sana.
"Kau boleh diam, tapi vagina cabulmu lebih jujur menjawab."
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Building One Shoot (Complete)
Short StoryMalam yang dingin, bekerja seorang diri, tidak pernah ada yang tahu apa saja yang terjadi dibalik gerbang utama sebuah gedung perkantoran. cerita ini akan menjelaskan sebanyak apa rahasia yang berada di balik automatic door transparan penuh musliha...