Cakela

8.5K 472 44
                                    

Bagian ini ringan tapi lumayan panjang, 1500 kata.

++++++

‍Dalam balutan jubah hitam, Zoria melangkah masuk menuju ke ruang pertemuan. Tempat dimana Sang Kegelapan bersama dengan anak buah lainnya sedang berkumpul  menunggu kedatangan dirinya yang akan melaporkan kematian Slatera dan tentunya menjelaskan sedikit tentang bagaimana ia melihat kekuatan Sang Noble yang tidak berkurang sedikitpun.

Sepasang Defender penjaga pintu dengan cepat menyadari kedatangan Zoria. Mereka segera membukakan pintu raksasa tersebut dan mempersilahkan Zoria masuk ke dalam ruang pertemuan.

Sunyi dan gelap. Ruangan itu begitu sunyi meskipun di dalamnya terdapat lebih dari sepuluh makhluk Fantasy yang berjejer rapi disebelah singgasana dengan jubah hitam kebesaran mereka. Pilar - pilar hitam berbaris di sepanjang  jalan menuju langsung ke singgasana Sang Kegelapan. Hanya api berwarna biru disetiap pilar yang tersedia sebagai penerang ruangan, sisanya kegelapan mendominasi hampir keseluruhan tempat tersebut.

Zoria menyingkap tudung penutup kepalanya saat melewati pintu. Kedua tungkai jenjangnya melangkah tenang tanpa suara. Mata sekelam malam itu langsung membalas tatapan dingin dan kosong milik Sang Kegelapan yang sedang duduk diatas singgasananya.

Para anak buah kegelapan lainnya melihat ekspresi wajah Zoria. Ekspresi wajah datarnya membuat para anak buah kegelapan yang lain sulit menebak apa isi pikiran Elementalist itu.

Zoria berlutut dengan satu kaki dihadapan singgasana Sang Kegelapan. Kepalanya tertunduk memberi hormat lalu beberapa saat kemudian ia mengangkat sedikit wajahnya.

"Pengawal Zoria datang menghadap." Mulai Zoria dengan suara tenang dan halus.

**********

Jasmine menoleh kearah jendela, menatap langit berbintang diluar sana. Malam telah tiba tanpa ia sadari, memperhatikan setiap benda aneh koleksi milik penyihir putih membuat Jasmine terpana sekaligus tertegun sehingga membuat dirinya tidak sadar jika waktu berputar dengan cepat karena terlalu fokus pada semua benda - benda itu.

Di sudut ruangan, Davendra dan murid penyihir putih yang bernama Dhilara terlihat tengah membicarakan sesuatu yang serius. Jasmine hanya diam dan mengamati dari jauh kemudian menghela napas berat.

Sudah seharian mereka menunggu pulangnya penyihir putih namun Jasmine merasa jika makhluk itu tidak akan kembali hari ini, besok ataupun lusa. Diam - diam Jasmine mulai menguping pembicaraan mereka, ia mengosongkan pikirannya dan menajamkan indera pendengarannya. Berdiam diri seperti anak hilang membuat Jasmine merasa tidak berguna, setidaknya jika dia mendengar sedikit mungkin dirinya bisa membantu memberi usulan atau pendapat.

"Guru tidak pernah pulang semenjak hari itu dan reputasi menjadi sangat buruk karena sering terlihat di cakela."

Jasmine spontan mendengus. Tidak heran jika reputasi makhluk itu jadi buruk di mata masyarakat karena tempat mainnya saja sekelas dengan rumah bordil. Penyihir suci sepertinya terlihat terus keluar - masuk rumah bordil, tentu saja itu akan menjadi berita luar biasa bagi para masyarakat penggosip.  Mereka akan menjilat menambahkan bumbu cerita agar desas - desus itu semakin lengkap dan hangat.

Hanya mereka yang bijak, yang akan memilih diam. Mereka tahu jika penyihir putih pasti memiliki sebuah alasan sehingga dirinya harus pergi ke tempat itu.

"Tidak pernah?" Gumam Davendra, Jasmine yang semejak tadi menunduk dan menjalankan misinya dengan natural seketika menyipitkan kedua matanya.

Davendra bicara terlalu pelan sehingga membuat Jasmine tidak bisa mendengar apapun yang dikatakan oleh makhluk perak itu. Mau tidak mau, Jasmine menoleh kearah mereka.

The PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang