"Cuma Teman?!"
Rahma terkekeh sementara Adel menunduk mendengar suara gadis berkemeja peach di hadapan mereka. Beruntung kantin kampus cukup sepi untuk membuat mereka malu.
"Sorry, kebiasaan hehehe," sahut Ninda. "Eh tapi serius kalian jadinya cuma temenan, doang?"
Adel mengangkat bahu. Gadis berkuncir ponytail itu baru saja menceritakan hasil pertemuannya dengan Radit siang tadi.
"Yahh, gue kira lu bakal pecah telor hari ini. Abis Kak Radit keliatan khawatir gitu tiap nanyain lu."
"Itu karena omongan lu. Dia takutnya gue beneran ada feeling---"
"Lu kan emang suka ama dia dari dulu."
Adel menggigiti sedotan air mineralnya yang tersisa setengah botol. Matanya menekuni ujung kuku yang baru dipotong pagi tadi.
"Masih belum yakin sama hati lu ya?" celetuk Rahma yang disenyumi Adel.
"Gue emang masih ragu sih, sebenarnya gue beneran suka atau cuma kagum aja sama dia. Ini tuh kayak ... kebiasaan karena gue sering liatin dia gitu lho. Ah, nggak tau deh. Nggak penting juga kayaknya."
"Nggak penting tapi tetep dipikirin hahaha."
Adel melempar sebungkus kacang goreng yang langsung disambut Ninda dengan cengiran. Tanpa dosa dibukanya bungkus kacang itu dan memindahkan isinya ke dalam mulut. Adel hanya mendesis melihat kelakuan sahabat gilanya.
"Sebungkus lagi dong, Del. Biar pas dua ribu."
Adel mengamini permintaan Ninda, tapi kali ini lemparannya lebih kuat dan mendarat tepat di kening gadis itu.
"Bayar sendiri!" ketusnya.
"Dih, elu lah yang bayar. Kan lu yang lempar."
Bibir Adel menipis. Jika Rahma tipikal gadis yang tak terlalu banyak bicara, Ninda justru kebalikannya. Tak jarang tiga sahabat yang lain menjadi korban jika sifat jahilnya muncul. Namun Adel tak pernah mempermasalahkan itu semua karena selama ini Ninda selalu bersikap apa adanya.
Setidaknya sebelum mulut jahil Ninda mengungkapkan perasaannya di depan Radit beberapa waktu lalu.
"Yahh, ujian hati gue dateng."
Rahma yang sejak tadi sibuk dengan ponsel menegakkan kepala. Sementara Adel mengikuti arah pandang Ninda yang mendadak tak bersemangat mengunyah kacangnya sebelum teringat sesuatu yang mengusik pikirannya.
"Katanya mereka tuh udah kenal sejak kecil gitu. Ada yang bilang juga kalau Kak Berlian itu nyusulin Kak Kaisar ke Serang padahal ortunya tinggal di Jakarta. Ah, kalau emang kayak gitu kesempatan gue jadi nol persen deh," ungkap Ninda pelan.
Adel menoleh lagi. Kali ini lebih lama, membuatnya bisa mengamati dua makhluk penyebab si ceria Ninda merengut.
"Kayaknya biasa aja deh, Nda," sangkal Adel.
"Ck, lu nggak liat gimana senyumnya Kak Kaisar? Manis banget gitu. Coba kalo di depan orang lain, mana pernah dia senyum sampai segitunya."
Untuk ketiga kalinya Adel menoleh, namun cepat-cepat berbalik saat sang objek mengedarkan pandang. Gila, bisa besar kepala tuh orang kalau dirinya tertangkap basah.
"Eh, abis ini mau langsung pulang?" tanyanya mencoba mengalihkan pandangan Ninda.
"Nonton yuk," ajak Rahma sambil menunjukkan jadwal pemutaran film CinemaXXI di ponselnya.
"Males gue, lagi pengen nikmatin rasanya patah hati."
"Lebay amat sih, Non!" ejek Adel geli
"Ini patah hati pertama gue. Jadi biarkan---"
"Gue bayarin deh, plus makan---"
"Deal!"
"Hahaha gaya lu patah hati, traktiran masih aja diembat."
"Kata nyokap gue, nggak boleh nolak rezeki, Ma. Hitung-hitung kalian ngehibur gue, bisa jadi pahala juga kan."
"Aamiin," koor Adel dan Rahma yang membuat Ninda kembali manyun.
"Hai haiiiiii!"
Ketiganya menoleh pada Radit yang duduk di sisi Ninda sambil membawa sekotak teh kemasan. Rahma menjotos kepalan tangan cowok tinggi itu sebagai salam, diikuti oleh Adel dan berhenti di Ninda yang masih mempertahankan bibir duck butt-nya.
"Eits, tuh bibir biasa aja dong, Neng. Minta banget dicium kayaknya."
"Jangan diganggu, Kak. Lagi patah hati itu."
"Ululuuuu, kasian. Kasih tau gue, cowok mana yang bikin lu sakit hati? Biar gue kebiri---"
"Sini lu yang gue kebiri, Kak!" ketus Ninda.
"Lu patah hati gegara gue? Kok bisa? Gue jomlo kok. Sama Adel juga cuma temenan doang. Iya kan, Del?"
Harusnya Adel sakit hati mendengar ucapan Radit. Namun nyatanya gadis itu justru tertawa sambil mengangguk, berbeda dengan Ninda yang mendadak pias menatapnya. Satu pukulan milik Ninda bersarang di bahu Radit.
"Lu mah jahat amat sih Kak ama temen gue."
"Lha, gue lagi aja yang salah."
"Terus salah siapa? Salah gue? Salah temen-temen gue?"
"Iya, Cinta, iya. Rangga yang salah semuanya."
"Apa sih lu berdua, geli gue!" sela Adel.
"Tauk, receh banget," tambah Rahma.
"Biarin Abang receh, yang penting dedek bahagia."
Tak hanya ketiganya, kali ini Ninda ikut menertawakan gombalan Radit.
***
"Gue lagi urgent banget nih. Bilang Ninda nontonnya ditunda aja ye. Byee."Tanpa menunggu jawaban Rahma Adel memutuskan sambungan telepon. Matanya masih terpaku pada Yaris merah yang melaju berselang dua mobil di depannya.
Kaisar yang terlihat buru-buru saat meninggalkan kantin dengan ponsel di telinganya menjadi alasan Adel untuk membuntuti mobil yang baru saja memasuki gerbang tol Serang Timur sore itu. Entah ke mana tujuannya, gadis yang dipenuhi pertanyaan di benaknya itu hanya terus menjaga jarak aman, berharap agar si pengendara di depan sana tak menyadari kehadirannya. Panggilan bergantian dari kedua sahabatnya yang terus membuat ponsel berbunyi bahkan tak diacuhkan. Hingga gerbang tol Cilegon Timur terlihat di depan mata.
Yaris merah itu berbelok ke arah PCI, melaju dengan mulus membelah jalan raya Cilegon yang tak begitu ramai. Sebelum akhirnya berputar arah dan memasuki lokasi parkir Ramayana.
Tergesa Adel mengikuti Kaisar yang untungnya berjalan santai saat memasuki gedung dengan ponsel menempel di telinga. Masih menjaga jarak aman, Adel terus membuntuti lelaki kemeja biru tak berkancing itu. Dihembuskan napas kasar saat melihat lelaki itu masuk ke XXI.
"Tau ke sini gue ajak Ninda seka...."
Kaki Adel terhenti tepat di tengah pintu masuk area XXI. Matanya membulat tatkala mengenali sosok yang ditemui Kaisar. Seakan tak pernah habis, suara Mbok Mina yang terdengar panik saat Adel menjawab panggilan ponselnya menambah kejutan hari ini.
"Oma pingsan dengar Bapak marahin Mas Dirga, Neng."
***
Pengen cepet selesai tapi.... (isi sendiri)
Sungailiat, 17.06.19
Dwimarliza
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Me (Completed)
Romance"Gimana kalo kita pacaran?" Sekitarnya seakan memudar bagi Adel. Hanya ada Radit dengan tatapan tak terbaca di hadapannya. Ah, jangan lupakan kupu-kupu yang kini sedang beterbangan di perutnya, menyebarkan sensasi geli yang membuatnya ingin terus te...