Bunuh?Bunuh, katanya??
Apa lelaki itu sengaja mengungkit dosanya di masa lalu? Sengaja membuatnya merasa bersalah karena telah menghilangkan nyawa orang, walau dia sendiri tak bisa mengingatnya?
Sial!!!
Ingin sekali Adel menendang tulang kering Kaisar. Atau sekalian saja mendorong lelaki sinis itu ke halaman belakang kampus agar hilang sekalian dari muka bumi ini. Tapi sayangnya Adel hanya bisa berlalu, membawa kemarahan yang menggumpal dalam dada.
Ck! Percuma saja dia meminta maaf dan mengajak lelaki itu berteman kalau masih ditanggapi sinis seperti tadi.
"Adel!"
Alis Adel terangkat melihat Ninda berlari ke arahnya dengan napas tersengal.
"Dari mana aja sih lu? Dari tadi gue teleponin nggak dijawab-jawab!"
"Eh?" Adel mengeluarkan ponsel dari sakunya. Benda pipih itu dalam keadaan mati. "Sori, lowbatt hp gue. Hehehe. Pulang sekarang?"
"Ke rumah Rahma dulu yuk. Tadi dia telpon dua kali, tapi gue masih di kelas. Gue telpon balik malah nggak diangkat."
"Gue nitip Rahma ya."
Seketika ucapan Vhero terputar kembali di telinga Adel. Tanpa pikir panjang, gadis itu menyetujui permintaan sahabatnya.
"Coba terus, Nda."
Adel berusaha untuk tetap tenang walau sudah hampir sepuluh menit mobilnya parkir di depan rumah Rahma yang sepi. Tak ada tanda-tanda ada kehidupan di dalam sana.
"Gimana?" tanya Adel tak sabar.
"Masih nggak diangkat, Del."
"Gue samperin deh."
"Eh, jangan!" cegah Ninda. "Nanti kalau yang buka nyokapnya. Terus malah nanyain si Rahma gimana?"
Adel semakin gelisah dalam duduknya. Beberapa kali kembali diperhatikan keadaan rumah itu. Bahkan lampu depannya saja masih menyala. Seperti sudah tak dihuni beberapa hari.
"Astaghfirullah, aku lupa."
Adel mengalihkan mata pada Ninda yang berbincang lewat ponsel sambil memukul pelan keningnya.
"Iya. Iya. Aku pulang sekarang. Tungguin. Ma belas menit paling. Assalamualaikum."
Tak perlu berucap. Ninda sudah mengerti pertanyaan Adel walau hanya melihat ekspresinya.
"Gue mesti pulang, Del. Lupa gue mau acara nge-nahun kakek."
"Oke."
Sekali lagi Adel menoleh pada rumah Rahma sebelum menghidupkan mesin dan berlalu.
****
Selepas mengantar Ninda pulang, Adel kembali mengamati rumah Rahma. Kali ini dari kejauhan agar tak dicurigai para tetangga. Paling tidak dari tempatnya Adel bisa melihat jika sewaktu-waktu ada orang yang datang atau pergi dari rumah itu. Tapi hingga suara tahrim Maghrib terdengar, masih tak ada tanda-tanda kehadiran sahabatnya di sana. Menahan rasa penasaran, Adel melajukan mobilnya pulang."Baru pulang lu, Kak?"
Pertanyaan Dirga hanya dijawab dengan gumaman. Adel masih fokus memikirkan Rahma yang belakangan ini memang sedikit berbeda.
"Dari mana, Del? Itu---"
"Ngampus, Oma. Adel capek banget ini. Nanti aja ya kalau mau marah. Besok pagi, pasti--- Aww!!! Sakit, Oma. Astaghfirullah...." Adel mengusap bahunya yang kena pukulan Oma. Daripada sakit, Adel justru merasa terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Me (Completed)
Romance"Gimana kalo kita pacaran?" Sekitarnya seakan memudar bagi Adel. Hanya ada Radit dengan tatapan tak terbaca di hadapannya. Ah, jangan lupakan kupu-kupu yang kini sedang beterbangan di perutnya, menyebarkan sensasi geli yang membuatnya ingin terus te...