2120 words
"Papan iklannya bagus sekali, ya?"
Suara laki-laki yang tiba-tiba menembus gendang telinga Eunji membuat perempuan itu mengerjap cepat. Sebatas itu, tidak menoleh atau mengelus dada karena terkejut. Toh, ia juga sudah hapal siapa pemilik suara khas orang mabuk itu.
"Mau ganti produk kecantikan atau bagaimana?" tanyanya lagi—tidak langsung dijawab karena yang ditanya baru saja melempar atensi pada billboard yang dimaksud. Senyuman anggun yang tersemat di wajah model perempuan dalam papan iklan itu membuat Eunji ikut tersenyum tipis.
"Menurutmu produk kecantikan semacam itu cocok untukku tidak?" Eunji akhirnya bertanya setelah beberapa detik bungkam, kali ini menatap lurus ke arah billboard. Namun ketika mendengar langkah kaki mendekat, perempuan itu buru-buru mengatakan, "Orang mabuk dilarang mendekat. Nanti kalau jatuh bisa mati."
"Haha. Lucu sekali." Pria itu tahu-tahu sudah mendudukkan diri di samping Eunji. Kepalanya melongok ke bawah sedikit, untuk kemudian mendecak sekali. "Kukira kau takut ketinggian."
"Tidak suka, iya. Tapi tidak takut, kok."
Jawaban ringan itu mengundang dengusan pelan si lelaki. "Lalu kenapa duduk-duduk sok manis di atap begini kalau begitu?"
"Supaya bisa melihat papan iklannya dengan jelas. Dari kamarku tidak sejelas ini, soalnya." Eunji menahan tarikan di sudut bibirnya mendapati mata sabit lelaki di sebelahnya menyipit. Tapi tak sepatah kata pun terlontar dari bibir tipisnya—sukses mengirim suasana lenggang selama nyaris dua menit.
"Kau melewati banyak hal berat akhir-akhir ini. Tidak apa-apa, kok, kalau kau ingin menangis."
Suara khas lelaki itu beradu dengan embusan angin malam, namun masih sukses menggelitik gendang telinga si perempuan. "Aku terlihat seperti ingin menangis, memangnya?"
"Kau terlihat baik-baik saja, yang malah membuatku khawatir." —setengah mati.
Eunji menghirup oksigen cukup banyak, lalu membuangnya sekali embusan. "Mm, aku memang tidak sebaik itu, kok."
"Seharusnya memang tidak." Yoongi menyela cepat. "Karena itu aku disini. Barangkali saja kau ingin memaki, atau meninju. Meski aku sendiri tidak terlalu antusias untuk menjadi samsak."
Perempuan bersurai pendek di atas bahu itu tergelak pelan. Sepasang iris cokelat tuanya memandang Yoongi tak yakin. "Kau menawariku begitu karena tahu kalau aku payah dalam meninju, 'kan?"
"Iya. Kalau aku bilang silahkan dorong aku sampai jatuh, kau pasti tidak akan berpikir lama-lama untuk mengeksekusi." Udara malam ini cukup dingin. Jadi Eunji sendiri tidak yakin, apakah Yoongi menyentuh tengkuknya tak nyaman karena angin malam menggelitik disana, atau justru merasa ngeri membayangkan tubuh kurusnya—yang tentu saja tidak sekurus tubuhku—itu tercerai berai setelah terjun bebas dari atap gedung 37 lantai.
"Kalau aku mau bercerita saja, mau dengar tidak?"
Yoongi menoleh demi melihat sepasang iris si lawan bicara. "Asalkan bukan cerita soal manusia setengah ayam atau naga berkepala sembilan yang seringkali kau perdebatkan dengan Taehyung, tentu saja."
"Kalau soal manusia setengah kuda berarti tidak apa-apa?"
Kalimat berintonasi santai itu tak urung membuat Yoongi melempar pandang jengah. Sepasang mata sabitnya seolah berusaha berusaha berkata; Serius, Ji. Dorong saja aku sekarang.
"Iya, iya. Bercanda." Eunji menambahkan, lantas kembali melempar pandang ke depan. Tidak lagi tertuju pada papan iklan atau gedung bertingkat di depan sana, hanya menerawang ke titik yang terlihat begitu jauh. "Aku sudah pernah bercerita soal masa kecilku padamu belum, sih, Yoon?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Thoughts
Fanfiction"I'm still kind of a mess. But I think we all are. No one's got it all together. I don't think you ever do get it totally together. Probably if you did manage to do it you'd spontaneously combust." - Michael Thomas Ford, Suicide Notes 151218 -