Hajar Pelakor!

3.9K 262 51
                                    

Aduh senangnya!

Sebenarnya aku heran, orang bahagia kok bilang aduh. Bukannya aduh itu identik dengan kesakitan, ya? Misal, "Aduh! Kakiku sakit." atau "Aduh, dompetku kosong.", dan contoh lainlah nggak perlu ditulis di sini.

Kalau dipikir lagi, bukankah kebahagiaanku tadi malam dan abis Subuh tadi juga mengandung kepedihan? Pertama kali pecah 'rambutan' jadi rasanya agak-agak nggak nyaman. Anehnya pengen nambah lagi dan lagi. Wahahaha.

Menyesal banget, kenapa nggak dari dulu-dulu aku menikah. Harusnya dua tahun setelah kamu putus sama Zeta, aku segera melamarmu, Mas. Ish, nggak apa-apalah terlambat sedikit, yang penting sekarang kamu sudah jadi milikku.

Tahu nggak, Mas? Dulu banyak yang mencibir saat rahasia tentang memintamu menikahiku tersebar. Orang-orang bilang begini begitu yang bikin bete surete.

"Kok bisa perempuan melamar laki-lali, apa nggak kebalik? Kalau aku mah ogah. Harga diri, Coy!" Kata Mbak Mur, pedagang lombok di pasar Krepyak.

Ada juga yang bilang, "Ganis matre, dia tahu kalau Aru punya posisi penting di perusahaan. Makanya dia mau aja merendahkan diri eh menawarkan diri." ini nih, tetanggaku yang baru kawin, namanya Tina.

Paling nyesek itu komentar ini, "Daripada ngelamar duluan, mendingan aku mati perawan." Na ini ucapan Bik Karti, bibimu sendiri.

Huwaa! Kejam banget mulut-mulut berbisa yang menyerangku dengan ganas. Racunnya muncrat-muncrat mengenai hatiku. Jlep-jlep jlep.

Bukan Ganis kalau nggak bisa jawab, Mas. Mau tahu jawabanku? Nih dengarkan baik-baik.

"Mbak Mur pernah dengar cerita siti Khodijah? Dia perempuan setengah baya yang meminang lelaki berumur 25 tahun. Tahu yang dipinang siapa? Nabi Muhammad, Mbak. Hohoho." Mbak Mur langsung diam membisu.

Jawabanku ke nyinyiran Tina begini, "Ya iyalah, Tin. Nyari suami itu uang mapan biar nggak kekurangan satu apapun, Mas Aru juga mau sama aku kok. Mantap kan punya suami berkecukupan. Yihaa!" Sebenarnya alu nggak tega mengatakan itu ke Tina, tapi mulutnya itu minta dilakban kalau sudah resek.

Bibimu ini Mas, gemes banget aku sama omongannya. Kerjanya itu, lho, gossip mulu setelah suaminya meninggal.

"Bi Karti, aku nggak mau mati perawan, nanti penasaran dan menghantui Bi Karti piye doong?"

Yah, hanya itu yang bisa kuucapkan pada Bibimu. Aku nggak mau membalas dengan kata-kata pedas.

Makanya, Mas, keputusan ngontrak itu sangat cocok. Hijrah ke lingkungan baru berarti meninggalkan nyinyiran di tempat lama. Menjalani lembaran baru yang bersih tanpa noda.

Uhuk!

Alasan-alasan itulah yang membuatku harus mempertahankau apapun caranya. Halal lo, cara halal bukan haram. Nggak akan kubiarkan perempuan lain merebutmu dari genggamanku. Camkan itu, mengerti! (Ini ngomongnya sambil melotot asah pisau, Mas).

Caranya? Sebentar, googling dulu. Ketik "5 cara menyingkirkan pelakor", yes ini sudah dapat. Aku akan praktek sesuai dengan artikel ini, biar pelakor enyah jauh-jauh kelelep laut.

1. Nyaman: tumbuhkan rasa nyaman saat pasangan sedang bersama. Ini bener banget, Mas. Rasa nyaman itu penting banget buat kelanggengan sebuah hubungan. Kayaknya kamu nyaman banget deh, bersamaku. Buktinya sekarang Mas Aru ngorok lagi sambil peluk guling. Capek tau peluk perut, sampai kebas! Jadilah kuganti guling saja.

2. Jadi pendengar yang baik. Waw! Kuping, mana kuping. Aku akan siap mendengarkan semua keluh kesahmu, Mas. Kalau perlu bakal kubuatin teh anget sambil mendengarkan kamu curhat masalah yang mendera. Aih, romantisnya!

3. Perhatian. Oho? Ini keunggulan wanita, Mas. Makhluk yang konon dari Venus ini bakal buat kamu klepek-klepek. Aku akan perhatian sama kamu, Mas. Dari mulai buka mata sampai tutup mata, bakalan aku perhatikan! Waspadalah! Ketawa ipliz.

4. Beri Kejutan. Maksudnya waktu Mas enak-enak bubuk, langsung teriak nyaring di kuping, ya? Pasti deh langsung kejugrak. Lalu? Aku kena tabok. Ah, bukan itu ding. Kasi kejutan, kasi hadiah buat pasangan. Ya deh ntar kubelikan Mas Aru kolor baru warna pink.

5. Hot di ranjang. Wua, kata artikel, inilah kunci sukses bikin pelakor minggat! Kalau sudah kepanasan, kebanyakan lelaki nggak bakal melirik perempuan lain. Masalahnya, maksud hot di sini apa, ya? Masih belum paham. Maklum pemain baru. Sabar ya, seiring waktu pastilah nanti bisa-bisa sendiri.

Ah, sudah jam 10, perutku lapar. Tadi pagi cuma sarapan roti selai. Kruyuk-kruyuk terdengar pilu dari dalam usus.

"Mas, bangun. Ayo kita cari makan lalu jalan-jalan di taman. Aku bosan di kamar terus."

Aku menggoyangkan bahumu yang masih telanjang. Mas Aru membuka mata. Kedip-kedip gemas.

"Ada apa?"

"Lapar, Mas."

"Oh, iya. Aku juga lapar. Tunggu sebentar, aku mau pakai baju dulu."

"Mandi dulu, Gih. Sekalian sholat Dhuha."

"Kamu sudah, Nis?"

"Sudah, dong. Ayo sana aku tungguin."

Mas Aru menyeret tubuhnya ke kamar mandi. Setelah keluar kamu melaksanakan sholat Dhuha dua rokaat. Jemariku melingkari lenganmu, Mas. Kita menuju resto sambil lengket-lengketan.

Aw romantis!

"Mas, nanti sore kita harus balik ke kota. Rasanya pingin terus di sini bulan madu selamanya."

"Sudah waktunya kerja, Nis. Cari duit. Kalau udah ngumpul kita ke sini lagi, ya, liburan."

"Siyap! Mas Aru mang yang terbaik. Oiya, Mas, menurutmu pernikahan kita bakal langgeng, nggak?"

Kamu tiba-tiba berhenti berjalan. Pandanganmu menyapu tajam.

"Kenapa berkata begitu, Ganis? Aku menikah bukan untuk main-main."

"Selow dong, ah. Aku juga, Mas. Kita saling bantu menjaga keutuhan hubungan ini, ya. Aku percaya padamu."

Kamu menowel pipiku, "tumben Ganis jadi manis seperti gula batu? Biasanya pedes-pedes gimana. Hahaha."

"Iyalah, istri Aru, gitu."

Kita tertawa bersama. Melangkah menuruni tangga, melewati kolam buatan yang penuh dengan ikan merah berkejaran. Suara air mancur mini membuat suasana makin asri.

Kebahagiaan kecil itu rusak dengan datangnya orang tak diharap. Dari arah berlawanan, seorang wanita mulus berambut cokelat datang menghampiri. Senyumnya lebar, menatap mas Aru dengan tatapan senang.

Aku nggak suka, Mas!

"Itu Zeta, Mas. Ngapain dia ke sini?" Aku nggak mau melepas lenganmu, yang ada, genggamanku semakin erat sampai mas Aru meringis kesakitan.

"Aru, nggak nyangka bertemu di sini." Zeta mengulurkan tangan. Hendak menjabat tangan mas Aru. Aku langsung menggantikan jabatan tangan suamiku.

"Lho, Zeta. Kamu juga bulan madu di sini?" Nada suara kubuat seceria mungkin. Aslinya pingin jambak ini betina.

"Nggak Nis, aku mau balik ke kota. Sudah ditunggu sopir. Boleh aku bicara dengan Aru sebentar?"

Enaknya boleh nggak, ya?

Next

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 25, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Curhat Pengantin Baru (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang