Engkau bercerita padaku tentang kegelapan,
dan aku menjawabnya dengan kegelapan yang hampir sama ronanya.
Lalu engkau beranjak menuju mimpimu menelusuri belantara baru,
tetapi aku tetap memilih bertahan dengan duniaku.
Ya, aku memilih menikmati hidupku dengan cara yang kupilih,
demi sebuah mimpi yang kuyakin tak kalah dahsyat dibanding mimpimu.
Di atas rentang waktu yang menghampiri,
kembali engkau bercerita tentang kegetiran langkahmu,
dan aku menjawabnya dengan kegetiran yang hampir sama hitamnya.
Lalu engkau beranjak menuju hatiku, menelusuri ruang imajinasiku,
kubiarkan kau menjelajahinya dengan segenap kerakusanmu akan asmara.
Hempaskan aku pada dunia yang kau pilih.
Setelahnya, sila engkau memaki apa saja yang bisa engkau maki.
Berjanjilah untuk tidak mendengar suara apa pun, kecuali suara hatimu.
Berjanjilah untuk tidak memahami kata apa pun, kecuali kata hatimu.
Dan berjanjilah, bila suatu saat nanti langkahmu tersesat,
atas nama jejak yang pernah engkau lalui, jangan pernah sekalipun menyalahkan waktu.
Mengagumlah pada keindahan yang berdiri di atas kesederhanaan jiwa,
seperti yang tertulis di mimpimu.
Tak usah pedulikan walau singgasananya jauh melampaui batas imajinasimu.
-------------------------
Bandung, Juni 2012
TM Hendry, s