28. Ha?

1.5K 57 10
                                    

ALERGIO
BAG. 28
HA?

...

Udara semakin sejuk saja. Semakin naik ke puncak, semakin dingin pula udara yang berhembus. Maka usaha untuk merapatkan jaket harus paham-paham.

Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Dari sini, warna langit tidak begitu jelas karena tertutup oleh pohon-pohon yang menjulang tinggi. Tapi begitu melihat suasana yang semakin gelap, pastilah cuaca sedang mendung.

Kaki Aletta terus menapak untuk menaiki ke atas bukit. Ia begitu merapal dalam hati, bahkan sampai sekarang ia masih berkomat-kamit. Dinginnya suhu udara membuat Aletta tak kuasa menahannya. Badannya menggigil, mengikuti arah angin yang berhembus.

Jaketnya tertinggal di tenda, ia hanya mengenakan kaos lengan pendek yang tak seberapa tebalnya. Aletta sesekali merutuk. Ini orang yang membawanya pergi kok enggak bertanggungjawab sih?!

Argio mah enak, pakai jaket. Nah Aletta?! Sungguh teganya Argio membiarkan Aletta kedinginan seperti ini.

"Sebenarnya ini mau kemana, sih?" Aletta menetralkan suaranya yang bergetar.

"Menjauhi sekitar."

"Buat apa?"

Aletta menggeram ketika Argio hanya diam tanpa mau repot-repot menjawab pertanyaannya.

"Sebenarnya ini orang punya mulut enggak, sih?" gumam Aletta dengan nada yang begitu pelan.

Tangannya yang ditarik oleh Argio membuat Aletta pasrah mengikuti kemana si calon imam, eh, si anu membawa dirinya. Aletta tidak peduli. Ia sudah letih karena sehabis perjalanan alam, ditambah lagi diseret Argio ke tempat antah berantah.

.....

Rafaela bersama dengan Daffa-Denny mendecak geram begitu tak menemukan keberadaan Argio di sekitar kemah.

Sudah hampir setengah jam ia mencari keberadaan Argio namun tak sedikitpun ia melihat Argio menampakkan batang hidungnya.

"Ini bocah, yang ketua panitia dia, tapi orangnya ngilang ditelan bumi."

Daffa menyahut geraman Rafaela. "Bagaimana kalau kita jumpa Argio, tuh bocah kita tenggelamkan saja di danau Toba?"

"Ide bagus." Denny bertepuk tangan. Ia bahkan menjentikkan jarinya seakan-akan usulan dari Daffa adalah sebuah ide yang brilian.

"Berteman sama kalian, gue jadi nggak beres!" Rafaela mendengus dan memicingkan matanya menatap tajam Daffa dan Denny.

Mendengar itu, Daffa tidak terima. Ia mendedikasikan lalu berdramatis. "Asal lo tau aja, sebenarnya gue makan hati mulu berteman sama Argio. Untung itu anak wajahnya masih bisa diandalkan, kalau enggak uda gue bogem juga tuh anak."

"Hastag, curhatan hati seorang Daffa. Bha-haha..."

Mendengar tawa membahana milik Denny, Daffa cemberut. Ia menatap Rafaela bermaksud meminta tolong. Tetapi laki-laki itu menatapnya garang dengan meletakkan kedua tangannya di pinggang.

Ambyar sudah. Daffa selalu tertindas.

"Gue bayar tawa kalian dengan kesuksesan gue, lihat aja. Seorang Daffa Asri bakal jadi Presiden!"

Suasana hening.

"Daffa bakal jadi Menteri!"

Suasana tetap saja hening.

"Daffa bakal jadi Menteri Para Jomlo."

"Horeee..."

Daffa mendengus mendengar riuhan Denny dan Rafaela. Dasar kawan, untung teman.

Eh.

"Tunggu di pos depan aja lah, mana tau dia lagi keliling. Biasalah, Argio anak mami kagak pernah ke Bukit Paropo." putus Rafaela.

Mereka bertiga memutuskan untuk menunggu di Pos saja.

.....

Kalau saja ia tak ingat dirinya sedang dimana, sedang diapa, sedang mengapa, maka Aletta akan jingkrak-jingkrak sambil bergoyang hulahup begitu melihat pemandangan alam Bukit Paropo dari atas ini.

Tapi demi menjaga image, Aletta menunjukkan raut wajah biasa-biasa saja. Tidak boleh terlihat alay, ceklis. Tidak boleh terlihat lebay, ceklis. Tidak boleh terlihat gagal move on, cek—belum. Aletta masih otw move on lho pemirsa.

"Cantik?"

Aletta mendongak, menatap Argio yang menjulang tinggi di sampingnya. "Iya, saya emang cantik."

Dapat Aletta dengar Argio yang mendengus pelan. Namun tak lama kemudian, lelaki itu mendaratkan tangannya di kepala Aletta. Rasanya Aletta ingin terbang saja begitu merasakan puncak kepalanya yang dirilis oleh Argio.

CALON IMAM GUE, WOY. CALON IMAM GUE NGELUS PALA GUE. SUMPAH DEMI APA GUE PENGEN TERJUN BEBAS.

Dewi tanpa malu Aletta berteriak. Sekuat tenaga Aletta menahan tawa histerisnya yang ingin meledak. Sebisa mungkin ia menyimpan memori ini di dalam ingatan buruknya.

"Jangan kepedean."

Aletta hanya diam. Menunggu kelanjutan ucapan Argio.

Btw, mengapa sekarang si anu ini bersikap manis seperti ini ke dia?!

"Alam ini indah, sebab itu harus dijaga,"

Ya teruuuus?!

"Sunset di pantai emang indah. Tapi manusia kadang lupa kalau sebenarnya sunrise lebih indah, dan sunrise dilihat dari ketinggian itu indah."

Berbelit amat sih, massss. To the points aja deh.

"Aletta."

Begitu indahnya namanya yang disebut oleh Argio. Ya Tuhan, kebaikan apa yang dilakukan Aletta sehingga ia bisa merasakan hal seperti sekarang?

"Iya?"

"Gue minta maaf."

Ha?

.....

TBC
Singkat? Wah ya jelas.
7 vote gue bakal double update.

Ig: putriwamanda

[Senyummu mengalihkan duniaku, Yo]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Senyummu mengalihkan duniaku, Yo]

ALERGIO [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang