Aletta menuliskan kalimat-kalimat abstrak dalam beberapa sticky notes miliknya. Meskipun tangannya tetap saja bekerja, namun mulutnya sedari tadi tak berhenti mengomel.
Di sebelahnya, Sania mencebik kesal mendengar gerutuan perempuan ini. Kemudian Sania mencolek pundak milik Riris yang duduk di depan mereka. Riris menoleh dengan wajah yang memerah—sehabis bangun tidur.
"Minjem headset lo dong, Ris."
Riris mengangguk dan memberikan headset miliknya kepada Sania. Setelahnya, Riris kembali melanjutkan tidurnya yang terganggu dari Sania.
Masih tetap menghiraukan omelan-omelan milik Aletta, Sania menyumbatkan headset berwarna abu-abu itu di telinganya.
Ya memang, guru yang memasuki mata pelajaran di kelas X IPA 1 itu telah pergi sejak setengah jam yang lalu akibat ada beberapa hal yang mendesak untuk segera dilaksanakan.
Ada yang sibuk menyalin catatan.
Ada yang sibuk mencontek jawaban dari PR PPKn.
Ada yang tertidur.
Ada yang bermain game online.
Ada yang bermain ponsel.
Dan ada juga yang sibuk dengan kertas-kertas bertuliskan kalimat abstrak seperti Aletta.
Barangkali Tuan ingin sesuatu,
Ucap saja pinta Tuan pada hamba.
Sebab rasanya memahami kemauan Tuan pun tak mampu,
Kepada Tuan, mohonlah beri hati untuk si sahaya.
Aletta membaca tulisannya sekali lagi, merasa tidak sesuai dengan kemauannya, Aletta merobek kertas itu menjadi dua bagian.
Dia melipat tangannya di atas meja. Matanya berkeliaran menatap sekitar. Ternyata teman-teman sekelasnya pada sibuk dengan dunia masing-masing—pun termasuk dirinya.
"Kok rasanya Tante Anita kayak gak asing, ya?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Hatinya merasakan keraguan, begitu takut untuk menatap ke depan.
Apa sebelumnya dia pernah berhubungan dengan Argio? Atau keluarga Argio?
Tapi mengapa tak sedikit pun memori yang tersimpan di otaknya tentang Argio dan Anita?
Aletta hanya mengenal Anita sebagai seorang sahabat sekaligus partner bisnis mamanya. Selebihnya, Aletta tidak tau siapa itu Anita.
"Oh, ayolah otak. Mengapa dirimu selalu tak bisa diandalkan untuk mengingat seseorang?"
Aletta terdiam cukup lama, hingga sebuah kilasan yang kurang jelas melintas sesaat di pikiran kosongnya.
Tapi, apa maksudnya dengan kilasan itu?
Seorang anak kecil yang bersimbah darah di aspal.
...
"Jadi... ada apa, Kak?"
Aletta melayangkan pertanyaannya ketika mereka sudah memasuki komplek perumahan Aletta. Sedari parkiran sekolah—Argio yang tiba-tiba mengajak dia untuk pulang bersama menaiki Vespa antiknya hingga perjalan menuju rumahnya, saat sekarang Aletta menanyakan maksud dan tujuan dari Argio.
Tidak mungkinkan tiba-tiba kecantolan malaikat sehingga mau mengantarkan Aletta tanpa sebab?
Eh, Aletta baru menyadari kalau yang sedang dia duduki sekarang adalah jok motor kesayangan milik Argio! Wah, gila. Sebuah pencapaian Aletta yang Maha Luar Biasa.
"Ya gak ada apa-apa!"
Astaghfirullah, kok malah nge-gas? Aletta mengelus dadanya bersikap sabar.
"Oh oke." Baik Aletta maupun Argio terdiam. Aletta yang masih bingung dengan apa yang terjadi sementara Argio yang mencoba fokus pada keadaan jalanan. "Nanti kalo udah jumpa taman komplek, belok kiri. Masuk ke blok D nomor 4A."
Di balik helm yang membungkus kepala Argio, dapat Aletta dengar jika Argio berdecak, barangkali sebal.
"Lo kira gue gak pernah ke rumah lo?"
"Ya?"
"Lupa kalo gue udah sering ngantar lo pulang?"
"Ya?"
"Gue juga udah tau kali. Bikin kesal aja."
"What?"
Ini mengapa tiba-tiba Argio jadi mode nge-gas gini? Apa perlu Aletta bertransformasi menjadi sebuah rem untuk mengendalikan Argio? Atau dia harus menjadi kompor agar baik Argio maupun dia menjadi meledak lalu terjadi kebakaran jenggot?
Sesampainya di pekarangan rumah Aletta, Vespa itu dicagakkan lalu si empu membuka helm yang ada di kepalanya.
Aletta menatap horor. "Kakak ngapain? Aku kan gak ada ngajak Kakak buat ikut masuk ke rumah."
Lagi dan lagi Argio menunjukkan wajah tak senang dengan Aletta. Segera dia menarik tangan Aletta lalu memasuki kediaman milik perempuan itu setelah mengucapkan uluk salam.
Aletta speechless, yang punya rumah siapa woi?
Setelah dengan seenaknya mendudukkan diri di sofa ruang tamu kediaman Aletta, Argio menyuruh perempuan yang masih diam saja sedari tadi untuk duduk di depannya.
Entah bodoh atau otaknya yang masih saat ini belum terkoneksi, Aletta linglung dan dengan kasar mempertemukan bokongnya dengan sofa empuk kesayangan papanya.
"Jadi... ceritakan apapun yang ada di otak lo. Ini semua tentang lo sebagai Isca, adik kecil gue yang masih katanya!"
Pikiran Aletta kosong. Lelaki di hadapannya ini ngomong apa? Sedangkan dia sama sekali tidak tau tentang adik kecil-adik kecil lah. Sinting. Di sini yang bodoh dia atau keadaan?
"Aku gak tau. Eum, aku gak ingat, mungkin."
"Dengar Aletta. Jawab gue sejujurnya. Lo pernah koma, kan?"
"Ha?"
...
Guys, coba cek di awal-awal part. Nama emaknya si Argio itu Amira yakan? Huuu, di sini nama emaknya saya buat Anita.
Ada yang nyadar ga?
Enakan sekarang di-revisi atau setelah Alergio tamat aja ya?
Sama ini...
Ada yang mau give away totebag yang dari Aletta ga?😌Kalo belum tau totebag-nya, coba buka di part 34. SADLY RAFAELA.
Kalo banyak peminatnya, bakal saya kasi ya rulesnya🙆🙆
See you...
KAMU SEDANG MEMBACA
ALERGIO [COMPLETED]
Teen Fiction#1inAletta (21/04/2020-21/05/2020) Meet Aletta Frisca, perempuan unik yang begitu berambisi untuk menaklukkan hati Argio. Meet Argio Tirta, lelaki sejuta pesona yang hanya menganggap Aletta adalah hama. Bagaimana jika Aletta terus melakukan misinya...