33. Buku Petunjuk

1.2K 37 0
                                    

ALERGIO
BAG. 33
BUKU PETUNJUK
...

Rafaela menelusuri isi perpustakaan sekolah. Jarinya ia letakkan di batang buku sambil memilah satu per satu judul buku tersebut. Bahkan hingga mataya lelah, ia juga belum beranjak dan menemukan sesuatu yang dicari olehnya. Lelaki itu tak kenal lelah walau hampir 2 jam Rafaela berada di perpustakaan.

Waktu telah menunjukkan pukul 5 sore lewat. Dilihat dari luar, langit sore mulai menampakkan wajahnya yang menjingga. Sekolah telah sepi sebab hari ini merupakan hari Kamis, di mana tidak ada jadwal ekstrakurikuler maupun kegiatan non-KBM yang berlangsung.

Setelah lelah menelusuri bagian history, Rafaela mengucekkan matanya yang terasa perih. Lelaki itu mendecak. Mengapa tak ada satu pun hal yang mencurigakan yang ia temukan di ruang perpustakaan sekolah? Rafaela memijit tengkuknya sebentar, ia mendengus begitu mencium bau tak sedap yang berasal dari seragam sekolahnya yang telah lusuh.

"Ini masalahnya bener-bener bersih. Gak ada hal yang mencurigakan yang gue temukan. Bahkan riwayat kepala sekolah maupun riwayat sekolah ini aja gak ada keterangannya! Bener-bener, bisa mati penasaran gue kalau kaya gini caranya."

Rafaela berjalan menuju etalase majalah. Matanya menelaah ke bagian-bagian sampul majalah. Sesekali ia menggerakkan lehernya yang terasa kaku. "Ah, mengapa pekerjaan ini semakin lama semakin terasa sia-sia?"

Bunyi pintu berderit mengalihkan perhatian Rafaela. Di sana, Argio sedang menutup pintu perpustakaan kemudian berjalan ke arahnya setelah ia melemparkan tasnya ke sembarang arah.

"Gue liat ada mobil Pak Edi, tadi di parkiran dewan guru."

Rafaela kembali melanjutkan pencariannya. Ia mengabaikan ucapan Argio. "Ingin tubuh ideal-shit. Kenapa di perpus sekolah ada majalah seperti ini?"

"Mana?" Argio melengokkan wajahnya mendekati Rafaela.

"Minggir!" Rafaela mendorong kepala Argio yang menghalangi pandangannya.

"Penjaga perpustakaan siapa, sih?"

"Kagak tau, kayanya sih kerabat Pak Edi." jawab Argio lalu berjalan ke meja penjaga perpustakaan SMA Kebangsaan Medan. Lelaki itu menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.

"Kenapa lo terlalu begitu membenci Pak Edi?"

"Gue?"

Rafaela mendecak, dasar Argio. "Emangnya siapa lagi? Jelas-jelas hanya ada mereka berdua yang berada di ruang perpus. Menurut lo, gue lagi ngomong sama siapa?"

Argio menggoyangkan badannya selaras dengan kursi yang bergerak ke kanan lalu ke kiri.

"Yah, gue gak benci, sih. Cuman kurang sreg aja sama Pak Edi."

"Sama aja." Rafaela mendesis kemudian mantan Ketua Osis SMA Kebangsaan Medan itu kembali menaruh atensinya untuk mencari sebuah petunjuk yang mungkin saja ada di dalam perpustakaan sekolah. Entah mengapa Rafaela yakin jika di dalam perpustakaan ini menyimpan rahasia itu.

Matanya terus menajam untuk membaca judul dari buku-buku tersebut. Untuk lagi dan lagi, ia hanya bisa menggeram, sudah hampir satu rak buku yang ia telaah namun tak mendapatkan apa yang ia mau.

Entah mengapa, kasus kebakaran ataupun kasus perampokan besar-besaran yang terjadi di SMA Kebangsaan Medan ini begitu dirahasiakan secara halus. Oh ya Tuhan, terkutuklah mereka-mereka yang menyebabkan keganjalan ini.

Waktu telah menunjukkan hampir pukul 6 sore, namun Rafaela masih saja terus mencari dari satu rak ke rak buku yang lain. Bahkan lehernya yang pegal saja tak ia hiraukan, apalagi perut yang sedari tadi berteriak seperti; Hei, Rafaela nama cewek, kapan lo kasih gue makan? Lo mau bunuh gue ya? Begitu kira-kira yang perutnya demokan kepada dirinya namun ia abaikan seperti perasaan kepada doi.

Sedangkan Argio, lelaki itu malah enak-enakan hanya duduk di kursi penjaga perpustakaan dan menonton Rafaela yang sedari tadi mondar-mandir mencari petunjuk seperti yang dilakukan Rafaela adalah shooting film.

Dasar adek kelas kurang ajar!

"Demi apa, anjir, kepala gue mau meledak, perut gue mau bolong, leher gue mau patah! Kenapa gak ada sedikitpun harapan buat nemuin kamu sih, wahai petunjuk?" Rafaela menjambak rambutnya dan tergeletak tak berdaya di lantai perpustakaan.

Argio tertawa, mendengar tawa menghina itu, Rafaela semakin berang, ia mengumpat, "memang goblok, setan, iblis, anjir, setan, setan, setan, dan setan lo, Argio bazeng!"

Argio mengangkat jarinya dan memberikan jempol kepada Rafaela, kemudian membalikkan jempol itu. "Gue gak suka dipuji, apalagi sama Pak Edi, si tua Bangka," Argio bangkit dan berjalan ke pojok perpustakaan yang sedikit tak terawat. Lalu ia mengambil sebuah byku yang memang hanya satu-satunya berada di rak itu. Lalu mengibas-kibaskan tangannya untuk mengusir debu.

Ia berbalik, berjalan ke arah Rafaela yang sekarang telah duduk sila. Menunjukkan buku yang membuat Rafaela membelalakkan matanya. Sekali lagi ia mengumpat, "anjir, Argio. Kenapa gue yang nyari hampir tiga jam enggak dapat itu buku data pegawai SMA Kebangsaan Medan?! Kenapa lo gak bilang dari tadi?! Dan-dan-dan, kenapa gue yang gobloknya minta ampun?!"

...

Satu part ini khususon membahas tentang masalah sekolah ini yaw

SELAMAT MENJALANKAN IBADAH PUASA

MARHABAN YA RAMADHAN 1440 H

MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN YA

With love,

Amani Dalimunthe

ALERGIO [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang