10 ~ Feeling Helpless

816 101 7
                                    

Malam ini terasa begitu indah. Langit gelap yang dihiasi lampu lampu kota, hembusan angin yang menenangkan, dan juga suara samar klakson kendaraan yang saling bersahutan. Definisi sempurna dari Beautiful Night of The Town.

Valia tengah menikmati itu semua. Memakai hoodie pink pastel dan celana pendek putih, dia duduk di pagar pembatas balkon dengan kaki yang menjuntai keluar pembatas. Rambut abu abu yang biasa diikat dua, kini dibiarkan tergerai dan menari bersama angin malam. Di tangannya terdapat sebuah buku bersampul hitam yang cukup tebal. Buku yang berjudul "Parallel Worlds" karya Michio Miku.

Ah, ya. Karena kalung ini tidak dapat dilepas untuk dicek, jadi Valia berinisiatif untuk mencari cara lain. Secara ilmiah, dan menurut para fisikawan.

Dia telah membaca semua hal mengenai dunia paralel, dimensi-dimensi dan semacamnya. Buku karya Michio Miku ini, karya Stephen Hawking yang berjudul The Grand Design, novel novel sci-fi seperti God of Themselves dan Tommorow Land pun sudah dia baca. Namun tak ada satupun dari teori mereka yang pas dengan keadaannya.

Valia menghela napas, menatap buku yang ada ditangannya. Dia sudah membaca setengah dari buku yang tebalnya mencapai 404 halaman ini. Dan sekarang, semua teori tentang dunia paralel atau dimensi lain berterbangan di kepalanya. Teori M, Big Bang yang kemungkinan sedang terjadi di galaksi galaksi lain, alam semesta di ujung black hole, masih adanya telur kosmik yang belum menetas di galaksi sana, dan... dan... ugh!

Valia memejamkan mata dan bersandar pada penyangga atap yang ada disisi kanannya. Tiba tiba saja mual melanda perutnya, yang mana itu sebagai pengingat kalau dia sedang terlalu banyak berpikir. Cukup aneh memang, terlalu banyak berpikir tapi yang sakit malah perutnya. Yah, begitulah kerja tubuhnya.

"Kau bisa terjatuh jika duduk seperti itu."

Valia terlonjak dan benar benar hampir jatuh dari lantai dua jika saja tidak ada tangan yang menarik lengannya. Dia ingin sekali mengumpati orang yang mengagetkannya jika itu bukanlah salah satu tokoh komik favoritnya.

"Astaga, kak Lazark. Kau hampir membuatku terkena serangan jantung mendadak." Valia mengelus dada dan melepas cekalan tangan Lazark di lengannya untuk merubah posisi duduk. Sekarang kakinya berada didalam area pembatas balkon.

"Aku hanya mengingatkan."

"Tapi kau mengagetkanku!" Sungut Valia kesal.

Valia kemudian menatap Lazark dari atas sampai bawah. Rambut pirang yang terisir rapih, masker yang menutupi paras tampannya, dan pakaian hitam ber-lis emas khas para bangsawan.

"Kau... mau kembali, ya?" Tanya Valia dengan suara pelan.

"Ya," jawab Lazark singkat.

"Tapi ku kira kau sedang melatih Regis,"

"Rael yang akan menggantikan ku," kata Lazark. Dia kemudian mendekati pagar balkon sembari menarik masker yang menutupi mulutnya. "Lagipula, aku sudah lama meninggalkan Lukedonia. Aku harus kembali."

Desau angin menjadi pengisi suara diantara keheningan mereka. Valia menunduk dengan wajah yang menampakkan ekspresi... sedih? Kenapa? Kenapa dia menunjukkan ekspresi itu?

Selama ini, Lazark tau kalau gadis abu abu yang berada disampingnya ini adalah gadis yang berisik dan selalu tertawa. Tapi baru baru ini, dia terlihat sering melamun. Dan ketika mereka bertemu pandang, dia akan memalingkan wajah dengan ekspresi tak mengenakan itu.

Hal itu mengganggu Lazark. Untuk itu sebelum kembali ke Lukedonia, dia ingin bertemu Valia untuk mencari tau sebab dia melihatnya seperti itu.

"Kak Lazark, boleh aku tanya sesuatu?" Lazark melihatnya. Ada keraguan yang terselip dalam nada dan wajah itu.

In Noblesse World [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang