"Apa???", Davis dan Prisca terkejut mendengar penjelasan dari Alex memanggil mereka. "Kenapa kalian terkejut? Kalian sudah tahu kan?", tanya Alex. Prisca menggelengkan kepalanya dan berusaha membela diri, "saya bener-bener nggak tahu pak!"
"Bagaimana kamu nggak tahu? Kan kamu yang bawa bunga mawar itu kesini, dan kamu juga yang kasih bunga itu ke bu Janeta!", kata Alex marah.
"Tapi saya nggak tahu soal bubuk merica di bunga itu!", Prisca berusaha meyakinkan. Alex terdiam kemudian memandangi Davis yang tak berkata apa-apa sebagai pembelaan diri. "Kalau kamu bagaimana, Davis?", tanya Alex.
"Apanya yang bagaimana pak?", tanya Davis tak mengerti.
"Jangan pura-pura nggak tahu! Prisca bilang kalau bunga itu dari kamu!"
"Apa?", Davis menatap Prisca tajam. Prisca pun menatap dengan pandangan yang sinis.
"Bagaimana Davis? Kamu tahu kan soal bunga dan bubuk merica itu? Atau jangan-jangan kamu yang udah naburin bubuk merica itu ke atas bunga mawar yang dibawa sama Prisca?", Alex mencoba menebak. Davis dan Prisca terdiam. Tiba-tiba Alex menggebrak mejanya dan membuat keduanya terkejut. Wajah Alex merah padam karena marah. "Kalian tahu? Gara-gara ulah kalian, bu Janeta terus-terusan bersin dan sekarang beliau terpaksa harus pulang! Kalian sadar nggak apa yang sudah kalian lakukan itu sangat merugikan siswa-siwi lain juga karena bu Janeta tidak bisa mengajar di kelas mereka!", Alex sangat marah besar, Prisca tak pernah melihatnya semarah ini sebelumnya. Hal ini membuat Prisca sangat menyesal atas perbuatannya. "Prisca", panggil Alex. Prisca yang dari tadi menunduk berusaha memberanikan diri mengangkat wajahnya menatap Alex yang sudah memandanginya dengan tatapan tajam. "Saya kecewa dengan kamu", kata Alex kemudian. Saat itu juga Prisca sangat terluka, hatinya terasa hancur berkeping-keping ketika orang yang ia sukai menyatakan bahwa ia merasa kecewa terhadap dirinya. Lututnya gemetaran, rasanya kaki Prisca tak kuat lagi menahan beban tubuhnya. "Dan kamu Davis", panggil Alex. Davis dengan tegas menatap Alex menunggu ia berbicara. "Sebagai kakak kelas kamu seharusnya bisa menjadi teladan!", kata Alex kemudian, namun sikap Davis tetap tenang dan tetap tegas memandang Alex saat berbicara kepadanya.
**
Sebagai hukuman atas perbuatan mereka, Prisca dan Davis harus membersihkan taman sekolah yang kotor hingga bersih kembali. Dengan terpaksa keduanya pun menuruti perintah itu. Setelah jam sekolah selesai keduanya pun bersiap-siap membersihkan taman sekolah yang kotor karena banyak anak membuang sampah sembarangan, terlebih lagi baru saja dilaksanakan kegiatan MOS. Banyak anak yang makan dan minum di taman dan meninggalkan sampah di tempat itu. Davis dan Prisca saling membisu, suasana menjadi sangat hening, yang terdengar hanyalah suara tiupan angin sore dan gesekan sapu bersama daun kering. Tawa yang sebelumnya sempat tercipta di antara mereka kini lenyap seketika seperti gelembung yang meletus, hilang tanpa bekas. Sudah cukup lama mereka membersihkan taman itu, tanpa disadari mereka hampir sampai di ujung taman. Sepanjang waktu itu pun mereka tak juga saling bicara. Walau hati merasa kesal, tapi Prisca memilih untuk tetap diam. Davis yang sering marah pun kini ikut diam seribu bahasa. Prisca memandang sekelilingnya, seluruh taman itu dari ujung ke ujung. Namun, pandangannya berhenti ketika ia melihat pohon besar tampat ia bertemu dengan Tasya. Di bawah pohon itu terdapat banyak sekali daun kering yang juga harus ia bersihkan. Prisca menghela napas panjang kemudian ia berjalan mendekati pohon itu dan mulai menyapu daun-daun kering yang gugur dari pohon itu. Tak ada sampah lain disana, hanya daun kering. Davis melihat Prisca dan mulai ikut menyapu daun-daun itu. "Ehem", Davis mulai bersuara, namun hal itu tak ditanggapi sama sekali oleh Prisca. "Heh, ini semua salah lo", kata Davis kemudian. Ia menyalahkan Prisca atas semua yang terjadi.
"Apa?", tanya Prisca seolah-olah tak mendengar ucapan Davis.
"Gue bilang ini salah lo!", kata Davis dengan suara lebih keras. Prisca tertawa kecut mendengar ucapan Davis. Ia membalikkan badannya menghadap Davis lalu memandangnya tajam. "Apa?", tanya Davis yang tak suka dengan pandangan Prisca.
KAMU SEDANG MEMBACA
High School, I'm in Love
Teen FictionKisah romansa remaja. Prisca si gadis ceria yang selalu bertengkar dengan kakak kelasnya, Davis yang telah merusak hubungannya dengan cinta pertamanya, Alex. Dalam perjalanannya yang dilengkapi dengan kisah persahabatan dan mimpi dalam dunia teater...