Part 12

11 1 0
                                    


Prisca masih diliputi kekesalan yang baru ia dapatkan setelah bertemu dengan Davis. Ia berjalan dengan cepat hendak menuju kelas, namun pikirannya yang masih kacau membuatnya berhenti di tengah jalan dan kembali mengeluarkan omelan tak jelas dari mulutnya. "Hah! Apa dia bilang? Ketimpa Leo?", katanya pada diri sendiri yang disertai tawa kecut. "Apa dia lupa kalau gue yang nimpa badannya? Dan dia bilang apa? Si Leo? Anjing Buldognya itu? Jadi, dia nyamain gue sama anjingnya?", Prisca mulai berceloteh tak karuan. Sesekali ia menarik napas panjang berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri, tetapi setiap ia teringat kembali kata-kata yang diucapakan Davis barusan justru membuatnya semakin kesal bahkan marah. "Haah!! Sialan! Nyebelin banget sih tuh orang!", seru Prisca kesal. Wajahnya makin merah padam seperti orang yang baru berdiri dibawah terik matahari. Ia terus mengomel dan bahkan tak peduli jika orang lain mendengar umpatan-umpatan yang ia keluarkan. "Okay! Tenang, Pris! Tenang! Lo nggak boleh terpengaruh sama dia! Lagian, ini bukan pertama kalinya kok dia ngatain gue. Kenapa gue mesti kesel?", kata Prisca kemudian untuk menenangkan pikirannya. Sesaat ia memejamkan mata dan kembali menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan lembut. "Tapi...", katanya lagi seraya membuka matanya. "Kenapa dia bohong soal kejadian semalem? Apa dia malu ceritain hal ini ke orang lain?", Prisca mulai berpikir keras. "Bukannya gue yang harusnya malu kalau cerita ini sampai kesebar? Kenapa kesannya dia yang jaim?", celoteh Prisca tanpa henti. "Ha...ha...ha...", Prisca kembali tertawa kecut. "Hah! Bagus deh kalau dia bisa jaga rahasia! Harga diri gue bisa turun kalau orang-orang tahu dia pernah nolongin gue", katanya kemudian. Walaupun terdengar sangat meyakinkan, namun sepertinya hati Prisca menginginkan hal yang lain.

"Apa yang jatuh?", tanya Reza yang tiba-tiba muncul dari belakang Prisca.

"Aaa!!!", teriak Prisca yang terkejut oleh kehadiran Reza yang tak terduga. "Eh, elo, Za? Bikin kaget aja!", kata Prisca yang berusaha mengatur detak jantungnya kembali.

"Sorry, Pris. Abis gue liatin dari tadi lo ngomel-ngomel sendiri dan ngomongin soal 'jatuh-jatuh' gitu. Emang apa yang jatuh? Lo abis jatuh?"

"Oh, enggak kok. Gue nggak abis jatuh", jawab Prisca yang sudah lebih tenang.

"Oh, jangan-jangan maksud lo jatuh cinta, ya? Ciyee", ejek Reza tiba-tiba. Prisca mengernyitkan keningnya sejenak seolah berpikir. Bukankah Reza adalah orang yang sedang dirumorkan memiliki perasaan pada Prisca? Lalu kenapa ia begitu mudahnya bicara seperti itu? Apakah hal itu memang hanya sekedar rumor belaka?

"Hei! Kok malah ngeliatin gue kayak gitu? Kenapa, sih? Ada yang aneh ya dari muka gue?", tegur Reza secepatnya.

"Hmm... nggak apa-apa kok. Lupain aja", jawab Prisca sambil memalingkan wajahnya.

"Oh, okay. Tapi kalau misalkan lo mau cerita sama gue, cerita aja. Gue siap dengerin kok", kata Reza dengan lembut hingga membuat Prisca bingung dengan sikapnya. Sebenarnya bagaimana perasaan Reza terhadap dirinya? Apakah ia hanya sekedar basa-basi bicara seperti itu ataukah memang ada rasa perhatian yang ingin ia sampaikan? Prisca tidak tahu. Dan bagaimana ia harus mencari tahu? 

"Pris? Kok lo ngelamun lagi, sih?", tanya Reza cemas. Ia juga sempat menarik lengan Prisca dengan lembut.

"Oh! Nggak apa-apa kok! Sumpah nggak apa-apa!", jawab Prisca gugup.

"Lo sakit?"

"Eh? E-enggak kok. Gue baik-baik aja. Kenapa? Lo khawatir gue sakit?", tanya Prisca mulai salah tingkah.

"Ha...ha...ha... mungkin! Abis dari tadi gue nanya, lo nggak jawab! Malah ngeliatin gue aneh gitu", jelas Reza sambil tertawa geli karena Prisca yang keburu salah tingkah.

"Oh, gitu? Sorry deh", kata Prisca sedikit kecewa. "Lo nanya apaan tadi?", tanyanya.

"Gue tanya, lo darimana? Kok sendirian? Tasya mana?"

High School, I'm in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang