"Hai kak, boleh tahu nggak namanya siapa?", tanya seorang siswi pada Mario yang sedang melepas lelah di taman sekolah. "Emm, boleh aja. Nama gue Mario", jawab Mario ragu-ragu. Sejujurnya ia merasa sedikit terkejut karena para gadis itu tiba-tiba menghampirinya. "Wah, namanya keren!", bisik mereka kepada yang lain namun tetap terdengar di telinga Mario yang semakin merasa tak nyaman. "Kakak tinggal dimana? Kok bisa ada di sekolah ini?", tanya siswi yang lainnya.
"Tinggal di Jakarta Timur. Kenapa, ya? Kalian mau dateng ke rumah gue? Kok pake tanya-tanya alamat segala?", goda Mario.
"Emangnya boleh kak?", tanya mereka senang, berharap Mario benar-benar mengijinkan mereka mengunjunginya di rumah.
"Yah, kalau kalian mau sih.... Silahkan", jawab Mario dengan canggung karena sifat para gadisnya yang sangat blak-blakan itu. "Tapi alamat lengkapnya cari sendiri ya! Gue nggak akan kasih tahu", kata Mario segera seolah menyesal telah memberi ijin pada mereka. Walaupun cara penyampaiannya terdengar santai, namun hal itu berhasil mematahkan semangat para siswi yang sedang bersamanya itu.
"Yah, kalau nggak dikasih tahu gimana mau kesana kak?"
"Ya, itu sih terserah kalian. Anggap aja ini challenge dari gue. Kalau gini kalian harusnya lebih semangat buat nyari alamat rumah gue dong?", jawab Mario sambil tersenyum kikuk seolah takut para siswi itu sungguh-sungguh akan mencari alamat rumahnya.
"Wah, bener juga sih. Oke deh kak. Kita bakal berusaha cari tahu dimana rumah kakak! He...he...he...", jawab mereka penuh semangat. Mario hanya mengangguk kaku mendengar pernyataan penuh semangat mereka.
"Kak Mario!", panggil Prisca tiba-tiba. Dari nada suaranya, ia terdengar kesal sekali.
"Eh, itu kan Prisca?", bisik salah seorang siswi yang mengobrol dengan Mario tadi.
"Kok kayaknya dia kenal sih sama kak Mario?", bisik temannya yang lain.
"Ya iyalah gue kenal!", sahut Prisca dengan cepat seolah-olah mampu mendengar dengan jelas percakapan mereka barusan. "Dia ini kakak gue! Dan gue kasih tahu ya sama kalian semua, apapun yang diomongin sama kakak gue tadi jangan dipercaya!", kata Prisca dengan begitu lantang.
"Aih, Prisca. Jangan galak-galak gitu dong. Mereka cuma mau kenalan kok", kata Mario santai dan masih dengan gayanya yang cool. Namun sebenarnya dalam hati ia berkata, "Makasih ya, Prisca karena lo datang di waktu yang tepat!"
"Kakak ini masih aja ya suka tebar pesona?", kata Prisca. "Kalau boleh gue saranin, mending sekarang kalian pergi. Dan inget, jangan percaya sama semua yang orang ini bilang!", sambungnya pada para siswi itu sambil menghunuskan telunjuknya tepat di depan wajah Mario sebagai pengganti kata 'orang ini'. Mereka pun akhirnya memilih pergi meninggalkan Mario dengan Prisca tanpa berkomentar apa-apa lagi. Tapi jelas saja, mereka semua pasti menggerutu dalam hati.
"Yah, mereka pergi deh!", kata Mario dengan nada sedih yang dibuat-buat.
"Kakak ngapain sih sok akrab sama cewek-cewek?", protes Prisca segera.
"Siapa yang sok akrab? Mereka duluan yang dateng terus minta kenalan", jawab Mario membela diri.
"Alah, pasti karena kakak yang tebar pesona duluan, kan?"
"Ngapain juga gue tebar pesona sama anak SMA? Nggak level, tahu nggak? Lagian, tanpa gue tebar-tebar, pesona gue emang udah bertebaran!", jawab Mario penuh percaya diri hingga membuat Prisca ternganga.
"Ih, lu jadi orang PD banget sih, kak?"
"Emang kenyataan, kok. Lagian lo kenapa sih, Pris? Jadi cewek kok galak banget? Lo itu harusnya lemah lembut dong. Jangan galak-galak gitu. Pantes aja lo jomblo sampai sekarang!", ejek Mario.
KAMU SEDANG MEMBACA
High School, I'm in Love
Teen FictionKisah romansa remaja. Prisca si gadis ceria yang selalu bertengkar dengan kakak kelasnya, Davis yang telah merusak hubungannya dengan cinta pertamanya, Alex. Dalam perjalanannya yang dilengkapi dengan kisah persahabatan dan mimpi dalam dunia teater...