"Oke! Sekarang kita udah kumpul semua?", tanya Tasya kepada teman-temannya ketika mereka mengadakan rapat internal untuk acara Festival Kesenian Sekolah. "Tunggu! Si Angel sama Vina kemana nih?", tanya Rudi. Mereka baru menyadari bahwa kedua teman perempuan mereka tidak ada di kelas. "Oh iya, mereka nggak ada ya? Pantes nggak ada keributan! Ha...ha...ha...", canda Ian yang diikuti tawa teman-temannya yang lain termasuk Prisca dan Tasya pun ikut tertawa mendengarnya. "Oke-oke cukup ya teman-teman...", kata Tasya menenangkan mereka walau sebenarnya ia sendiri masih ingin tertawa. "Ya...ya...ya... Ayo langsung mulai aja, Sya!", ajak Bernat. "Sebelum MAnusia aLAI KAyak Tong saMpAh ribUT dateng!", sambungnya kemudian. "Ha? Panjang amat, Nat? Disingkat apa tuh?", tanya Rudi.
"MALAIKAT MAUT!! Ha...ha...ha...", jawab Bernat kemudian semua kembali tertawa.
"Mereka bukan MALAIKAT MAUT tahu!", sela Yozi tiba-tiba.
"Tapi apa, Yoz?", tanya Prisca.
"Mereka itu Cewek Alay Cukanya INGin TAmpil NArsis ajaH!"
"Disingkat?", tanya Ian.
"CACING TANAH!! Ha...ha...ha...", mereka semua makin tertawa heboh. Tasya yang memimpin rapat pun tak kuasa menahan tawa. Suasana kelas menjadi gaduh karena candaan dan tawa dari para murid itu yang tak henti-hentinya mengejek. "Cukup-cukup!", teriak Prisca. Semua memandanginya dengan perasaan heran. "Kalian ini jahat banget ya? Padahal kan mereka itu cuma Kumpulan ORAang-orang Narsis BErgaya Kuno Aneh dan Standart!"
"Disingkat?", tanya Reza.
"KORAN BEKAS! Ha...ha...ha...", tawa Prisca meledak bersama teman-teman yang lainnya. Walau terkesan sedikit jahat, tetapi waktu seperti ini sering terjadi di masa-masa SMA, dimana teman yang dianggap menyebalkan selalu menjadi bahan tertawaan. Waktu rapat pun tertunda untuk beberapa saat sebelum pada akhirnya pak Bondan, wali kelas mereka datang. "Kalian ketawa sampai kedengaran di ujung sana lho", kata pak Bondan sesampainya ia di kelas disertai dengan logat jawanya yang masih terdengar kental. "Ha...ha... masa sih pak?", tanya Bella.
"Iya, coba aja tanya sama bude Sri yang lagi bersih-bersih disana", jawab pak Bondan sambil menunjuk ke ujung koridor dimana bude Sri, petugas kebersihan sekolah sedang mengerjakan tugasnya disana. "Ini sih pak, si Bernat kalau ketawa paling keras, biasalah orang Batak! Ha...ha...ha...", kata Prisca segera dan semua ikut menertawakan Bernat.
"Ya emang gue Batak! Emang lo? Sunda. Kalau ketawa nadanya naik-turun! Ha..a..a..a...", balas Bernat mempraktekkan suara tawa dengan nada seperti musik khas sunda yang sering dimainkan dengan suling. Walau suara bataknya masih terdengar sangat khas tetapi candaannya mampu membuat teman-temannya beralih menertawakan Prisca, bahkan pak Bondan pun ikut tertawa bersama mereka. Walau guru ini sudah separuh baya usianya, tetapi semangatnya masih besar dan ia pun senang bercanda bersama anak-anak didiknya. Menurutnya, sikap seperti ini akan membuat murid-muridnya merasa nyaman saat berhadapan dengan gurunya, atau bahkan saat jam pelajaran mereka akan menjadi lebih semangat dan tidak mudah bosan. Tak dapat dipungkiri, memang banyak sekali murid yang menyukai cara mengajar pak Bondan walaupun mata pelajaran yang ia ampu adalah sejarah, yang dianggap oleh kebanyakan murid sebagai pelajaran yang paling membosankan. "Ya udah, boleh bercanda tapi tetep harus fokus sama rapat ya. Jadi rapat kan, Tasya?", tanya pak Bondan pada Tasya yang berdiri di depan. "Iya pak", jawab Tasya sambil menganggukkan kepala. "Ya udah silahkan. Kamu yang mimpin ya", kata pak Bondan tersenyum lembut. Tasya senang karena pak Bondan mengijinkan dirinya untuk memimpin rapat ini. Walau hanya di kelas sendiri, tetapi bagi Tasya ini adalah hal yang membanggakan karena ia bisa menjadi orang yang dipercaya. "Oke temen-temen ayo kita mulai", kata Tasya membuka rapat. "Siapa yang punya ide?"
****
Seperti biasa hari ini Prisca dan Tasya pulang sekolah bersama, mereka berjalan menuju ke halte bus untuk mengantar Prisca sebelum akhirnya Tasya pulang ke rumahnya sendiri. "Rapatnya cukup panjang ya? Padahal gue kira bakalan selesai cepet. Ini semua karena anak-anak bercanda melulu sih! He...he...", kata Prisca mengingat-ingat rapat yang baru saja selesai. Begitu banyak hal yang terjadi di dalam rapat, namun hal yang paling ia suka adalah ketika ia tertawa bersama teman-temannya. "Seneng ya bisa ketawa bareng mereka? Hmm...", kata Prisca lagi lalu menghela napas panjang. "Gue pasti kangen saat-saat kayak gini", katanya lagi. Prisca terus bercerita tentang teman-teman sekelasnya namun Tasya sama sekali tak merespon dirinya. Tasya justru sedang senyum-senyum sendiri sambil memikirkan dirinya yang mampu memimpin rapat kelas, itu adalah suatu kebanggaan bagi dirinya. "Sya?", panggil Prisca saat menyadari tingkah aneh Tasya yang senyum-senyum sendiri dan tak mendengarkan ceritanya. "Tasya!", panggil Prisca lebih keras sambil menepuk bahu Tasya. "Eh, iya? Kenapa?", jawab Tasya terkejut. "Lo kenapa sih? Gue perhatiin lo senyum-senyum sendiri dari tadi?", tanya Prisca sambil tertawa mengejek.
KAMU SEDANG MEMBACA
High School, I'm in Love
Ficção AdolescenteKisah romansa remaja. Prisca si gadis ceria yang selalu bertengkar dengan kakak kelasnya, Davis yang telah merusak hubungannya dengan cinta pertamanya, Alex. Dalam perjalanannya yang dilengkapi dengan kisah persahabatan dan mimpi dalam dunia teater...