26

274 32 2
                                    

‘Des, udah dimana? Mas tunggu di rumah ya’ Juna mengetikkan pesan pada wanitanya.

Ia mengulas senyum di wajahnya yang memerah. Matanya sesekali melirik sesuatu yang tertata dengan apik di hadapannya, 'semoga lu suka ya Des’ batin Juna.

‘Iya mas, sebentar lagi sampai kok’ jawab Desyca.

Tak lama berselang, Desyca pun menginjakan kaki di kediaman Juna. Ia tertegun saat membuka pagar yang menutup rumah itu. Harum lavender menyapa indera penciumannya, matanya terus memandang deretan lavender yang tertata  di sepanjang halaman, ia menyentuh lavender-lavender itu dengan jemarinya, senyuman yang terlukis di wajahnya kian mengembang, pipinya kini merona memerah seperti tomat.

Kejutan tak berhenti disana, ia memasuki ruang tengah dari rumah Juna. Ruangan yang biasanya terang kini menjadi temaram, hanya ada cahaya dari lilin-lilin yang menghiasi ruangan dengan bentuk lavender.

'Sejak kapan mas Juna menyiapkan semua ini?’ tanya Desyca dalam hati. Orang yang sangat dingin di luar tapi ternyata sangat romantis di dalamnya. ‘Aku bersyukur memilikimu mas juna’ ujar Desyca dalam hati.

“Ekhem,” satu suara mengagetkan Desyca. Ia menoleh menuju asal suara, matanya berbinar mendapati sosok yang sangat ia cintai. Ia langsung berlari dan memeluk Juna dengan erat. Tetes demi tetes air mata mulai membasahi wajahnya. “Mas Juna, terima kasih banyak,” ucap Desyca di sela isakannya.

Juna menatap Desyca lembut, sorot matanya yang menenangkan membuat Desyca enggan berpaling dari lukisan Tuhan yang paling indah buatnya.

“Terima kasih untuk apa?” tanya Juna lembut sambil menyelipkan poni Desyca pada telinganya.

“Terima kasih karena sudah ada untukku,” jawab Desyca.

“Itu udah jadi kewajiban gue Des,” gumam Juna dengan suara yang menenangkan. Suara yang sangat di favoritkan oleh Desyca kini.

“Oh iya, mas hampir lupa,” sahut Juna lagi keluar dari keheningan yang baru tercipta.

Desyca mengerutkan dahinya, “lupa apa mas?” Tanyanya bingung.

Juna hanya menatap Desyca, ia sesekali mengusak rambut Desyca dengan lembut membuat Desyca menatapnya penuh tanya.

“Happy graduation dear,” ucap Juna dengan senyum cerah yang mengembang di wajahnya. “Mas bangga,” lanjutnya lagi.

Juna langsung berlutut di hadapan Desyca, membuat Desyca makin tak mengerti dengan maksud Juna.

Juna mengambil satu tangan Desyca dan ia cium tangan tersebut, ia menatap Desyca dalam membuat Desyca salah tingkah.

“Des,” suara berat Juna membuat Desyca semakin fokus menatapnya. “Desyca Taniadi, maukah kamu jadi pendamping hidup gue, orang yang menjadi pelengkap hidup gue, yang menyambut gue saat terbangun dari tidur, dan orang yang akan selalu menemani gue dalam keadaan apapun. Des, maukah kamu jadi isteriku?

Desyca tertegun dengan apa yang diucapkan oleh Juna, mata mengerjap beberapa kali, ia menarik nafas dalam. “Mas Juna kan….”

Juna langsung memotong ucapan Desyca, ia menundukkan kepalanya. “Iya, gue tau lu mau ngejar karir lu dulu,” lirihnya lesu.

“Tolong tunggu aku mas,” ujar Desyca penuh pengharapan.

“Iya, gue ngerti, gue akan tunggu lu, tiga tahun lagi bersiaplah jadi pengantin gue Des,” ucap Juna dengan senyum yang mulai terulas di wajahnya.

Desyca menganggukan kepalanya dengan semangat. “Love you mas Juna.”

“Love you too Des,” jawab Juna, kemudian ia mengecup kening Desyca lembut. “Tetap bersama gue ya Des, apapun yang terjadi tetaplah berada di sisi gue,” seru Juna yang mendapat anggukan dari Desyca.

Lost (304th Study Room)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang