34

254 28 14
                                    

Aku tak pernah menyangka bisa menggenggam tangannya, hal yang tak pernah terpikirkan olehku dulu, satu hal kecil yang ku inginkan tapi tak pernah bisa ku gapai saat ia masih bersamanya.

Dirga tersenyum menatap jemari tangannya yang tertaut, rasanya sungguh menyenangkan dan menenangkan hati. 

"Des," panggil Dirga membuat Desyca menoleh menatapnya.

"Aku mencintaimu, sangat sangat mencintaimu,"ucap Dirga membuat Desyca terdiam. 

"Aku tahu, aku belum bisa menggantikannya tapi aku akan terus berusaha sampai kamu membalasku," lanjut Dirga membuat Desyca berkaca-kaca.

"Hey, aku mengatakan itu bukan untuk membuatmu menangis." Dirga mengusap air mata yang mulai menetes dari kelopak mata Desyca.

"Maafkan aku," ujar Desyca membuat Dirga menatapnya bingung. "Maaf karena aku masih belum bisa menyayangimu sebagai pria," lanjut Desyca parau.

Dirga mengulas senyum di wajahnya. "Aku akan menunggu saat hatimu siap,menyambutku tanpa ada paksaan dan rasa bersalah."

"Aku akan berusaha untuk itu," jawab Desyca mantap.

"Aku akan menunggunya my baby," sahut Dirga dengan smirk nya.

"Kau panggil aku apa? Baby? Hey, aku bukan bayi," gerutu Desyca dengan menggembungkan pipinya membuat Dirga gemas.

"Itu panggilan sayang Desyca," ujar Dirga sambil mencubit gemas pipi desyca.

"Sakit Ga, lepasin!" Kesal Desyca. Ia mengusap pipinya yang memerah setelah Dirga melepaskan cubitannya.

Dirga tersenyum dengan lembut membuat Desyca ikut mengangkat sudut bibirnya ke atas membalas senyuman itu.

****

Hari ini Juna akan melanjutkan terapi nya, ia akan melatih kakinya agar bisa kembali seperti semula. Juna ditemani oleh bunda, dokter, therapist dan Bejo yang malah bersiap merekamnya.

"Lu ngapain si Jo mau ngerekam gue segala, matiin gak kameranya!" Ancam Juna dengan tatapan Juna.

Bejo tak mempedulikannya, ia tetap melakukan aksinya. "Ini untuk kenangan mas, betapa besar perjuangan mas Juna untuk kembali seperti semula," jawab Bejo, sedangkan Juna hanya memutar bola matanya mendengar jawaban Bejo.

Therapist mulai memijat kaki Juna perlahan untuk melemaskan otot Juna yang kaku, setelah itu Juna dibantu oleh therapist dan dokter untuk berdiri.

"Akh," erang Juna saat kakinya mulai dipaksakan untuk berdiri. Ia memegang kuat pundak dokter dan therapist untuk mengalihkan rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuhnya.

Pertahanan Juna ambruk, ia terjatuh dan ditahan oleh dokter dan therapist, ia langsung duduk kembali di kursi rodanya. "Sakit dok," ucapnya dengan suara parau. 

Bunda yang mendengarnya tak kuat lagi untuk menahan air matanya, air mata itu tumpah begitu saja melihat perjuangan putranya. Tak jauh berbeda dengan Bejo yang sudah berkaca-kaca.

"Mas Juna, mas Juna harus kuat, mas Juna bisa, ayo kita bertemu Desyca!" Ucap Bejo menyemangati.

Seakan terbakar dengan ucapan semangat Bejo, Juna kembali melirik dokter dan therapist yang membantu menopang tubuhnya, ia menganggukkan kepalanya tanda siap. Ia mulai berdiri kembali. "Akh," erangnya lagi. Tapi, ia tak mempedulikannya, ia harus tetap berusaha, ia harus bisa kembali seperti semula, ada seseorang yang harus ia temui dan ada sesuatu yang harus dijelaskan. 

Dokter dan therapist mulai melepaskan pegangannya, kedua tangan Juna berpegangan pada tepian besi panjang yang ada diantaranya. Kakinya terasa sangat sakit, tapi ia harus tetap berusaha, ini bukan hanya untuknya, tapi ini juga untuk bunda, Bejo dan Desyca, gadis yang sangat dicintainya.

"Juna, coba langkahkan kakimu," intruksi sang dokter kepadanya.

Kaki Juna terasa bergetar, ia mulai menarik satu kakinya untuk melangkah. "Akh," erangnya lagi, kali ini lebih terasa sakit dari sebelumnya, tapi ia tak mau menyerah, ia melangkahkan kaki satunya untuk melangkah, dan erangannya terdengar kembali. Keringat turun membasahi tubuh Juna yang sedang berusaha keras, tak lama Juna kembali ambruk dan ditahan oleh dokter dan therapist yang ada di sisinya, dan langsung dibawa kembali menuju kursi rodanya.

"Kenapa? Kenapa kamu tak bisa diajak berkompromi? Kenapa?" Cerca Juna pada kakinya sendiri, ia memukul kakinya frustasi membuat bunda semakin terisak. 

Bejo langsung mematikan kameranya dan ingin menghampiri Juna, tapi langkahnya terhenti saat emosi Juna sedang sangat meluap.

Dokter menghalau Juna untuk melanjutkan aksinya, ia sadar betul bahwa pasiennya sedang sangat emosi. Ia memrgang kedua tangan Juna dan menatapnya lembut seakan menyiratkan semua akan baik-baik saja.

"Tadi kita sudah mulai bisa berdiri, bisa melangkah perlahan, tapi kenapa kamu tak kuat? Kenapa tak kuat menopang berat tubuhku yang tak seberapa ini?" Kesal Juna masih menatap kakinya. 

Bunda langsung menghapus air matanya. Ia merasa hancur melihat putranya yang sedang terpuruk. Ia melangkahkan kaki untuk mendekati Juna dan langsung memeluknya. "Jun, kamu pasti sembuh, percaya sama bunda, kita akan berusaha untuk itu," ucap bunda menenangkan. Ia menatap wajah putranya dan menghapus jejak air mata yang tergenang. "Semuanya akan baik-baik saja, bunda percaya kamu kuat dan kamu bisa," lanjut bunda menyemangati putranya.

'Mas Juna harus kuat, banyak yang harus kita lakukan, banyak yang harus kita jelaskan, dan itu membutuhkan keadaan mas Juna seperti sedia kala' batin Bejo.

Lost (304th Study Room)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang