35

266 25 14
                                    

Semilir angin berhembus membuat daun-daun berguguran. Desyca mengangkat tangannya menunggu daun mengisi telapak tangannya, lalu tersenyum ketika satu daun hinggap di dalamnya. Ia menatap daun tersebut, daun yang telah rapuh dan tak lagi kuat untuk menempel pada tempatnya, tapi bukankah daun yang jatuh tak pernah membenci angin? Tak pernah menyalahkan kumbang yang memberi jejak pada setiap helaiannya? Dan tak pernah berusaha untuk tetap kuat saat keadaan tak mengizinkan?

'Aku sama seperti daun ini, rapuh dan tak lagi kuat menahannya lebih lama. Aku tak ingin menyalahkannya, aku akan menjalani hariku dengan lebih baik, aku akan merelakannya mulai kini' batin Desyca.

Dua bulan setelah bercerita panjang dengan mami aku sadar bahwa selama ini aku terlalu berambisi untuk melupakan, dan aku sadar bahwa aku harus mulai merelakannya, sulit memang tapi hidup harus terus berjalan bukan? Aku harus melanjutkan hidupku walaupun tanpa dia, dan kini aku memiliki orang yang dengan senang hati menungguku, menggenggam tanganku dan selalu mengucapkan kata sayang untukku.

Hidup memang tak selalu lurus, terkadang kelokannya terasa sangat berat dan membuatku ingin menyerah. Tapi, selagi kaki kita masih berpijak akan selalu ada jalan keluar untuk setiap masalah yang dihadapi.

"Desyca!!!" Suara itu membuatku menoleh. Aku mengulas senyum di wajahku membuatnya ikut menarik sudut bibirnya ke atas.

"Sudah lama menunggu?" Tanyanya. Aku menggelengkan kepala untuk menjawabnya. Ia menjulurkan tangannya dan aku menyambutnya dengan senyuman. 

'Dirga, mulai hari ini aku akan jalani hidupku disampingmu, bantu aku untuk melalui segala hal baik pahit maupun manis' batin Desyca, dan tanpa sadar ia tersenyum.

"Loh, kenapa kamu tersenyum?" Selidik Dirga dengan menaikkan satu alisnya.

"Tidakk," jawab Desyca malu-malu yang malah membuat Dirga mencubit pipinya gemas. 

Desyca menatapnya tajam. "Kamu menggemaskan," jawab Dirga dengan senyumnya.

"Ih, kamu apaan si!" Desyca memukul pelan pundak Dirga. Dirga mengambil tangan itu membuat jarak diantara keduanya semakin terkikis. Jantung Dirga berdegup sangat cepat, tapi ia bahagia menikmati pahatan Tuhan di depan matanya. 

Dirga semakin mendekat membuat Desyca gugup, kemudian ia arahkan bibirnya pada kening Desyca, mengecupnya cukup lama untuk menyalurkan segala rasa sayang yang ada di hati.

Desyca diam membeku, ia mengingat kenangannya bersama orang itu, tapi bukankah ia sudah berjanji untuk merelakannya? Dan kini ia menatap Dirga dan senyum mulai terbit dari bibirnya.

Dirga melepaskan ciumannya di kening Desyca, ia menatap Desyca dengan senyum yang tak pudar dari wajahnya. "Aku mencintaimu, sangat mencintaimu," ucapnya.

"Aku tahu!" Jawab Desyca.

Tiba-tiba saja Dirga berlutut mengambil salah satu tangan Desyca dan menatapnya penuh sayang. "Des, aku tak tahu apakah kamu sudah mencintaiku, tapi aku tak pernah mau kehilanganmu……" Dirga menjeda ucapannya. Ia mengambil sesuatu dari saku celananya. Dirga membuka kotak tersebut terdapat cincin dengan berlian di tengahnya, ia menarik nafas dalam. "Desyca Taniadi, maukah kamu menjadi pendampingku? Menjadi cinta sejati yang akan selalu menemaniku? Menjadi ibu dari anak-anakku kelak? Menikahlah denganku Des, karena akulah priamu," ucap Dirga.

Desyca diam membisu, ia tak tahu harus menjawab apa. Dirga masih belum berhasil menempati hatinya, tapi ia telah berjanji untuk membuka hatinya untuk Dirga. 

'Mungkin ini akhir dari kisah cintaku dengan mas Juna, aku akan menjalani hidupku dan biarkan dia menjalani hidupnya disana. Mas Juna, maaf aku tak menepati janjiku padamu, tapi bukankah kamu yang sebelumnya melanggar janji itu? Jadi, biarkan aku memilih jalanku tanpa bayang-bayangmu lagi' batin Desyca.

Desyca tersenyum dan menganggukkan kepalanya membuat Dirga segera bangkit dan memeluknya erat. "Terima kasih Des, terima kasih banyak," ucapnya dengan air mata yang mulai menetes.

Desyca melonggarkan pelukannya dan menatap Dirga dalam. "Terima kasih karena selalu mau menungguku, terima kasih karena tetap setia di hari-hari kelamku, dan terima kasih karena kamu selalu ada disampingku," ujar Desyca.

Dirga kembali mengecup kening Desyca dengan kebahagiaan yang membuncah di dadanya, akhirnya penantiannya selama ini tidak sia-sia. Dirga ingin memasangkan cincin itu di jari manis Desyca tapi Desyca menggelengkan kepalanya membuat Dirga menatapnya bingung.

"Aku ingin kamu bertemu mami dan membuat perayaan kecil untuk itu, jadi bisakah kita bertunangan saat itu?" 

"Tentu Mrs. Wijaya," jawab Dirga dengan kekehan.

"Hey, aku belum menjadi istrimu," keluh Desyca dengan bibir manyunnya.

"Tapi akan," ledek Dirga dengan menjulurkan lidahnya.

****

Juna kembali menjalankan terapinya, banyak kemajuan yang terjadi selama dua bulan ini, dan kini Juna sudah berdiri tanpa memegang penopang yang ada di sisinya.

"Bunda, Bejo, Juna sudah bisa berdiri tanpa harus memegang ini!" Ucapnya riang sambil menunjuk tepian besi yang mengelilinginya.

Bunda dan Bejo tersenyum lebar melihat raut wajah Juna yang riang. Bejo masih setia dengan kameranya yang selalu menyorot raut bahagia yang jelas terpancar di wajah Juna.

"Juna, coba mulai melangkah, tapi jangan memegang apapun," intruksi sang dokter membuat Juna menelan saliva nya.

Juna menunduk menatap kedua kakinya. "Hei kalian, kita harus semangat, kita harus kuat!" Ucap Juna berbicara dengan kedua kakinya membuat yang ada di sekitarnya terkekeh.

Juna pun mulai melangkahkan kakinya, seolah ada keajaiban, ia tak merasakan sakit saat berjalan dan itu membuatnya semakin senang, ia terus melangkah hingga akhirnya keseimbangan tubuhnya mulai ambruk kembali, ia menghela nafas lelah seakan kecewa.

"Juna, kamu sudah banyak kemajuan, dua Minggu lagi kamu pasti sudah bisa berjalan dengan baik seperti sedia kala yang terpenting jangan lupa minum obat dan terus semangat terapinya." Ucap sang dokter menyemangati.

Juna mengangkat kepalanya dengan mata berbinar. "Benarkah dok?" Dokter itupun menganggukkan kepalanya.

'Desyca, aku akan segera datang, tolong tunggu aku sebentar lagi!' batin Juna.

Lost (304th Study Room)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang