28

280 31 5
                                    

Aku menatap langit melalui jendela kamarku, hari ini ku lihat awan berwarna kelabu, bergerak dengan lambat seakan membawa beban yang berat. Angin yang berhembus menghantarkan rasa dingin yang menusuk kulit, tapi tetap saja aku enggan untuk beranjak.

Aku hanya bisa menghela nafas sambil sesekali melihat benda berbentuk persegi yang sedari tadi ada dalam genggamanku, aku masih menunggu kabar darinya, sosok yang sangat manis dan telah berhasil mencuri hatiku tapi sekarang menghilang tanpa kabar, ah mungkin saja ia tak menghilang, ini baru dua hari, pikirku mencoba berpikir positif.

'Ting’ satu notifikasi pesan masuk ke dalam ponselku, langsung saja ku lihat siapa pengirim pesan itu, tapi aku hanya bisa menghela nafas kecewa saat melihat siapa pengirim pesan yang ada di ponselku. Ponselku kini hanya dipenuhi chat dari Dirga, Irene ataupun Reihan, dan hanya ku balas dengan datar tanpa ada niatan untuk menanggapi lebih lanjut.

Hariku kini mulai sepi, tak ada lagi dia yang biasanya selalu menyemangati ku, mengusak rambutku atau mencubit pipiku gemas. Tak ada lagi kecupan sayangnya di keningku dan tak ada lagi kabar darinya. “Mas Juna, aku merindukanmu,” lirih Desyca lesu dengan pandangan yang sulit diartikan.

Hujan mulai turun, Desyca menatap tetes demi tetes air hujan yang jatuh membasahi tanah, kemudian dengan gerakan lemah ia menutup jendela yang sejak tadi dibukanya. ‘Mas Juna, kenapa kamu bisa lebih jahat dari jendela ini, jendela harus ditutup saat hujan turun, sedangkan kamu menghilang tanpa aku tau apa kesalahanku, tapi kenapa kamu tetap setia bertengger dalam hatiku?’ batin Desyca sendu.

Tiga tahun kemudian

Aku terbangun tanpa merasakan sinar mentari yang menyapa, ku lihat dari jendela ternyata awan hitam yang menyambut pagi ku.

Pagi ini cuaca mendung, awan hitam mendominasi warna langit seakan menggambarkan perasaanku saat ini. Zras, zras, suara petir menyambar, kilatan kilatannya membuat suasana menjadi semakin muram seakan menggambarkan kesedihan yang mendalam.

Air itu mulai turun dari langit membasahi apapun yang ia lewati. Aroma hujan dengan wangi debu yang tercampur  sangat terasa di pagi ini. Aku memejamkan mataku dan merasakan kepedihan mendalam, mataku terasa memanas hingga tak terasa bulir bulir air itu mulai berjatuhan. Tangisku tak bisa di tahan kala ku mengingat sosoknya. Sosok yang dulu selalu mengisi hari hariku.

Hari ini tepat tiga tahun ia meninggalkanku begitu saja tanpa kabar dan tanpa kepastian. Aku selalu bertanya apa salahku hingga diperlakukan seperti ini, namun selalu saja tak ada jawaban.

Sudah ku cari ia ke segala penjuru. Telah ku datangi rumahnya namun tak ada yang ku temukan, yang aku dapatkan malah kabar kepindahannya tanpa tahu ia pindah kemana. Berulang kali ku hubungi nomornya namun jawabannya tetap sama, nomor itu sudah tidak aktif lagi. Aku juga bertanya kepada teman temannya, jawabannyapun tetap sama tak ada yang tahu kabarnya bahkan kepindahannya.

Ah aku jadi ingat saat aku mencoba ke rumahnya, namun tetangganya hanya bilang Juna sudah tak ada disana, ia sudah pindah. Kalian tau betapa terkejutnya aku saat itu? Kakiku terasa lemas seakan tak lagi mampu menopang tubuhku, aku jatuh terduduk dan hanya menatap rumah itu dengan sendu, rumah yang didalamnya pernah ada kejutan yang sangat manis namun kini hanya menjadi bagian dari masa lalu.

Kenangan-kenangan yang dulu pernah ku lalui bersamanya seakan telah terpatri di memoriku hingga kini aku menjadi orang yang sangat berbeda. Aku yang dulunya sangat ceria kini berubah menjadi orang yang pendiam dan murung.

Arjuna Wiraatmaja kamu dimana? Kenapa menghilang seperti ini? Apa salahku sampai kamu seperti ini?

Arjuna Wiraatmaja, orang yang sangat ku cintai tapi juga orang yang meninggalkan luka begitu dalam di hatiku. Orang yang dulunya selalu membuatku tersenyum, membuat hari hariku semakin berarti. Ia yang dulu membuatku merasa menjadi perempuan yang sangat beruntung berada disampingnya.

Tak ingatkah janjimu dulu yang akan menikahiku di tahun ini? Ya, mungkin janji itu hanya akan menjadi janji yang tak pernah tercapai, karena ia telah menghilang tanpa kabar bagai di telan bumi.

Pandanganku kini tertuju pada jari manisku, disana masih terukir cincin darinya. Sebuah alat yang ia katakan dulu sebagai pengikat tapi setelah itu malah menghilang. “Ah, betapa lucunya hidup ini mempermainkan aku,” ujar Desyca. Ia langsung melepas cincin itu dan menaruhnya ke dalam kotak, ia berusaha untuk tak  lagi mengingat tentang Juna.

“Kenapa melupakanmu harus sesulit ini?” tanya Desyca pada dirinya sendiri.

Mungkin, orang lain bilang jika cinta yang bertepuk sebelah tangan itu menyakitkan. Adapula yang mengatakan bahwa merelakan orang yang dicintai bahagia dengan orang lain jauh lebih sulit dari cinta yang tak terbalas. Tapi aku bisa jamin, rasa sakit dari cinta yang mendapat sambutan tapi setelahnya ditinggal tanpa kejelasan itu jauh lebih menyakitkan

Lost (304th Study Room)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang