9

542 42 0
                                    

Desyca memakan dengan lahap roti yang diberikan oleh Juna. “Makasih mas Juna”, ucapnya masih sambil memakan roti.

“Lu ngomong apa kumur kumur si cewek kusut? Selesaiin makannya dulu”, Juna menatap Desyca lembut.

Desyca menoleh ke arah Juna, ia merasa Juna sangat berbeda dengan pribadi yang pertama kali dia kenal. Dulu Juna adalah sosok yang sangat menyebalkan tapi kini ia mulai melihat sisi lain dari Juna.

“Udah selesai makannya?”.

Desyca menganggukan kepalanya.

Juna segera membuka tas nya, mengambil sesuatu yang tersimpan disana.

“Ini minum dulu”, Juna menyerahkan air mineral ke Desyca.

Desyca menerima air mineral itu dan segera meminumnya.

“Mas Juna, itu tas apa kantong Doraemon lengkap banget bawaannya?” Desyca terkekeh.

Juna yang mendengarnya langsung melirik tajam ke Desyca.

“Ups, becanda mas”, Desyca kikuk menyadari perubahan mimik muka Juna.

“Hmmm”, Juna datar.

“Oiya, mas Juna makasih ya buat bantuannya, akhirnya tugas ini selesai”, ucap Desyca senang karena beban tugasnya berkurang satu.

“Iya iya”, jawab Juna sambil memainkan handphone nya tanpa menatap kepada lawan bicara.

“Mas Juna ih, kalo orang ngomong tu tatap lawan bicaranya bukan handphone”, Desyca kesal kemudian menarik lengan Juna hingga tak sengaja kening mereka beradu.

“Aduuuh, sakit cewek kusut, agresif banget si lu”, Juna kesal sambil memegangi keningnya.

“Ma maaf mas Juna aku refleks”, Desyca terbata bata dan menundukan kepalanya.

“Iya, lain kali lebih hati hati ya jangan slebor gitu”, Juna memberi nasihat ke Desyca.

Desyca mengangkat kepalanya mendengar ucapan Juna kemudian tersenyum.

“Udah sore, gue pulang ya”, Juna bangkit dari tempat duduknya.

“Mas Juna tunggu”, Desyca menahan Juna dengan memegang tangan kirinya.

Juna yang kaget pun langsung berhenti, mereka bertatapan dalam senyap.

Setelah cukup lama Juna akhirnya membuka suara memecahkan keheningan. “Kenapa des?”

“Hah, apa mas, tumben mas Juna gak manggil aku cewek kusut hahahaha”, Desyca tertawa sampai lupa niat awal menghentikan Juna.

“Hmm, jadi lu mau gue panggil cewek kusut terus ni?” Juna meledek.

“Ih mas Juna”, Desyca mencubit tangan Juna kesal.

“Aduuh, sakit des, jadi cewek jangan galak galak”, Juna meringis karena cubitan Desyca yang cukup kuat, tangan kanannya sibuk mengelus tangan kiri yang terkena cubitan maut.

“Biarin aja, abis mas Juna ngeselin”, Desyca memajukan bibirnya cemberut.

“Oiya, kenapa lu nahan gue?”.

“Aku gak bawa mobil hari ini mas”, jawab Desyca.

“Terus kenapa? Lu mau nebeng sama gue ya?” Juna menyelidik.

“Ih mas Juna kok tau? Aku nebeng ya mas, hehehe”, Desyca cengengesan.

“Astaga, tadi gue udah di siksa, sekarang lu mau nebeng, belum puas nyiksa gue des?”

“Yaelah mas Juna cuma di cubit doang, janji kok nanti gak bakal di apa apain, boleh ya mas”, Desyca berusaha merayu Juna.

“Gak mau, nanti gue di siksa lagi sama lu”, Juna tetap pada pendiriannya.

“Yah mas Juna, boleh ya, please!!”, Desyca memasang wajah memelas.

“Hmm, emang rumah lu dimana?”

“Di Komplek Arcadia Jalan Senopati mas”.

Juna berpikir sejenak, “Searah si sama rumah gue, yaudah sekalian gue anterin aja, gak tega sama muka melasnya dia”, ucapnya dalam hati.

“Mas Juna, mas Juna, kok bengong si?” Desyca berusaha menyadarkan Juna dari lamunannya dengan menepuk nepuk bahu Juna.

“Apaan des, ngagetin gue aja”.

“Lagian mas Juna bengong, aku boleh nebeng kan mas?”

“Iya boleh”, jawab Juna datar.

“Asyik, makasih mas Juna, mas Juna udah baik banget sama dedes”, Desyca tersenyum lebar.


   





Lost (304th Study Room)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang