NADIA
“Nad, Si Bule, tuh, dah dateng. Mo jemput ratu Syantik, eaaa!“
Kucubit kecil tangan cewek super menyebalkan itu. Tak ada pagi, tak ada siang, pastinya melemparkan candaan. Dia meringis dan menghalau jari yang hendak menekan area kulit sebelahnya.
“Sakit, Dodol!”
“Rasain!”
Kujulurkan lidah setengahnya. Dea melakukan hal sama, lalu kami tertawa. Beberapa mahasiswa yang duduk di kanan dan kiri menoleh sekilas.
“Udah, sana temuin!”
Dea mendorong lenganku hingga badan sedikit bergeser dari sandaran kursi ini. Untung saja aku cepat menyeimbangkan diri.
“Maleslah!”
“Males, apa males? Hihihi! Buruan temuin. Nanti doi yang ke sini, loh.”
Mendengar itu aku bangkit. Horor juga membayangkan Kak Daniel masuk ruang kuliah yang sudah mulai dipadati mahasiswa. Bakal makin hot gosip tentang keagresifan pemuda setengah bule itu.
Tak selang semenit aku dan Kak Daniel sudah berhadapan di samping pintu ruangan P-10. Pemuda berkemeja kotak-kotak biru itu melepaskan tangan yang entah dari kapan disedekapkan.
“Hai, Cantik. Udah makan siang, lum?”
Kuputar bola mata ke atas. Rasanya kepalaku mulai berasap. Sudah kukatakan berkali-kali jangan memanggil dengan panggilan tak seharusnya itu.
“Kak Daniel, Plis jangan manggil aku begitu.“
Kutahan suara agar tak meluap akibat kekesalan yang nyata. Seperti biasa, dia akan tersenyum lebar, lalu memasang tampang innocentnya.
“Oke, Sayang. Eh, iya kamu udah makan siang, lum? Jangan sampai perut kosong nanti pingsan lagi.”
Kuhela udara sebelum melanjutkan kata-kata. Cantik, Sayang, Honey dan seabrek gombalan rasanya kenyang kudengar. Apa kupingnya tersumbat hingga tak mendengar permintaanku?
“Kak Daniel mau apa ke sini?”
“Mau ketemu kamulah, masa ngedate sama Pak Mike.”
Ih, ini orang. Kok, bisa sesantai itu menghadapi aku yang sudah bertanduk. Lebih baik tak meladeni. Kubalikkan badan untuk kembali ke ruangan. Eh, tapi tak jadi saat sadar Kak Daniel menyejajari langkah ini.
“Kakak mau apa?”
“Mau ngawas ujian. Biar bisa liatin kamu lebih lama. “
“Haaah!”
Memang niat banget dia ngekorin aku. Buat apa coba uang ngawas yang tak seberapa? Secara, Kak Daniel ‘kan kaya. Tinggalnya saja di apartemen. Eh, Nad, ngapain juga mikirin cowok aneh itu. Haduh!
“Hahaha!”
Lalu, aku melangkahkan kaki cepat-cepat. Wajahku mungkin sudah semerah tomat. Aduh, mana diliatin seruangan lagi. Gawat, ini. Bisa-bisa gosip makin meroket.
Baru saja duduk, Dea langsung mencolek tanganku sambil berdehem. Ampun, nih anak. Bukannya nolongin, malah godain. Awas saja kalau macam-macam.
Tersebarnya gosip terkait sikap Kak Daniel yang terang-terangan mengejarku membuat teman-teman riuh melihat kedatangannya. Sebagian berdehem, ada juga yang memanggil-manggil namaku. Sementara wajah ini jangan ditanya. Panas rasanya.
Ujian pun dimulai dan aku benar-benar kehilangan konsentrasi. Bagaimana tidak, Kak Daniel sengaja cari kesempatan. Bolak-balik di depanku. Sesekali meletakkan tangannya di atas meja, badannya dibungkukkan, lalu menyebutkan jawaban dari soal yang mungkin ia pikir aku tak tahu isinya. Kan’bingung. Tak diambil itu rezeki. Toh, aku tidak mencontek.
Dea malah senang. Semangat sekali kalau Kak Danie lewat. Kesempatan untuk mendapat jawaban jadi dekat. Itu anak emang opportunis,
Oh, akhirnya ujian matkul terakhir beres juga. Sigap kubereskan peralatan sebab harus segera kabur sebelum Kak Daniel bikin ulah.
“Aku duluan, ya!”
Sebelum Dea menjawab, aku sudah melesat menuju pintu. Huh, aman, tak ada yang mengejar. Lebih baik langsung ke sekretariat LDK saja.
“Nungguin aku, ya?”
Hampir saja jantung ini lompat. Pemuda bermata biru itu entah kapan sudah ada di sampingku. Secepat itukah jalannya. Padahal tadi masih sibuk bicara dengan Pak Mike.
Kubiarkn pertanyaan itu menguap bersama embusan angin jelang sore. Kembali menapaki lantai koridor yang terlihat agak kusam.
“Honey, kamu sakit? Kok, diem aja?”
“Kak, boleh gak aku minta tolong?”
Kuhentikan langkah, menghadapkan badan tepat ke arahnya. Lelaki itu kulihat agak mengerut wajahnya. Kaget mungkin. Sepertinya aku harus tegas kali ini. Mau marah terserah, deh.
“Apa, sih yang gak buat kamu?”
Dengan gaya slengeannya, Kak Daniel siap mendengar rangkaian kalimat selanjutnya. Sesaat, kupalingkan pandangan kala tatap ini tak sengaja bertemu manik biru berkilau itu.
“Ehm, jangan gangguin aku terus. Plis! Kita’ kan bukan adek kakak, bukan pasangan halal juga. Jadi, gak boleh terlalu dekat.”
Kak Daniel memasang tampang serius kali ini. Duh, kok, aku jadi gugup. Mana matanya tak berkedip lagi.
“Maaf, ya, Kak. Aku hanya ingin menjaga iffah. Khawatir ada fitnah. Saya permisi, Kak.”
Aku ayunkan kaki tanpa menunggu responnya. Rasanya plong sudah mengatakan sesuatu yang mengganjal. Semoga Kak Daniel mau mengerti.
“Dy, berarti kalau aku jadi pasangan halal kamu, bisa, dong deket-deketan.”
What?
Ini orang makan apa, sih?
“Jan pulang terlalu sore, Sayang. Aku khawatir. Calon pasangan halalmu duluan, ya. “
“Kak Daniel!”
“Hahaha!”
NEXT?
**
Open PO dua novel ini sampai 27 Nov'19
*LOVE YOU FISABILILLAH/ 99K
*INSPIRING STORIES/79K
*Paket keduanya 169K*Pemilik novel salah satunya berhak mengikuti undian berhadiah 1 juta rupiah.
*Bagi Anda yang memiliki lima novel ini:
-Cinta Sang Pilot
-Stronger With You
-Calon Mantu Kyai
-Belahan Jiwa Salsabila
-Duda MenterengHanya perlu membayar 99K untuk mendapatkan keduanya
PEMESANAN
https://wa.me/6281261934594
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE YOU FISABILILLAH
RomanceNadia seorang pejuang dakwah disukai oleh Daniel seorang atheis. Peristiwa yang menghambat dakwah semakin membuat mereka dekat, Daniel pun mulai tertarik pada Islam Leo dan sekutunya yang tak suka pada dakwah melakukan segala cara untuk membubarkan...