Liburan telah usai, para mahasiswa kembali ke kampus untuk menjalankan rutinitas perkuliahan di semester genap. Sementara aku bolak-balik mengurus skripsi pada dosen pembimbing. Lelah sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi, tetap harus dijalankan agar segera tuntas perjuangan empat tahun menimba ilmu. Lagipula cita-cita untuk melamar Nadia bisa terwujud jika gelar sarjana sudah di tangan. Bukan apa-apa, minimal bisa membanggakan sesuatu di hadapan calon mertua.
Lama tak jumpa Nadia membuatku terdorong menyambangi sekretariat LDK. Sesuai permintaan gadis itu, aku tak boleh lagi mencandainya di tempat umum atau perjanjian batal. Kejam sekali memang!
Di jarak sepuluh meter dari sekretariat, aku melihat Nadia sedang bicara serius dengan teman-temannya. Tertuntun penasaran kuhampiri gadis-gadis yang berdiri melingkar di depan pintu ruangan.
“Ada apa?” tanyaku penasaran melihat ketegangan di wajah mereka. Sepertinya ada masalah serius lagi.
“Artikel di mading banyak yang robek!” jawab gadis berkerudung ungu yang berdiri di samping Nadia. Dia menyodorkan beberapa potongan kecil kertas artikel. Sekilas aku meneliti robekan itu dan sedikit terkejut.
“Kok, bisa? Siapa yang nyobek?” tanyaku lagi.
“Buletin takwa yang disimpan di masjid juga robek-robek!”
Bukannya menjawab pertanyaan, gadis itu malah menambahkan info yang membuatku makin mengerenyitkan dahi.
“Ini pasti ada hubungannya dengan pejabat kampus itu. Kalah dialog, malah main curang! Brengsek memang!”
Gadis-gadis itu serentak mengiyakan perkataanku. Nadia pun menanggapi, " Aku juga berpikir begitu, tapi lum ada bukti!"
Dari arah ruang sekretariat lelaki, Alfan dan beberapa temannya menghampiri kami. Dia memerintahkan pada semua anggota LDK untuk mengecek kejadian-kejadian apapun yang dirasa aneh dan langsung melaporkannya.
Aku menawarkan diri untuk ikut dalam penyelidikan ini. Alfan sebagai pengganti Salim tak keberatan akan hal itu.
Dari laporan penyelidikan yang masuk, diketahui bahwa aritikel LDK dan buletin yang terpajang atau tersimpan di mana pun mengalami kondisi yang sama, robek! Keesokan harinya, kejadian itu berulang. Aku dan pihak LDK menyusun rencana untuk menangkap basah pelaku. Beberapa anggota pria diberi tugas menginap di sekretariat dan di masjid secara rahasia.
Seolah tahu ada yang mengintai, para pelaku tidak melancarkan aksinya malam itu. Hari berikutnya pun sama. Untuk sementara, LDK mengambil tindakan artikel dan buletin dipasang dan disimpan pagi sampai sore, jelang magrib ditarik.
Aku mengusulkan agar membawa masalah ini ke forum pertemuan antar organisasi. Mayoritas sepakat bahwa kejadian ini ada kaitannya dengan peristiwa persekusi sebelumnya. Mereka mencurigai teror ini dilancarkan pihak kampus. Namun, karena cara yang digunakan tidak terang-terangan, sulit mencari bukti.
Lepas mengikuti beberapa pertemuan, aku merasakan keganjilan. Setiap rekomendasi yang diluncurkan tak bisa berjalan mulus.
“Sepertinya ada mata-mata dalam forum ikatan organisasi. Hanya saya belum bisa memprediksi siapa yang patut dicurigai?” Kusampaikan uneg-uneg yang mengganjal beberapa hari ini pada Alfan dan kawanannya.
“Saya sependapat dengan analisa Bung Daniel. Sepertinya pihak kampus sengaja menunggu lengsernya para penggagas forum, karena mereka lebih idealis daripada ketua-ketua sekarang. Mungkin saja di antara mereka ada yang sengaja di taruh untuk mengacak dari dalam,” sambut Alfan, tangannya mengetuk-ngetuk meja, lalu beralih menempelkan satu jari di bibirnya. Ia seperti sedang merangkai informasi demi informasi.
“Kemarin aku liat Dean keluar dari ruang Pak Warsito. Setahuku, dosen itu gak ngajar matkul anak Sospol, juga bukan pembimbingnya,” ungkap Irfan yang sedari tadi diam. Ia gatal juga untuk angkat bicara.
“Tapi kita gak bisa suuzon, coz gak ada bukti. Kali aja ada bisnis diantara mereka,” tukas Sidiq.
“Gak ada salahnya pepet Dean. Fan, kamu ya!”
Alfan secara langsung mendelegasikan tugas itu pada Irfan dan langsung disambut antusias.
Obrolan berlangsung dua jam lamanya. Membahas strategi menghadapi situasi terkini yang lebih membingungkan. Langkah yang diambil salah satunya melakukan pendekatan personal pada semua pejabat organisasi. Menguatkan ikatan sekaligus menganalisis kejujuran dan keloyalan masing-masing. Selain itu harus menjalin hubungan dengan dosen-dosen berpengaruh yang masih terlihat netral.
Agenda keliling tokoh kampus makin membuka fakta bahwa tidak semua yang di depan menyatakan keloyalan itu, setia. Ada yang terbaca mereka hanya pura-pura. Temuan ini menjadi acuan untuk penyusunan strategi ke depan.
Salim yang sudah lengser, diterjunkan kembali untuk konsolidasi ulang dengan berbagai elemen. Aku tak mau ketinggalan ikut ambil bagian. Meski belum sehaluan, berjuang bersama barisan mereka ternyata menyenangkan. Sikap santun, tetapi cerdas dapat kutemui di sana. Tak ada kemunafikan apalagi keserakahan akan dunia.
Baru kusadari bahwa ada kelompok manusia yang terikat bukan karena kepentingan perut semata. Apalagi kemewahan dunia. Mereka tidak dibayar atau mengharapkan bayaran. Semua didedikasikan untuk jalan Tuhan yang mereka sebut dengan nama Allah.
Lambat laun aku mulai terbiasa dengan ucapan keseharian seperti akhy, ukhty, afwan dan lain sebagainya. Tentu saja aku akan menggunakannya untuk menggoda Nadia.
Meski sudah ada perjanjian, tetap saja gatal jika tak melihat mulutnya dibentuk seperti keong. Juga rindu pada pelototan mata bulatnya. Ah, Dy, kau ini punya sihir apa, sih?
“Ukhty boleh pinjam ballpointnya?”
Aku menghampiri gadis bermata jeli yang sedang duduk di bangku pinggir koridor ruang LDK. Tanpa melihat ke arahku, ia merogoh tasnya dan menyodorkan benda hitam berstrip emas.
“Eh, salah maksudnya pensil. Duh, aku ini!“
Dengan bibir yang mulai dimajukan ke depan diambil juga benda yang kuminta. Sementara gadis yang bernama Dian tak kuat menahan senyuman.
“Penghapusnya sekalian, boleh?”
Nadia menoleh padaku, lalu mata bulatnya makin membulat. Ish, makin menggemaskan saja.
“Kak Daniel mulai, deh. Inget, loh!“ omelnya dengan sorot mata yang mulai tajam.
“Perjanjian pranikah kita’kan? Tentu, dong Honey aku selalu ingat. Ada di HP, mau liat? Nih!“
Sengaja kusodorkan HP yang sudah menyala. Terpampang di sana foto kami dengan baju yang senada. Tentu, Nadia terbelalak, lalu makin menajamkan tatapannya padaku.
Aku tertawa, lalu mengedip padanya. Sebelum singa betina itu murka, baiknya kutinggalkan saja.
Ah, Dy. Tak menggodamu itu aneh rasanya.
*
Tersedia di
KBM APP
EBOOK
NOVEL CETAKPemesanan
081261934594
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE YOU FISABILILLAH
RomansNadia seorang pejuang dakwah disukai oleh Daniel seorang atheis. Peristiwa yang menghambat dakwah semakin membuat mereka dekat, Daniel pun mulai tertarik pada Islam Leo dan sekutunya yang tak suka pada dakwah melakukan segala cara untuk membubarkan...