YANG KURINDUKAN

915 50 11
                                    

Aku bersyukur teman-teman kos belum heboh. Berarti kejadian tadi tak sampai ke telinga mereka. Hanya saja, aku harus tetap waspada. Masalahnya persoalan seperti ini mudah menyebar.

Bantal kutarik untuk menutupi kepala yang menelungkup. Malu sendiri membayangkan adegan siang tadi. Kebencian yang sempat hadir, terurai tanpa sisa. Yang ada, aku ge’er luar biasa.

Gimana enggak? Kak Daniel mengungkapkan cinta di depan umum itu spektakuler banget. Aduh, jantung gak kapok amat teriak-teriak.

Aku tetap dalam posisi ini hingga tak terdengar lagi suara anak kost. Sengaja sebenarnya untuk menghindari obrolan.

Setelah yakin mereka tidur, aku bangkit dari kasur. Perut laksana paduan suara dari tadi. Kujengkitkan kaki agar tak mengusik Wiwit. Maklum, anak itu tajam telinganya.

Di dapur, kugoreng rolade siap saji yang sengaja nyetok untuk keperluan darurat. Dalam lima menit aku sudah mulai menyantap nasi dan lauknya.

Klik!

“Ahay, ampe ngendap-ngendap gitu Nyonya Edgar! Hahaha!”

What the?

Potongan rolade hampir saja tersembur dari mulut saat sadar kalau teman-teman sedang mengerjai. Aku membulatkan mata dan menajamkannya. Kalian!

“Ceritaiin!”

“Enggaaak!”

*

Aku mempercepat kepulangan untuk menghindari pergosipan. Pasalnya berita plus bumbunya sudah mengangkasa raya. Kakak mentor sampai turun mengintetogasi terkait hubunganku dengan kak Daniel.

Teman-teman LDK langsung tabayun terkait hal ini. Setelah kuceritakan barulah mereka bernapas lega. Namun, dasar jail gadis-gadis itu makin gencar menggodaku.

Hanya saja, pasca kejadian itu, Kak Daniel menghilang. Di satu sisi aku tenang, di sudut lain hatiku mulai terpasung rindu.

Berulang kali kuminta pada Allah untuk mencabut saja perasaan tak pantas ini. Alih-alih hilang, ketajaman rasa ini makin menusuk hingga ke palung jiwa.

Hari ini, jadwal pulang ke rumah menyambut liburan panjang pasca ujian. Tiba di terminal, naik bis yang dulu pernah ditumpangi bersama Kak Daniel.

Hati tak bisa berbohong lepas ungkapan cinta kak Daniel aku makin terjebak rindu. Begitupun saat ini, seperti ada yang hilang kala candanya tak datang menyapa.

Mata ini hanya bisa menatap keluar jendela. Menghilangkan kejenuhan dengan memandangi lalu lalang kendaraan dan manusia yang sibuk dengan segala rutinitasnya. Satu senyuman lolos kala kebersamaan itu terlintas kembali.

Kak Daniel, kamu kasih aku virus apa coba?

Menghabiskan dua jam duduk di dalam kendaraan segi empat besar membuat badan rasa kaku. Namun, kelelahan kalah oleh buncahan bahagia akan bersua dengan keluarga tercinta.

Ayah mencium keningku saat kaki ini menjejak lantai keramik rumah. Bunda sudah tentu tak mau melepas pelukan.

Aneka makanan kesukaan tersaji lengkap di meja makan. Aduh Bunda, apa mau bikin aku gendut? Ah, biar sajalah. Jarang banget anak kos makan semeriah ini.

Canda tawa menghias di sepanjang hari. Kuhabiskan liburan dengan mengisi pengajian remaja di sekitar rumah. Ikut terjun dalam kegiatan kepemudaan di lingkungan. Kadang mengajar baca tulis anak-anak pra sekolah dasar.

Seabrek rutinitas itu tak mampu utuh memalingkan hatiku dari dirinya. Jika tak ada aktivitas, pikiranku melanglang buana.

“Ehm, ngelamun aja!” Kehadiran Ayah menyeret otakku untuk kembali ke dunia nyata.

“Ayah, bikin kaget aja. Siapa yang ngelamun, ih!” Saking kaget kuelus dada.

“Daniel itu, anaknya baik, ya?”

“Eh.” Kulirik sekilas lelaki paruh baya yang rupanya sedang kepo dengan hidup putrinya.

“Pekerja keras lagi.” Aku mulai menyadari sesuatu. Ayah menaruh harapan ternyata. Kak Daniel memang pandai meraih hati orang.

“Kapan mau datang ke rumah? Ayah pengen ngobrol banyak. Siapa tahu cocok jadi mantu.”

“Ayah!” Kutepuk lengan besarnya, lalu memalingkan wajah untuk menyembunyikan rasa malu. Eh, ayah malah menarikku hingga tatap kami bertemu. Sepertinya aku harus jujur perihal pemuda itu, biar tak mengukir harapan terlalu dalam.

“Tante Nadia, ada tamu!” Niatku untuk menceritakan siapa Kak Daniel urung kala teriakan ponakanku menyapu telinga.

“Sana, temuin dulu tamunya!” perintah Ayah.

Selepas mengenakan jilbab dan kerudung, aku keluar untuk menyambut tamu. Heran sebenarnya, siapa yang berkunjung lewat Isya begini.

Ayunan lambat kakiku terhenti demi melihat seseorang yang namanya terselip dalam untaian doa.

Seseorang yang … kurindukan ….

*
Tersedia di

KBM APP
EBOOK (Playstore)
NOVEL CETAK (081261934594

LOVE YOU FISABILILLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang