6. Permintaan

8.1K 713 60
                                    

Luka itu adalah pelengkap hidup. Di dunia ini tak akan ada satu orang pun yang tak memiliki luka dalam hatinya. Yang ada hanya mereka yang dapat menyembunyikan luka itu dengan baik.

***Longing Heart***

Langkah gontai itu menyusuri trotoar jalan. Dengan wajah pucatnya serta pelur yang membanjiri sekujur tubuhnya Kevin tampak begitu berantakan. Karena sungguh, Dia tak menyengka bahwa pertemuanya dengan sang ayah dapat membuat tubuhnya selemas ini. Mungkin karena dia sudah lama tak bertemu dengan ayahnya maka, hal itu membuat mentalnya menjadi lemah. Jadi saat bertemu dengan ayahnya kembali rasa takut itu semakin membesar dan membuat Kevin kepayahan. Padahal Kevin sangt ingin bertemu dengan ayahnya, berbicara dengan beliau dan meminta maaf. Tapi bila seperti ini bagaimana bisa Kevin meminta maaf pada ayahnya? Kevin ragu pada dirinya sendiri. Untuk menatap mata sang ayah saja Kevin tak mampu.

Helaan nafas berat pun Kevin keluarkan. Kemudian Sesampainya di parkiran, Kevin langusng menaiki motornya dan melajukankanya. Kevin tak boleh lupa kalau dia masih harus segera mengantar satu pesanan lagi. Dia tak boleh terlalu lama membuat pelanggan menunggu yang akirnya membuat dia merugi.

****

Dengan kerutan dalam dan mata yang menyelidik Rama mendekati Alxe yang masih dalam posisinya bersandar dengan mata terpenjam. Entah mengapa sahabatnya itu tampak muram sejak masuk ke ruangannya yang tentunya hal itu membuat Rama penasaran.

Dengan secangkir kopi yang baru saja dia buat. Rama duduk tepat di depan Alex. Menikmati kopi hangat itu secara perlahan dengan pandang mata yang masih mengamati Alex lekat.

"Kenapa wajah mu muram seperti itu? Apa terjadi sesuatu?" Tanya Rama memecah kehening. Namun bukannya menjawab pertanyaan Rama, Alex malah mengucapkan kaliamat ambigu. Dia mengatakan bahwa Kevin dari dekat sangat mirip dengan Alvin. Membuat Rama tersenyum mendengar pernyataan itu.

Ya.. sebenarnya Rama tau, hanya putranya saja yang dapat membuat Alex terlihat sekacau ini. Bahkan tiga tahun lalu dia nampak seperti mayat hidup saat kehilangan satu putranya dan mendapati putranya yang lain terbaring koma di rumah sakit.

"Kamu itu bagaimana, mereka kan kembar. Bagaimana mereka tak serupa." Rama tertawa ringan, dia menepuk-nepuk bahu sahabatnya guna menguatkan.

"Tapi apa dia sakit? Wajahnya tampak begitu pucat." Kali ini Alex menatap Rama lekat. Berharap bahwa Rama bisa menjawab pertanyaanya. Namun belum mendapatkan jawaban dari Ramah, Alex sudah kembali berbicara dengan rawt wajah gusarnya. " Kenapa dia terlihat lebih kurus saat dari dekat. Apa itu efek dari pekerjaaanya? Dia bekerja terlalu keras dari pagi hingga pagi lagi. Apa aku harus membuat dia berhenti dari pekerjaanya?" Alex mengangguk membenarkan ucapanya sendiri seraya berdiri. "Ya! Aku harus menelpon bosnya suapaya dia di pecat. Dia tak boleh bekerja seperti itu. Aku tak mau dia sakit. Aku.."

Kalimat Alex terhenti begitu pula dengan gerakan tanganya yang ingin menelpon saat Rama merampas ponsel Alex.

"Tenanglah, jangan bersikap gegabah seperti ini. Kalau dia tau apa yang telah kamu lakukan untuknya selama ini, itu pasti akan melukainya." Nasihat Rama dan menyuruh Alex kembali duduk. Alex pun mengikuti nasihat Rama dan kembali duduk. Namaun tetap, hati Alex masih belum bisa tenang.

"Lalu aku harus bagaimana? Semua ini salah, tak seharunya aku membiarakan dia melakukan pekerjaan serabutan. Tak seharunya aku hanya duduk diam melihat anakku bekerja seperti itu." Alex mengerang tertahan. Saat ini Alex benar-benar tampak kacau. Dia terlihat begitu depresi dan kebingungan. Dia benar-benar tak tau apa yang harus dia lakukan uantuk putranya.

"Bila kau ingin bertemu denganya? Aku bisa mempertemukan kalian. Mungkin akan lebih baik bila kalian saling bertemu dan berbicara secara languang." Saran Rama, tapi gelengan yang Alex berikan.

Longing HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang