Part.9 'Promise'

23 3 0
                                    

     Lia mengancing cardigan rajutnya yang berwarna hijau tosca cerah, agar tubuhnya terasa lebih hangat. Ia baru saja menjejakkan kaki di Bandung. Hari ini Lia menepati janjinya pada Arsya. Ia sengaja datang untuk merayakan ulang tahun Arsya yang ke tujuh belas. Walau hari ulang tahun Arsya tepatnya sudah lebih dari seminggu yang lalu, tetapi Lia baru sempat datang sekarang. Selain itu mereka juga ingin merayakan kelulusan mereka. Lia lulus dengan gemilang. Dan punya rencana melanjutkan pendidikannya ke jurusan arsitektur. Tapi ia masih merahasiakan akan kuliah di kampus mana. Arsya juga berhasil lulus dengan sukses. Ia telah membuktikan sendiri tekad kuatnya membuahkan hasil. Membuat Arsya semakin yakin ingin meraih cita-cita menjadi seorang ahli keuangan.

"Kuliah di universitas bareng gue, Lia. Biar kita bisa sering ketemu," saran Arsya yang menjemputnya di terminal bus di tengah kota Bandung.

     Lia memandang senang ke arah Arsya yang terlihat semakin dewasa dan menawan. Apalagi sekarang usianya sudah tujuh belas tahun. Dua bulan lebih tua dari Lia.

"Lo yakin lo bakal di terima di jurusan universitas perekonomian?" ledek Lia.

"Gue harus bisa. Itu cita-cita gue. Setelah lulus, gue bakal cari kerja di Jakarta," sahut Arsya.

"Lo ga mau tetep tinggal di Bandung? Menurut gue tinggal di Bandung lebih enak. Lebih tenang. Udara di sini juga lebih sejuk," kata Lia.

"Kalo emang disini lebih nyaman, kenapa lo pindah ke Jakarta?" ledek Arsya.

"Karna gue lebih baik tinggal sama Tante gue. Lagi pula gue harus tinggal di Jakarta karena kota itu lebih besar dari kota ini. Ada tempat yang secara teratur harus gue datangi dan tempat itu gaada di sini," jawab Lia.

"Ahh, Lo udah mulai sok misterius. Gue ga akan nanya tempat apa yang lo maksud. Percuma, lo pasti gaakan ngasih tau gue. Kayanya semua itu cuma buat alasan lo buat ngejauh dari gue," tuduh Arsya dengan nada suara sedikit kesal, lalu ia mengalihkan pandangannya dari Lia.

     Lia malah tertawa geli.

"Gue takut kalo terlalu sering deket sama lo, Arsya," sahut Lia.

"Takut? Kenapa? Emangnya muka gue nakutin?

"Gue takut bosen,"

"Oh, jadi gue ngebosenin?"

"Bukan gitu maksud gue, Arsya. Gue lebih suka tinggal di tempat yang jauh dari lo. Supaya sesekali gue bisa ngerasa kangen," jawab Lia.

     Arsya mengerutkan keningnya. Alasan Lia terdengar tidak masuk akal baginya.

"Yaudah, kita gausah satu kampus. Tapi kalo bisa kita sama-sama kuliah di Jakarta" usul Arsya.

     Lia tersenyum misterius.

"Kita liat aja nanti," sahut Lia.

     Arsya hanya diam menahan rasa kesal.

"Sekarang, kita mau pergi ke mana?" tanya Lia, berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

     Arsya menghela nafas sedikit keras.

"Kita pergi ke puncak aja gimana? Kan lo udah lama ga ke Bandung dan lo pasti jenuh kan di Jakarta terus?" tanya Arsya.

     Lia mengangguk setuju.

"Kita jalan kaki aja tempatnya ga terlalu jauh dari rumah nenek Lo," jawab Lia.

     Setelah beberapa lama berjalan, Arsya dan Lia berhenti melangkah. Mereka beristirahat sejenak sambil menikmati pemandangan dan sejuknya pegunungan. Suasana di pegunungan terasa sangat damai.

"Lia, apa gue udah bilang kalo nilai ujian matematika gue dapet nilai delapan?" tanya Arsya.

     Lia menoleh, menatap Arsya dengan ekspresi wajah ikut senang.

BerlianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang