IV

698 74 3
                                    

Hari kemarin telah berlalu.

Ino telah menjelaskan padaku kenapa dia tak mengangkat telponku waktu itu. Dia sangat khawatir jika terjadi apa-apa padaku. Dia refleks berkeliling mencariku tanpa bisa menggunakan ponselnya karena daya baterainya habis.

Untung aku bertemu si playboy Uchiha. Karena dia, aku jadi tidak sendirian. Dia membantuku dan menemaniku hingga aku bertemu dengan Ino. Aku sungguh berterimakasih kepadanya.

Tapi, ternyata yang namanya Uchiha tetaplah Uchiha.

Kupikir dia sudah berubah sejak kejadian itu. Nyatanya tidak, sama sekali tidak. Dan, aku sangat menyesal sempat memujinya.

Dia terlalu over padaku. Dia seenak rambut ayamnya telah menantang Naruto berkelahi memperebutkanku. Astaga, dia keras kepala sekali. Bukankah aku sudah menolaknya berkali-kali? Kenapa masih memaksa? Dia jelas-jelas tahu siapa orang yang kusuka.

Tak bisa kupungkiri, perasaanku pada Naruto semakin besar seiring hubungan kami yang semakin dekat. Dan, kurasa, Naruto memiliki perasaan yang sama padaku.

Tapi, kenapa, Tuhan?

Masih dalam status pendekatan saja ada begitu banyak masalah yang harus kami hadapi. Selain gangguan dari si playboy Uchiha, ternyata ayah tidak setuju akan hal itu. Ditambah Gaara menyukaiku membuat Naruto menjadi sedikit menghindariku.

Kenapa jadi seakan-akan aku tidak berjodoh dengan Naruto?

Hingga akhirnya aku mendapat jawaban atas perasaanku. Yang sedari aku nantikan, waktu dimana Naruto mengungkapkan perasaannya padaku. Aku bahagia. Ternyata Naruto benar menyukaiku.

Tanpa harus menunggu berhari-hari, aku ikut mengungkapkan semua yang kurasakan padanya. Aku berharap hubungan kami bisa lebih dari teman. Tapi, Naruto menolak. Dia takut menyakiti banyak pihak.

Aku menggeleng keras, tanda tak setuju.

"Ini hak kita, Naruto. Kau mau menyakiti hatiku dan hatimu demi orang lain yang belum tentu memikirkan kita?"

Naruto terdiam lama.

"...aku tidak tahu."

Aku menghela napas frustasi. Kenapa harus sesulit ini, Tuhan?

"Tapi, aku tidak bisa lagi menahan perasaan ini seorang diri."

Mendengar ucapannya yang putus asa, aku mencoba memikirkan solusi.

"Oke, aku punya ide."

Naruto tampak tertarik.

"Bagaimana kalau kita backstreet?"

Blue sapphirenya melebar. Aku pun tersenyum meyakinkannya.

"Bagaimana?"

Lama dia berpikir hingga Naruto pun mengangguk ragu.

Yassh! Akhirnya kami pacaran. Mungkin kedengarannya aku egois, tapi untuk saat ini aku tidak peduli. Aku sungguh ingin bersama Naruto, orang yang kusukai.

..ooOOOoo..

Diary Of Haruno Sakura [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang