XIII

634 74 2
                                    

Air mataku tak henti-hentinya keluar merasakan sakit ini.

Uchiha itu memang playboy. Sekali playboy, akan selamanya jadi playboy. Dia mempermainkanku dengan ucapan yang sering dia lontarkan sejak dulu.

"Aku tak lagi playboy, Sakura. Aku hanya menyukaimu."

Dulu aku memang tak percaya dengan kalimat itu. Tapi, betapa bodohnya aku yang kini berubah percaya bahwa dia akan terus setia menyukaiku.

Aku tahu perasaan seseorang bisa saja berubah seperti apa yang terjadi pada diriku. Dan, pastilah itu juga terjadi pada diri si Uchiha itu.

Kini, aku menyesal karena dulu pernah menyia-nyiakan perasaannya. Dan, kini pun aku menyesal karena terlalu berharap padanya.

Oh, Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Beginikah sakitnya melihat orang yang kita cintai tidak bisa kita miliki?

Setelah kuungkapkan segala perasaanku padanya, kini si Uchiha itu seakan memberiku jawaban.

Aku memergokinya bersama wanita lain di ruangannya. Si Uchiha itu menindih si wanita, persis seperti apa yang ia lakukan padaku, walau bedanya ini di lantai.

Dadaku sesak penuh amarah. Ingin sekali kulabrak wanita itu, namun aku tahu aku bukanlah siapa-siapa. Dia tampak terkejut dan segera menjauh dari si wanita. Air mataku mengalir, lalu kutinggalkan ruangan itu dengan rasa sakit di hatiku.

Aku bertanya-tanya, mungkinkah dia sudah menemukan cinta yang lain? Karena semenjak kami bertemu lagi, dia tak pernah lagi mengumbar kata suka padaku seperti dulu. Atau jangan-jangan ini ada kaitannya dengan aku yang menolak untuk membuktikannya kemarin?

Arghh, sudahlah. Kurasa inilah akhir dari perjuanganku. Dan, apa yang dikatakan Sasori tidak benar. Justru aku juga mengalami hal yang sama sepertinya.

Dengan berat hati, aku putuskan kembali ke Jepang sore ini. Aku lelah dan pasrah kepada Tuhan, tak lagi peduli siapakah yang akan menjadi cinta sejatiku sebenarnya.

Mataku berkaca-kaca saat kakiku berjalan berat di dalam bandara.

Ada apa ini?

Masihkah aku berharap pada Uchiha itu?

Apalagi samar-samar aku mendengar dia memanggil namaku.

Aku berhenti dan menggelengkan kepalaku berkali-kali. Ini tidak benar. Kuharap Tuhan menghilangkan suaranya yang terus terngiang di kepalaku.

Tapi, nyatanya malah berkebalikan.

Suaranya semakin jelas terdengar membuatku merasa bahwa aku sudah gila.

Tolong, Tuhan. Kumohon tolonglah aku.

Di saat aku bergelut dengan batinku sendiri, tiba-tiba ada yang menyentuh pundak kiriku. Aku merasa deja vu, jangan-jangan ini--

"Hn, Sakura."

Air mataku semakin tak terbendung hingga merembes membasahi pipiku.

Ini bukan mimpi, kan? Yang kulihat saat ini adalah si Uchiha itu berdiri di hadapanku.

Aku tak bisa berkata apa-apa, dan dia tersenyum ke arahku. Dia lalu menunduk, mengarahkan kepalanya mendekatiku. Dan--

Cup.

Dia menciumku.

Di tengah keramaian bandara, dia terus menciumku. Sebelum aku terbuai dengan perlakuannya ini, buru-buru ku dorong dadanya menjauhiku.

"Untuk apa kau ke sini?"

Kutanya ketus, dia langsung melirik kopernya. Eh, tunggu. Sejak kapan dia bawa koper? Dan, untuk apa?

"Pulang bersamamu."

Aku tak mengerti dengan jalan pikir Uchiha.

Bukankah tadi dia sedang berduaan dengan wanita itu? Kenapa tiba-tiba di sini dan menciumku? Darimana dia tahu aku akan pulang? Kenapa juga dia ingin ikut? Bagaimana dengan perusahaannya di sini? Siapa yang akan mengurusnya?

Seakan bisa mendengar berbagai pertanyaan di hatiku, dia lalu mengatakan satu kalimat yang berhasil membuatku termenung tidak percaya.

"Aku mencintaimu, Sakura."

Onyxnya memancarkan keyakinan dan kubalas tatapan meragu. Aku tidak salah dengar, kan? Atau dia ingin mempermainkanku lagi?

"Aku sudah memikirkan ini baik-baik dan inilah jawabanku atas penyataan perasaanmu. Sebenarnya aku ingin mengatakannya tadi saat kau datang ke ruanganku, tapi sepertinya kau salah paham setelah melihat insiden jatuhku tadi. Percayalah bahwa aku tak lagi playboy semenjak aku mengenalmu, Sakura. Aku sungguh-sungguh mencintaimu."

Hatiku bergejolak, tak tahu harus bereaksi apa.

"Dan untuk sikap dinginku padamu, sebenarnya aku hanya ingin menunjukkan bahwa aku sudah melupakanmu. Tapi, aku menyerah setelah melihat sikapmu yang juga berubah padaku. Terimakasih, terimakasih, Sakura. Terimakasih sudah membalas perasaanku."

Oh, tidak, onyxnya berkaca-kaca menatapku. Apa yang harus kujawab? Aku bingung karena saking senangnya mendengar ini.

Dan, ribuan kupu-kupu langsung berterbangan dalam perutku ketika dia berlutut di hadapanku.

"Haruno Sakura, bersediakah kau menikah denganku?"

Oh, Tuhan, inikah akhir dari perjuanganku yang sesungguhnya?

..ooOOOoo..

Diary Of Haruno Sakura [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang