Bagian 4

59 3 0
                                    


Cubinya. Pink, helai kain yang menutupinya begitu manis. Kebahagiaan selalu terpancar darinya. Hari-hari indah selalu kujalani bersamanya. Namun selalu ada penggalan kata yang sulit kuucapkan padanya.

Minggu depan kami diwajibkan mengikuti ujian seni musik gitar dan biola. Tampaknya mengasyikan, karena jarang sekali kami diperbolehkan membawa alat musik pribadi. Gadis cantik sahabatku tidak pernah diperbolehkan dengan dua alat itu oleh kedua orangtuanya, konon katanya ia harus fokus pada studinya di bidang akademik.

"hei Dony, aku bawa gitar nihhh.." ia mendahului fajar yang masih malu menampakkan kegagahannya.

"wah.. punya siapa tuh..? emang kamu bisa?" sedikit menantang mengangkan kedua alis.

"ihh bisa dong, bang Rasyid yang ngajarin. Yaa dikit dikit maksudnya.. hha" ia mencoba memposisikan gitar di pangkuannya. Meletakkan jari-jari lentiknya di kunci A mayor.

"kunci apa itu?" tanyaku menguji.

"hihh ini C minor, masa kamu gak tau" jawabnya tegas dengan penuh percaya diri.
Aku tertawa lepas. Menatap matanya yang setengah memasang wajah bengong dan setengah sebal kebingungan. Kainnya kini berwarna hijau daun menyejukkan. Sejurus kemudian ia meninggalkanku sendiri sebelum masuk kelas. Hah, ia membenciku.
Aku tak diam, aku mengejarnya. Namun, sebuah drama di hadapanku menghentikan ketukan sepatuku, bersembunyi di balik daun pintu sebelum gadis cantik itu tau Mitha.

"terimakasih kak.." gadis cantik berhadapan dengan pria bersyal layaknya pejuang di negeri seberang, para syeikh yang tengah berdakwah di atas mimbar. Dony.
Kini mematung, Dony memang tampan dan berwibawa. Siapa hawa yang tak mau bercinta. Aku sahabat dan kami sudah putus, aku hanya berjabat untuk kerabat dan bukan cinta. Tak apa, aku bahagia. Potretnya telah lama menghiasi dinding kamarku. Kenangan bersamanya kusimpan apapun, meski itu selembar kertas maupun setitik debu. Aku selalu melempar canda bahwa aku ingin bercinta, tapi tidak. Iya tak ada cinta untuk kumbang yang tiada berharga.

Di suatu senja saat lembayung masih mematung, kudapati kabar gadis cantik mengalami kecelakaan sepulang mengajar di suatu lembaga peduli pelajar. Esoknya aku berniat mengetahui dengan pasti, namun satu pesan masuk darinya.

Dony, aku baik­-baik saja. Besok juga aku ke kampus kok. Bantu aku untuk besok.

Dimana Dony yang biasa malu-malu menampakkan kegagahannya saat aku berada di lantai dua kelasku?. Ia masih kalah dengan kelabu sisa tangisan langit di saat bintang tak hadir menemaninya, mungkin ini tanda bela sungkawa alam bagi gadis cantik yang belum menunjukkan batang hidungnya hingga kelas akan segera masuk.

Satu jam pelajaran berlalu, mobil silver bertuliskan "Terios" terparkir tepat didepan kelasku.
"Olivia..!!" teriak hatiku, aku beranjak dari tempatku menimba ilmu.

AWAL HIJRAHKU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang