KEMANAKAH KITA AKAN KEMBALI
Setelah kematianya barulah kita sadar akan tujuan hidup yang sebenarnya. Berlinang air mata keluarga, berdegub jantung setelah mendengar kematian itu, berusaha agar ia di tuntun ke tuhannya bersamaan dengan syahadat di ujung lidah pilatnya yang gemetar, setelah rohnya tak ada lagi menginjak bumi. Barulah apa yang menjadi kebencian dalam diri kita akan membuka maaf dan mengingat kebaikan yang telah diberikannya. di ujung keluh resah yang kita rasakan merasa orang itu berhutang budi di kian sakitnya, kini sudah tak ada arti karena rasa itu sudah di tiup angin akhirat, membiaskan dalam genggamnya yang sudah siap akan pertanggung jawabannya di alam sana.
Matahari telah pulang lama keperaduanya, tiada sisa dari warna petang yang terlihat di malam yang kelam, kecipak kaki berlari kecil berhenti dari rumah ke rumah yang ada paut keluarga dan tetangga. rasa yang tidak berasa, meski ditanda hujan dengan basah sekujur tubuh. menuju rumah kami yang tak jauh. terengah dia membuka pintu rumah kami, membuyarkan waktu santai bersama keluarga di malam itu.
"eeng mee...ninggal". ucap Shifa terbata. "inallilahiroziunn" kami sentak menyambut ucap berita duka yang dibawa Mitha ibunya. dibalut rasa tak percaya menjawab keterkejutan kami dengan sendirinya bahwa hidup akan kembali pula kepada tuhannya.
"yuk Shifa, mang, tanjung kita ke sana melihat tante Olivia mungkin ini terakhir melihatnya" kata Mitha.
"Iih yuk kita kesanaan" ucap ibu dan ayahku.
"jung yuk". ajak ibuku. "kena maa ulun kesana. siang kena jaa. mun ulun kesana, siapa yang menjaga rumah" ucapku menyakinkan. "iyalah" sambut ibuku.
Mereka pun pergi ke rumah tante olivia sahabat ibuku semasa kuliah dan ayahku. meninggalkanku di rumah sendiri, di padu malam sunyi nan sepi dan dari samar kejauhan tadarus qur'an menghentikan hujan yang menandai basah dibulan ramadan. Tersentak aku berfikir kenapa kita masih mengingat harta, kenapa kita masih mengingat rumah dunia bukankah kita semua akan dipanggil juga di sisinya. lalu kenapa kita begitu enggan meluruskan jalan kemudahan untuk saudara kita.
"seharusnya aku tidak beralasan itu kepada mama" benakku. Lalu kuambil qur'anku yang sudah berdebu yang hanya menjadi pajangan tanpa dibaca, maka hari ini aku membaca. napasku menghela bacaanku mengirimkanya untuk beliau menancapkan kekhusyuan yang mampu mencakar alam kematian dengan sinar terang di sepanjang jalan yang dilewatinya.
Malam semakin larut, semua mata tertidur lelap. dengan niat menguburkan esok pagi sudah terbesit, memutuskan kesepakatan dengan menguncinya dalam keheningan malam.
Tak terkecuali aku yang juga ingin tidur lelap dironai perasaran takut akan didatangi arwah tersebut tetapi lambat laun aku tertidur juga dengan lelap.
Pagi itu tiba dengan sinar cerahnya. Ibu datang kembali mengajaku. kami pun kesana dengan hati penuh duka. Disana, dengan suasana yang teramat pagi berjejer orang-orang yang berbaik budi meringankan tangan membuat tabla, membentangkan kain kafan panjang, mengiris daun pandan, memotong gadang pisang dan disana gerombolan keluarga dan tetangga bercerita tentang kebersamaan mereka selagi beliau ada. mengisahkan tetesan tangis seakan nostalgia di hari-hari mereka yang tiada tahu umurnya akan berakhir.
Selepas kami membaca yasiin dan membantu orang-orang yang sedang sibuk terasa kegiatan kami usai. aku dan ayahku pun melangkah gontai ke gerombolan orang-orang yang bercerita tadi disana kami mendapat cerita sejarah kami yang terasa terpotong dalam editan waktu.
Berkilas balik dari umurku baru 10 tahun, mengundur lebih lagi selagi aku tak ada mengecap bumi. dari masa kecil orangtuaku lah yang merawat mereka. menambah perawatan extra dari orangtua kakek dan nenek yang sibuk bekerja dimasa itu. berkilas balik kedepan orang yang sering dia rawat kini sudah besar dan mempunyai cucu sekarang tugas anak angkat tante Olivia tidak hanya sampai disitu dia rawat cucu-cucunya.
Dia begitu mengerti tentang kesibukan orangtuanya. kini mereka bekerja dalam tantangan ringan hingga terbangun rumah besar nan mewah di kampung kami yang juga menggores sejarah dari raut wajah sang ibu dan ayahku, rambutnya putih dengan uban menyeluruh, yang kadang dia semir mengumumkan kepada teman temanya yang sebaya bahwa dia awet muda lagi tetapi dia juga acap kali berkata bahwa pesta akan bubar setidaknya itu yang menjadi slogan dalam hidupnya.
Di usia yang sudah tua bukanya menikmati harta tetapi dia masih mencari harta walaupun hanya dapat sepiring nasi sehari itu pun dia hanya meminta kepada keluarga untuk keikhlasan imbalan menjaga cucu. Gelar nama kamipun banyak yang diberikanya cincan untuk bunga, bocah ramai untuk melati, meons untuk aku, dan oyet untuk devi. kami masih ingat gelar itu. selebihnya cucu yang lain tidak mendapat gelar mungkin tergerus oleh usia beliau.
Dia begitu amat senang ketika mendapat uang. dibawanya kedalam mimpinya setiap hari meski mimpi hanya ada tambah dan kurang. Dan Jika menjelang lebaran dia habis-habisan membuat ketupat untuk dijual hingga mengalahkan kami. maka orang-orang menjulukinya juragan ketupat.
KAMU SEDANG MEMBACA
AWAL HIJRAHKU (TAMAT)
Short StoryAWAL HIJRAHKU. Semua orang di dunia ini tau bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah yaitu Tuhanku Yang Maha Sempurna. Aku sebelumnya tidak pernah tau bahwa cantik yang sesungguhnya berasal dari akhlak seseorang dan ketakwaanya kepada Allah. Ini be...