Bagian 15

14 3 0
                                    

Kucerna sedikit demi sedikit ceritanya, namun semakin kesini, semakin aku ingin juga mengeluarkan air mata.

Namanya Elena, anak kedua dari dua bersaudara, kakaknya adalah seorang perempuan yang sudah kerja menjadi Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi, hingga tinggallah ia bertiga dengan ibu dan ayahnya.

Elena adalah anak yang pintar, ia kuliah disini juga, di jurusan Ilmu Kedokteran dengan beasiswa prestasi penuh. Aku terkejut, terlintas dipikiranku ia adalah seorang yang jenius. Lalu ia juga taat pada agama, selalu menjalankan perintah-Nya. Namun, pada suatu titik tertentu dimana di bagian hidupnya ia meragukan keberadaan Tuhan. Hingga ia menceritakan bagian yang lebih banyak menguras air mata untuk diceritakan.

Keluarga Elena tinggal di lingkungan tempat prost*tusi dan kelab malam ilegal, Elena sudah sering meminta kepada ibunya untuk pindah kontrakan karena lingkungannya sangat rawan sekali. Namun, keluarga Elena bukanlah keluarga yang mudah untuk berpindah-pindah tempat tinggal, bukanlah keluarga yang mudah untuk mengabulkan permintaan anaknya. Namun, ibu Elena bekerja keras dengan menjadi penjual nasi uduk setiap pagi di depan kontrakannya. Sampai pada suatu malam, ayahnya pulang ke rumah dalam keadaan mabuk berat dan diseret oleh dua lelaki berbadan besar dan kekar. Mereka akan membakar rumah ini dan segala isinya apabila ayahnya tidak melunasi hutang-hutangnya yang terlampau banyak. Ibunya sangat ketakutan, ini bukan sekali dua kali ayahnya membuat ulah, barang-barang di rumahnya juga habis digadaikan di meja judi.

Dengan pikiran yang masih dipengaruhi alkohol, ayahnya menarik Elena dan melemparkannya ke arah dua lelaki itu sebagai pengganti hutang-hutangnya. Batin Elena terpukul, ia kecewa ayahnya sendiri menyerahkan dirinya seperti binatang, tidak berperikemanusiaan.

Kedua Lelaki itu kemudian menyerahkan Elena ke bos mereka yang meminjamkan uang kepada ayahnya. Sebagai gantinya, Elena harus menjadi P*K dan hasil ia "kerja" harus ia setorkan ke bos itu atau dengan ancaman keluarganya akan dibunuh tanpa sisa. Malam-malam yang Elena lalui seperti disayat-sayat pisau lalu dikucuri air jeruk nipis, perih, pedih dan menyakitkan tanpa jeda.

Hingga di dalam semua kekalutannya, Elena kabur dan berada di sini, merambah masjid yang sudah jarang ia rambah sejak kejadian itu. Namun, aku tertegun di antara semua keraguannya, ia masih mengingat tuhan dan ingin menyembahnya walau dengan perasaan takut. Takut karena ia mengangap dirinya kotor.

"Aku percaya Tuhan itu ada. Tetapi mengapa ia tega membuatku seperti ini?. Aku bukan hamba-Nya yang sombong, aku selalu mengerjakan perintah-Nya, dan menutup auratku. Tetapi lihat sekarang, Tuhan membiarkan auratku terbuka, membiarkan aku seperti ini. Apa Tuhan mendengarku dengan baik disini? Apa ia masih menerima sujudku setelah ini? atau memang sebenarnya dia memang tak ada untukku?"
Tutur Elena yang tangisnya kembali pecah. Aku mencoba menenangkannya kembali.

"Kamu percaya kan kamu punya otak? Tapi apa kamu bisa melihat otakmu sendiri? Kamu juga bisa melihat cara kerjanya? tidak kan?. Analogi itu sama dengan analogi Tuhan, kita tidak bisa melihat-Nya, kita tidak bisa melihat cara kerja-Nya. Aku yakin kamu juga tahu kalau letak keimanan kita bukan dipikiran kita, tapi ada di hati kita, Elen. Karena pikiran tidak bisa menangkap hal diluar dari pengamatan indra secara faktual." Jelasku dengan nada yang pelan, menghindari agar dirinya tidak menangis dan tersinggung. Elena kembali memandangku, dan kini ia memberi sebuah senyuman yang manis. Sambil mengusap air matanya, ia berkata lagi kepadaku.

"Kau benar, seharusnya aku memang tidak mempertanyakan keberadaan Tuhan. Aku hanya perlu menanyakan satu hal, mengapa Tuhan menghancurkan masa depanku seperti ini. Itu saja, Nesia!. Terimakasih kau bersedia mendengarkan ceritaku yang sangat tidak berguna. Aku akan protes sendiri ke Tuhan kita" Ucapnya keras. Lalu ia berdiri, mengeluarkan sebuah pistol dan mengacungkan ke pelipis kanannya sendiri.

"Ada apa ini" Sahut seorang gadis manja dari keluarga terpandang.

AWAL HIJRAHKU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang