13

3.3K 713 455
                                    

Yuhu~

Are you ready for big war? 😂😂😂


Happy reading!^^



~°~°~



Aku tak percaya bahwa kami dipersatukan sekali lagi di arena tarung oleh takdir. Panasnya suasana yang selalu terasa di sini bisa kurasa dengan baik. Sengitnya pertempuran yang akan terjadi juga sangat terasa.

Namun, kali ini kami tidak dipersatukan dalam pihak yang sama. Kami tidak berdiri berdampingan, tidak datang untuk saling melindungi, tidak datang untuk saling membantu.

Kini kami hadir berhadapan. Kami datang sebagai pesaing, kami berdiri untuk saling menyerang, kami berdiri untuk saling menyakiti satu sama lain. Semuanya berubah, sejak hari itu muncul.

Tapi, aku tak punya pilihan lain selain berperang. Ini satu-satunya caraku untuk meluapkan rindu, satu-satunya cara supaya aku bisa bicara dengan dirinya meski dalam keadaan emosi, dan satu-satunya cara supaya aku bisa membongkar alasan di balik tindakan gegabah yang telah ia lakukan.

Mataku melirik ke seisi arena tarung yang kosong. Tak ada satu pun saksi di dalam sini, baik sebagai penengah atau pun penonton. Hanya ada aku dan dia, mau berakhir kemenangan atau kekalahan. Hanya ada kami berdua, yang akan menyaksikan bagaimana hubungan ini berakhir.

Aku menghela napas, mencoba meyakinkan diri kemudian menatap Vernon yang bersiap di seberang sana. Meski aku tak bisa merasakan emosi darah murni, aku tahu bahwa Vernon bersiap untuk menangkis serangan, bukan untuk menyerang.

Entahlah, coba lihat apa yang akan terjadi pada kita.

Aku mengangkat tanganku di sisi kanan. Sekumpulan air membeku, tertarik ke atas seiring dengan pergerakanku. Aku mengibaskan tangan, menciptakan potongan es berjumlah tujuh buah dan melempar benda itu sembarangan ke arah lawan yang menanti serangan. Vernon menangkis seranganku dengan mudah, seolah sudah menebak itu akan terjadi.

"Jika kau ingin bertarung, maka bertarunglah dengan serius," ucapnya tegas. "Jangan ragu, maka aku juga takkan ragu menyerangmu."

"Kau sungguhan berniat bertarung denganku?" tanyaku lirih. Tetapi, kosongnya arena tarung membuat suaraku bergema.

Ia terdiam. Wajahnya datar tanpa emosi, persis seperti saat pertama kali kami bertemu. Persis ketika ia datang dan menabrak tubuhku di pagi hari, datang lagi di malam hari untuk memperingatkanku mengenai identitas Half Blood, lalu datang lagi esok paginya di sekolah untuk menjemput dan menghapus memori teman-temanku. Saat itu aku sama sekali tidak tahu pria macam apa Vernon itu. Aku sama sekali tidak bisa membaca pikirannya.

Ya, sama persis seperti sekarang. Aku tidak tahu siapa pria yang sedang kuhadapi dan bagaimana pikirannya berjalan. Aku tidak bisa menebaknya. Dia sudah berubah, sangat banyak meski aku tidak tahu apa persisnya.

Aku meringis ketika hatiku mulai terasa sakit lagi. Luka-luka dari pertempuranku dengan Aurora sebelumnya juga mendadak terasa perih. Aku baru merasakan sakit di area lututku, juga di bahu kanan yang kuyakini terkilir setelah berguling menghindari serangannya.

Kenapa ... meski sebelumnya aku merelakan apa yang terjadi, begitu berhadapan dengan Vernon aku menjadi lemah lagi?


"Beberapa waktu terakhir, ketika aku mulai tak bertemu lagi denganmu, aku selalu memikirkan satu kata tanya ... kenapa," ucapku kemudian menatap kedua bola matanya yang biru gelap, sangat cantik di bawah naungan atap ... tampak bersinar. "Kenapa? Itu saja. Bisakah kau memberiku jawabannya?"

Half Blood 2 (Son of the Sky) [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang