Hello guys~
Aku baru kembali setelah insomnia panjang berkat UAS yang sedikit membuatku pusing :') /banyak deng/
Happy reading!^^
~°~°~
"Kau sangat cantik. Aku iri padamu."
Aurora tersenyum tipis ketika aku keluar dari ruangan dengan gaun pengantin membalut tubuhku. Meski aku sempat enggan keluar dan mengurung diri beberapa saat‒sebelum wajah Vernon yang penuh lebam menghantui kepalaku dan mengingatkanku bahwa dirinya saat ini dalam bahaya–akhirnya aku memutuskan keluar dan menjalaninya.
Apa yang harus terjadi akan terjadi.
Itu yang terus kukatakan pada diri sendiri. Berharap dengan itu hatiku akan menerima. Meski entah kapan akan terjadi.
"Aku iri padamu, Aurora. Kau sangat bebas," sahutku sebelum akhirnya duduk di hadapan meja rias.
Aurora mendekati. "Aku memang bebas. Tapi aku kehilangan pria yang kucintai."
"Aku lebih mengenaskan," sahutku seraya menatapnya melalui cermin. "Dia akan kembali terlepas dari lamanya kau harus menunggu. Aku kehilangan pria yang kucintai selamanya. Kami akan hidup di dunia yang sama tapi tak bisa bersentuhan meski hati kami terus tersambung."
Aurora tak mengucapkan apa pun. Matanya berkaca-kaca. Ia menunduk, mulai menyentuh rambutku. "Takkan ada satu pun pengendali es yang bahagia."
"Apa maksudmu?"
Ia menatapku melalui cermin ketika menjawab, "Kita mengendalikan es karena sebuah alasan yang buruk. Kau pikir kita pantas mendapatkan kebahagiaan yang utuh?"
"Aku tidak melakukan apa pun, kenapa aku harus menderita seperti ini?" sahutku tak terima.
"Kau menyalahkan ibumu?"
"Aku tidak pernah meminta dilahirkan dari rahim seorang dewi, apalagi Dewi Cinta."
"Ibumu juga tidak pernah meminta diperebutkan oleh penguasa ketiga elemen. Apalagi mengalami situasi yang lebih rumit dari yang kau alami. Apa ibumu mengeluh? Tidak."
"Ibuku seorang dewi. Ia punya kemurnian hati," sahutku. Masih berusaha menyangkal.
"Hati kita memang tak sesempurna mereka. Tapi kita bisa mendapatkan hidup yang baik dengan menerima takdir."
Aku ingin sekali membalasnya. Tapi sial hatiku menyetujui itu. Aku menderita karena aku tak bisa menerimanya. Mungkin jika aku lebih merelakan aku akan menemukan hal baik dari kejadian ini.
"Bisa kau selesaikan dengan cepat? Aku tidak betah lama-lama mengenakan gaun ini," pintaku. Aurora tersenyum. Ia mengusap bahuku seolah mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja kemudian menata rambutku juga memoleskan riasan tipis di wajahku.
Aku tak bisa memungkiri bahwa Aurora sangat hebat. Rambutku ditatanya dengan rapi dan cantik dengan butiran-butiran es sebagai penghias. Wajahku juga tampak lebih menarik‒aku tidak sedang memuji diri sendiri. Aku bahkan sempat lupa sedang berada dalam situasi sulit nan memuakkan.
Tiba-tiba saja wajah tampan nan menyebalkan Vernon melintas di kepalaku. Aku menghela napas kemudian menunduk. "Apa Vernon akan baik-baik saja jika aku melakukan ini?"
"Dia akan baik-baik saja, percayalah padaku," sahut Aurora.
Aku langsung menatapnya. "Apa yang membuatku bisa memercayai kata-katamu?"
"Aku akan memastikan ayahku membebaskan Vernon dan tidak mengganggunya lagi. Aku akan melawannya jika ia tak menepati. Aku akan melakukannya untuk menebus kesalahanku padamu," balasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Half Blood 2 (Son of the Sky) [Seventeen Imagine Series]
FantasíaHighest rank - #77 on fantasy 190114 #3 Halfblood Ketika kebahagiaan berada pada tempat dimana aku hanya perlu menggenggamnya, ketika ujung jemariku telah bersentuhan dengannya, kebahagiaan itu lenyap seperti cahaya terang yang tiba-tiba hilang keti...