Sebelumnya aku mau berterima kasih sama kalian yang mengkhawatirkan kondisi aku kemarin. Pertama karena aku baru selesai UAS, kedua karena aku update malem-malem.
Aku cuma mau bilang kalau kalian gak perlu terlalu khawatir. Cape sih pasti, aku juga gak akan nampik. Tapi menulis itu sama kaya charger buat aku. Aku sama sekali gak terbebani dengan menulis kok, justru aku jadi refresh. Apalagi kalau update aku bisa berinteraksi sama kalian, yang komentarnya suka bikin aku ngakak sendiri atau cengar-cengir.
Terima kasih semuanya, aku sangat bersyukur bisa bertemu kalian semua melalui lapak ini❤️
Happy reading!^^
~°~°~
Alunan melodi dari piano klasik memasuki indra pendengaranku begitu melangkahkan kaki menuju taman. Di mana lampion-lampion sudah ditata sebagai penghias jalan menemani karpet merah. Kursi-kursi berlapis kain putih berjajar, dipenuhi oleh hadirin. Di ujung karpet merah ini terdapat sebuah panggung dengan mimbar di atasnya. Panggung itu ditata dengan cantik. Kain putih dan lapisan emas menghiasi tatanan panggung. Belum lagi bunga-bunga ikut menghiasi.
Aku bisa mencium aroma bunga yang kuat. Selain dari Aurora, bunga-bunga di taman ini menguarkan aroma yang kuat namun tak mengganggu.
Hoshi sudah berdiri di atas panggung. Menghadapku dengan senyuman lebar yang membuat matanya serupa garis. Ia mengenakan pakaian serba putih, lengkap dengan sarung tangan putih. Benang emas bisa kulihat menghiasi bagian kerahnya.
Sangat mencirikan Akash. Emas seolah menjadi keagungan dari sang Dewa Langit. Di detik itu aku merasa bahwa aku akan membenci emas selama-lamanya.
Aku mencoba memalingkan wajahku. Kutatap beberapa kursi kosong–milik Jun, René, dan Mingyu–yang enggan datang dan sangat kecewa akan keputusanku. Lalu, aku melihat ibu dengan gaun merah mencolok berdiri di samping Akash. Alasanku untuk melangkahkan kaki di tempat ini.
Kepalaku mendadak pening mengingat setiap kata yang keluar dari bibir tipis ibu. Kupikir ibu akan membuat semuanya menjadi lebih mudah untukku, terutama untuk membuat keputusan. Kupikir ia akan menarikku untuk mundur. Nyatanya kata-kata ibu malah membuatku semakin tak punya pilihan.
"Dulu aku dekat dengan Almer. Namun, tiba-tiba saja ia terjerumus ke dunia bawah. Menetap di sana dan hanya keluar ketika menikahi Anora. Aku tidak tahu apa sebabnya kerajaan Almer turun ke bawah. Kupikir ia menginginkannya."
Satu per satu kata-kata ibu kembali menghantuiku. Membuat kepalaku penuh akan kata-kata yang tak ingin kudengarkan namun perlu kuketahui.
"Aku tidak punya perasaan apa-apa pada Almer. Sungguh kami hanya dekat secara wajar. Aku tahu seseorang menyukaiku dan aku menyukainya juga. Kesalahan terbesar yang pernah kulakukan bukanlah ketika aku jatuh cinta pada ayahmu, tapi ketika aku menaruh hatiku pada seorang dewa dalam lingkaran ini."
Aku memejamkan mataku. Mengingat bagaimana air mata jatuh dari sudut mata ibu membuatku merasa disayat-sayat.
.
.
."Kenapa Ibu jatuh cinta pada Akash?"
Ibu menatapku gelisah. Perasaannya semakin kompleks. Tersirat jelas lewat tatapan matanya.
Aku mencoba memalingkan wajah. Berharap sesuatu bisa mengambil alih perhatianku. Namun, di ruangan itu hanya tersisa aku dan ibu. Semua orang termasuk Aurora sudah pergi guna menghormati privasi kami. Dan barang-barang yang sudah dihias kain putih malah membuatku semakin tak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Half Blood 2 (Son of the Sky) [Seventeen Imagine Series]
FantasiHighest rank - #77 on fantasy 190114 #3 Halfblood Ketika kebahagiaan berada pada tempat dimana aku hanya perlu menggenggamnya, ketika ujung jemariku telah bersentuhan dengannya, kebahagiaan itu lenyap seperti cahaya terang yang tiba-tiba hilang keti...