Their life

955 66 30
                                    


Kehidupan siapa yang ingin Changkyun ceritakan dan pada siapa dia harus bercerita. Pada pagi yang sedikit lebih ramah, Changkyun menghabiskan harinya dengan internet, dengan Wine dan kucing putihnya. Dia biasa mengirim email untuk teman-teman tidak nyata dalam internet. Membuka situs-situs terapi abal-abal dan menertawai film-film horror.

Semua itu adalah kehidupan Changkyun. Wine, kamera dan internet.

Dia menyimpan foto-fotonya dengan folder rapi. Menamainya sesuai tanggal dan hari. Ketika dia cukup lelah untuk sekedar meraih Wine, dia akan menghabiskan waktunya dengan mengamati foro demi foto di komputernya. Mencari detail yang mungkin terlewat dan mengulang kembali siluet yang bergerak itu sebelum Changkyun menghentikan mereka dalam lensa kamera.

Kehidupan yang seperti inilah miliknya.

Changkyun melempar bungkus roti keempat yang dia makan siang ini. Beberapa saat yang lalu dia baru saja memakan tiga cup ramyeon. Walaupun sudah terbiasa dengan ramyeon instan, Changkyun masih belum terbiasa dengan rasa masakannya yang tidak menentu. Kadang mienya lembek dan terkadang keras dan Changkyun masih tidak tahu apa yang bisa membantunya mengatasi masalah itu.

Kucingnya tidur di atas perutnya ketika Changkyun berbaring di atas sofa. Sebotol Wine dan gelasnya menemani Changkyun ketika dia sudah kenyang untuk makan roti lagi. Dia sesekali menoleh ke seberang jendela.

Dia meraih kameranya dan memfokuskan lensanya pada jendela-jendela di seberang sana.

Hari sabtu. Entah kenapa pasangan Kwon, di lantai tiga gedung apartemen di seberang sana, di kamar bernomor 3.2, mereka berdua tetap pergi jam 06:00 tidak peduli hari ini adalah sabtu. Jendela meraka tertutup dan tidak ada siluet meraka yang terlihat dari sidut mata Changkyun. Atau mungkin mereka sedang duduk di sebuah kursi di dekat pintu masuk untuk bersantai dan terlindung dari sinar matahari. Entahlah.

Kamar 3.1, milik kakak-beradik yang tidak membuat Changkyun tertarik, mereka tengah membuka jendela dan membiarkan sinar matahari di hari sabtu yang sedikit cerah untuk masuk. Mereka berdua mungkin adalah saudara yang tidak saling kenal. Seperti Changkyun dengan laki-laki yang lebih tua darinya di masa lalu. Changkyun tidak pernah merasakan simpati, mungkin seperti yang mereka juga rasakan pada Changkyun.

Melihat dua bersaudara itu, Changkyun seolah melihat dirinya. Menghadap komputernya dan sibuk menjelajahi dunia maya, di belakanganya, si kakak tengah sibuk dengan kertas-kertas dan berbagai macam pekerjaan. Mereka bisa melakukan hal yang lebih baik, tapi mereka seperti tidak punya pilihan.

Seperti dua ekor burung dalam sangkar. Tidak saling memiliki ikatan meski satu spesies.

Changkyun tertawa kecil. Menjauhkan kamera dari wajahnya dan melihat siluet mereka yang tidak terlalu jelas. Changkyun bangkit dari sofa, hanya untuk mendekat ke bibir jendela dan menjulurkan kepalanya dari daun jendela yang sedikit dia buka pagi ini. Dia cukup berani belakangan ini.

Entah kenapa. Ketika dia punya alasan, dia akan berdiri diam pada alasan itu.

Changkyun mengambil beberapa jepretan ketika si adik -dengan rambut hitam dan garis putih seperti bulu rubah- bangkit dari kursinya di pinggir jendela untuk menghilang dari pandangan Changkyun. Si kakak, menolehkan kepala dari kertas-kertas, tapi bibirnya tidak bergerak. Saat si adik kembali, mereka tetap tidak bicara. 

Changkyun bosan. Dia mengarahkan kamera di depan wajahnya lebih ke kanan. Melewati kamar 3.2 yang kosong. Pada korden berwarna pastel. Bias sinar matahari yang putih dan menyilaukan. Terus ke kanan perlahan dan menangkap korden-korden yang bergerak pelan. Berhenti pada seraut wajah yang terbingkai korden berwarna pastel. Saat ini, dari balik lensanya, korden itu terlihat berwarna biru lembut seperti warna laut di siang hari.

Behind the Lens [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang