Changkyun duduk di ujung sofa, menggigit apel merah di tangan kirinya. Matanya menatap jauh ke seberang, mengingat-ingat jumlah kehidupan di sana dan mencocokkan dengan jumlahnya sekarang. Changkyun menyempatkan diri untuk menoleh pada kalender di dinding dapurnya. Jooheon yang menaruhnya di sana, kemarin, atau mungkin kemarinnya lagi. Dia melihat lingkaran merah di tanggal berwarna hitam. Jooheon bicara dengan keras ketika memberi tahu Changkyun apa artinya lingkaran merah itu. Changkyun sangsi, apa pentingnya dirinya untuk Jooheon hingga pria merah itu mau bersusah payah menghancurkannya. Jooheon berdalih ingin membantunya, di atas sofa Changkyun hanya mampu mencibir. Dia menggumamkan kata omong kosong di sela-sela kunyahannya.
Tanpa Changkyun sadari, ruas-ruas kehijauan mulai muncul di dahan-dahan kecoklatan di luar kamarnya. Dia tentu saja tidak sadar musim dingin berlalu begitu cepat. Dia menghabiskan harinya dengan meringkuk di atas tempat tidur. Menangis, meraung, menangis lagi, lalu kadang-kadang minum Wine. Changkyun tidak ingin menghitung kedatangan Jooheon. Ada semacam gumpalan pahit di kerongkongannya ketika mengingat Jooheon dan hari-harinya di dalam kamar ini. Tapi, ketika Jooheon datang. Kebiasaannya untuk datang di malam hari, kemungkinan hari Kamis setiap minggu. Changkyun menggosok kulitnya dan memastikan dirinya tampil dengan cukup pantas. Sama seperti dulu. Ketika Jooheon pergi, tentu Changkyun baru sadar dengan apa yang dia lakukan dan bersumpah tidak akan melakukannya lagi. Tepat seperti dugaannya, Kamis yang kemudian datang, Changkyun melakukannya lagi.
Changkyun melempar sisa apel yang dia gigit ke bak sampah. Gumpalan kecoklatan itu membentur pinggiran bak sampah hingga membuatnya bergoyang seperti orang mabuk lalu kembali berdiri tegak dengan gumpalan yang Changkyun lemparkan berakhir di atas lantai dapur. Changkyun berdecak, seingatnya dia melakukan itu, tapi dia tidak beranjak untuk membereskan kegagalannya. Dia kembali melemparkan pandangannya ke apartemen di seberang. Dia berpikir, dia memang tidak mengenal baik pria tua di kamar 3.4, tapi melihat kamar itu kini mati, Changkyun tahu ada sesuatu yang dia inginkan untuk kembali. Pasangan Kwon sudah datang, kegiatan yang selalu mereka lakukan mulai terlihat di balik korden-korden jendela mereka. Dari atas sofa, Changkyun berpikir apakah dia perlu mengabadikan mereka seperti dulu? Dia bertanya-tanya apa yang dia dapatkan dari semua itu. Mengamati dari balik kamera. Dia hanya menemukan rasa iri. Tidak lebih.
Mungkin, Changkyun harus berhenti.
Dia sangat merasa lelah.
Changkyun bergerak gelisah. Kadang meluruskan kakinya, menumpukkan kaki kanan di atas kaki kiri, kadang menarik kedua lututnya untuk menekuk di dekat dadanya, lalu melingkarkan tangannya di sana. Di saat yang lain, dia mengulang kembali tanpa bosan. Matanya berputar-putar, bukan dengan cara yang tragis, hanya bola matanya yang bergerak-gerak seperti orang linglung. Changkyun juga merasakan kepalanya nyeri, seakan-akan diremas kencang. Seharusnya dia berhenti minum alkohol atau efek sakit kepala ini akan menghantuinya hingga tua. Itupun jika dia sempat merasakan hari tua. Toh, sebenarnya itu tidak penting. Sejujurnya Changkyun tidak pernah memikirkan hari yang terlalu jauh di masa depan. Bagaimana dengan tanggal berlingkar merah itu? Dia tidak ingin membayangkannya terlalu jauh, tapi nampaknya Jooheon memaksa. Changkyun lagi-lagi merasa bodoh. Mengingat pria merah itu selalu memberi dua sensasi seperti es dan api padanya. Jangan tanyakan mengapa. Changkyun harus memutar otak untuk mencari jawaban.
Pada kesempatan yang lain, dia menyapukan pandangannya ke atas tempat tidur. Dia tidak perlu melakukannya terlalu sering, -melihat tempat tidurnya- tapi ada yang selalu berhasil menyita perhatiannya meski Changkyun tidak ingin melakukaanya lagi. Kotak itu. Jooheon membawanya. Changkyun tidak ingat. Jangan-jangan dia terserang Alzheimer. Yang jelas kotak itu datang bersama Jooheon. Changkyun tidak bertanya apa isinya, dia tidak ingin tahu. Tapi dia memang harus tahu sekarang dan dia merasakan keinginan itu. Pemuda itu menganggat bahunya, lalu dengan enggan meninggalkan sofanya yang empuk. Kotak itu dia tarik dengan tangan kiri selagi dia duduk dan bersiap membongkar isinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Lens [end]
Fanfiction"Apa yang mereka lakukan? bercinta? dengan korden terbuka? oh benarkah?" Changkyun adalah salah satu dari orang sinting yang masih hidup hingga detik ini, dan dia hanya punya satu kegiatan yang cukup menyenangkan. Mengamati tetangga barunya yang hom...