Broken

528 49 20
                                    


Pemuda itu menarik dirinya masuk. Lensa matanya sibuk memilah foto-foto yang dia ambil. 

Di luar jendela, salju tengah turun deras. Foto-foto yang dia ambil terlihat tidak bahagia karena campur tangan salju yag turun. Entah ini karena Changkyun yang tidak menyukai salju atau memang kenyataannya salju selalu membawa situasi dan suasana yang menyedihkan. Seakan semua hal pantas untuk disesali dan ditangisi.

Changkyun melirik jendela kamar 3.4 yang berduka. Pria tua kesepian di dalam sana menjemput kebebasannya lebih awal daripada Changkyun. Jika Changkyun memiliki list untuk keburukan musim dingin, kematian pasti menjadi salah satunya. Tapi sejujurnya Changkyun tidak pernah memiliki waktu untuk membuat list itu. Cukup mengingatnya saja sudah membuat Changkyun muak.

Tidak ada yang bisa dia lupakan dari musim dingin.

Semuanya terlalu menyedihkan.

Changkyun masih tidak menyukai kegiatan menghitung hari, atau setidaknya sadar hari telah berlalu. Terbit dan tenggelamnya matahari bukan urusan Changkyun, dan dia tidak menyesal jika tidak menyadarinya. 

Kucingnya mati lima hari yang lalu. Tiga hari setelah kejadian memalukan Changkyun. Ketika Changkyun berharap bangun pagi dengan sedikit sadar -bebas dari alcohol yang dia minum malam kemarinnya- dia menemukan kucing putihnya telah meringkuk di atas sofa. Tidak bergerak. Changkyun sadar kucing itu mati ketika dia tidak mendengar dengkurannya yang seperti orang asma.

Pada siang harinya. Changkyun memutuskan untuk membungkus kucing itu dengan kain dan memasukkannya ke tong sampah. Tidak tahu apa yang bisa dia lakukan lagi. Dia tidak menangis. Bahkan Changkyun sudah lupa kapan terakhih dia menangis. Lebih tepatnya lagi dia bahkan sudah lupa kapan terakhir dia melihat kematian.

Dia melirik foto yang berupa titik kelabu di pintu kulkasnya. Mencari-cari kehangatan dan letupan kerinduan yang mungkin masih tersisa di dalam dirinya. Changkyun sudah biasa kecewa, jadi dia tahu memang begitulah rasanya.

Changkyun memutar lensa kameranya, mengangkatkan ke depan wajah dan mengarahkannya ke seberang.

Musim dingin membuat banyak hal hilang. Lantai empat, kamar 4.1 dan kamar sebelahnya telah kosong. Changkyun sedikit menyibukkan diri dengan Wonho beberapa waktu kemarin hingga tidak sadar mereka -penghuni kamar di lantai empat- telah menghilang entah kemana. Changkyun tidak bisa mengatakan dia merindukan balita kecil di kamar 4.1, dia justru membenci bayi dan segala jenis kawanannya. Tapi menemukan senyum dengan gusi kemerahan balita itu yang tertangkap lewat kameranya seakan menjadi sesuatu yang hampir setiap hari dia lakukan.

Begitu pula pasangan kekasih Kihyun dan Shownu. Changkyun lebih mengingat cara mereka berciuman dibanding mengingat wajah keduanya. Itu membuat Changkyun sedikit miris dengan dirinya sendiri.

Kamera Changkyun bergerak. Mencari kehidupan yang mungkin tersisa di bulan Desember. Lantai tiga masih dingin. Pasangan Kwon belum kembali. Kakak beradik di sebelahnya mungkin masih di sana atau telah pergi. Changkyun mengedikkan bahu, dia tidak terlalu peduli. Mengingat mereka adalah boomerang untuk dirinya sendiri.

Pria tua kesepian di kamar 3.4 adalah pria yang menyenangkan. Changkyun mengucapkannya dalam bisikan untuk sekedar menghormatinya. Dia telah mati. Kunjungan pada hari sabtu dipenuhi pekik kekagetan. Mungkin pria tua itu sudah mati beberapa hari sebelumnya. Di seberang, dalam kamarnya. Changkyun hanya mengamati dan sesekali mengambil gambar. Terlalu banyak air mata. Sesuatu yang sangat Changkyun benci.

Kamar 3.3, Changkyun tidak ingin membahasnya.

Letupan aneh di dadanya selalu membuatnya tidak nyaman ketika kameranya menghadap kamar yang tepat di depan wajahnya kini. Changkyun tentu masih berharap suatu ketika pria merah itu atau pria satunya, muncul dan melakuakn hal yang biasa mereka lakukan. Tapi mereka berdua mungkin telah menghilang. Changkyun mungkin menjadi salah satu alasannya.

Behind the Lens [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang