The man

495 45 20
                                    


Tangan itu merayap, jika Changkyun bisa menyebutnya begitu, dari balik punggung Changkyun kemudian naik merayapi tulang belakang dan meremas tengguknya. Dia mendapat dorongan untuk lebih maju, dan sesungguhnya Changkyun tidak bisa menolak. Changkyun masih mengatur napasnya, sementara pria merah itu berbisik kian lemah di telinganya. Dia tidak tahu apa yang terjadi. Dia hanya tahu bahwa dirinya digiring mundur, terantuk dengan lengan sofanya, mundur beberapa langkah lagi dan membentur kaki tempat tidurnya. Changkyun tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Kepalanya masih tenggelam di ceruk leher pria merah di depannya dan tetap menghirup aroma maskulin itu meski dia memiliki pilihan yang lain.

Seperti yang dia inginkan. Dia berbisik, entah terdengar atau tidak. Changkyun tidak peduli. Dia tidak ingin mendengar nama itu, meski jauh dalam hatinya kerinduan tengah menjerit-jerit. Jeritan yang tidak sampai ke tenggorokannya. Changkyun menelan ludah, sekedar membasahi kerongkongannya yang mengering dengan aneh. Tangannya berayun tanpa tenaga, jatuh di atas bahu si pria merah dan tanpa sadar meremasnya. Melampiaskan kekecewaan dan kemarahan. Changkyun tidak tahu harus mengumpat atau menangis lebih dulu.

Dia membutuhkan namanya. Dia ingat pria merah ini menyebut namanya dengan lancar. Jika itu bias diulang lagi, bahkan jika harus berjarak lima meter dan Changkyun hanya bisa mengenalinya lewat gerakan bibir, Changkyun tahu dia tidak keberatan sama sekali.

"Kubilang...sebut namaku," Changkyun bicara, suaranya terdengar tidak jelas dan serak, kemudian dia sadar dia tengah menangis di antara napasnya yang pendek-pendek.

Pria itu menjauh, beberapa senti saja. Dia menatap Changkyun, meski saat ini Changkyun tidak melihatnya, dia tahu tatapan jenis apa yang diberikan pria merah itu. "Changkyun?" pria itu berbisik. Lebih lemah dari sebelumnya dan terdengar tidak yakin, atau dia sedang mempermainkan Changkyun.

Changkyun mungkin terlalu dramatis, tapi dia tidak menyesal ketika dia memeluk pria itu dengan lengannya. Satu hal yang dia sesali adalah, kenyataan bahwa Changkyun menginginkan pria merah ini. Benar-benar menginginkannya. Changkyun mengangguk, ketika telinganya mendengar kata yang mengirim sensasi ledakan kebahagiaan pada dirinya. Changkyun tidak ingat kapan dia pernah merasa lebih bahagia dari hari ini, meski di sisi yang lain, Changkyun tahu dirinya sedang dipermainkan.

"Changkyun. Changkyun.Changkyun." Pria merah itu merapal. Changkyun tidak perlu mendengarnya, dengan satu kata saja dia sudah merasa cukup.

Kaki Changkyun sepertinya berubah menjadi geli, karena dia tidak bisa berdiri tanpa membebankan seluruh berat tubuhnya pada bahu lebar yang masih menopangnya. Changkyun juga merasakan telapak kakinya kedinginan dan bulunya meremang. Angin berdesir ribut dari jendela yang terbuka. Salju tidak turun, tapi tetap saja dia kedinginan. Dia ingin mengeluh, tapi lagi-lagi suaranya tidak keluar.

Jangan lupakan tangan pria merah itu yang masih naik-turun di sepanjang tulang belakangnya. Meski kulitnya tertutup kaos tipis, Changkyun bisa merasakan hangatnya telapak tangan itu. Dia meremang. Entah kenapa kembali mengingat kejadian memalukan itu dan nampaknya pria ini datang karena kekurang ajaran Changkyun pada dirinya dan kekasihnya.

"Katakan padaku, di mana aku harus menyentuhmu?"

Changkyun tidak ingin bersikap kurang ajar, tapi dia lebih tidak peduli lagi. Tangan kirinya jatuh, bergelayut tanpa nyawa di sisi kirinya beberapa detik sebelum dia memutuskan untuk menggapai tangan pria merah itu di punggungnya. Dia menuntun tangan itu untuk turun, mengusap pinggangnya yang kecil, merayap ke depan pada perutnya yang datar, dan berhenti di atas pusarnya. Changkyun merintih, lalu memerah karena malu.

Pria merah itu terkekeh. "Di sini?" tanyanya.

Changkyun tidak tahu dia menggeram karena kesal atau malu. Pria merah ini benar-benar mempermainkannya. Kemana ketakutan Changkyun beberapa menit lalu? Sekarang ini dia terlihat seperti pelacur yang siap mengangkang untuk tuannya.

Behind the Lens [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang