END

569 42 20
                                        


Jooheon hanya ingin menyelamatnya satu orang di antara mereka berdua. Dia tidak menginginkan hal yang terlalu manis untuk terjadi. Sekali lagi dia hanya berusaha menyelamatkan mereka.

Im Sangah adalah perempuan yang terlalu jatuh dalam obsesi butanya pada Jooheon, dan apakah salah jika Jooheon ingin menyelamatkan Sangah dari sebentuk kegilaan yang dia lakukan? Dia ingin menyelamatkan Sangah dari kecemburuannya yang tidak berdasar dan rasa cemasnya yang berlebihan. Perempuan itu mencemaskan sesuatu yang tidak akan pernah terjadi. Dibuang? siapa yang akan membuangnya? Orang tuanya secara terang-terangan lebih menyayangi Sangah daripada saudara laki-lakinya. Sangah tidak mungkin dibuang seperti bungkus permen ke jalanan. Justru yang lebih memungkinkan dibuang adalah Changkyun, saudaranya.

Ibu Sangah, seorang perempuan kikir, mungkin, tidak mengharapkan anak laki-laki, terlebih anak kembar yang dengan bersamaan menjebaknya menjadi ibu dan pelayan. Dia memperlakukan Changkyun dengan berbeda. Meski menjadi orang lain, Jooheon tahu tatapan itu.

Obsesi pasangan Im pada anak perempuan terlihat sangat jelas. Mereka merencanakan semuanya dengan matang, masa depan anak perempuan mereka. Obsesi untuk melindungi satu anak, dan obsesi menyingkirkan anak yang lain. Changkyun tidak sadar dengan betapa besarnya niat Nyonya Im menyingkirkannya. Changkyun jelas sekali terlihat begitu naif.

Lalu Sangah tiba-tiba mati. Sejujurnya, Jooheon tidak ingin menyakiti Sangah atau siapapun. Dia hanya memainkan perannya. Mencintai Sangah, menghianatinya, menghasutnya, dan membiarkan Changkyun pergi tanpa ditangisi siapapun. Itulah yang Nyonya Im inginkan.

Ini bukan salahnya.

Bukan salahnya jika dia benar-benar menyukai Changkyun. Bukan salah Changkyun jika dia juga menyukai Jooheon. Dia mengatakan dengan baik-baik. Jooheon bahkan masih ingat apa yang dia katakan pada Sangah hari itu. Dia ingin menyelamatkan Sangah dan Changkyun dari ketidak jelasan yang bergelayut di antara keduanya. Tapi Sangah dengan bodoh menukas. Lalu dia mati. Benar-benar mati. Dan Nyonya Im menyalahkannya. Changkyunlah yang harusnya mati, dan drama bodoh itu dimulai.

Dia melihat Changkyun berdiri kaku di samping tempat tidurnya. Nyonya Im menghampiri, menangis, dan dengan bodoh memanggilnya Sangah. Bersyukur bukan Sangah yang mati.

Jooheon ingin menyelamatkan Changkyun, maka dia membantu pemuda itu melarikan diri. Berpura-pura kehilangan jejaknya agar Changkyun merasa sedikit aman. Jooheon juga membantu Nyonya Im menyadari kebodohannya. Bertahun-tahun. Hingga akhirnya dia menangis kencang dan mengakui bahwa Sangahlah yang mati.

Jooheon lega karena dia berhasil. Dia ingin membawa Changkyun kembali. Dia membawa tuan Im untuk melihat anaknya sekali lagi dan memastikan drama itu berakhir. Jooheon menungggu dengan sabar. Kebodohan mereka memaksa Jooheon untuk bersikap kasar. Terlebih kenaifan Changkyun yang tidak membaik. Dia menjadi jahat untuk menggiring mereka tanpa perlawanan. Jooheon melakukannya untuk menyelamatkan mereka.

Hari ini seharusnya menjadi akhir. Kemudian Jooheon bisa beristirahat dengan tenang. Dia memang gagal menyelamatkan Sangah, setidaknya Changkyun tidak berakhir dengan kesalahpahaman.

Jooheon menghela napas. Seharusnya Changkyun sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jooheon bukan orang yang menghasut Sangah untuk bunuh diri. Jooheon sudah menyiapkan dirinya sejak dulu untuk menghadapi Changkyun hari ini. Jooheon merasa yakin lalu mengambil satu langkah lagi.

Dia mendorong pintu dengan bahunya, lalu melirik ke dalam ruangan yang sunyi. Matanya menangkap korden berwarna putih yang tertiup angin dari jendela yang terbuka. Lalu menangkap kalender yang seminggu lalu dia bawa ke sini bersama kotak itu. Jooheon dengan cepat mengalihkan pandangan ke atas tempat tidur dan sedikit kaget ketika Changkyun hanya mengeluarkan kamera dari dalam kotak. Sepertinya Changkyun sudah menemukan apa yang ingin Jooheon berikan.

Behind the Lens [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang