#1 (Kasus Pertama)

133 18 0
                                    


Kasus pertama yang ditangani Hwa Min di kantor Kejaksaan tempatnya bekerja benar-benar brutal. Dia tak bisa menceritakan kepada atasan maupun rekan kerjanya yang lain tentang hubungannya dengan Kim Doyoung, si pencuri ulung yang sudah setahun ini berstatus buron, yang kebetulan juga merupakan kekasihnya selama tahun ketiga di Universitas Hongik—sebelum pria itu tiba-tiba menghilang di pertengahan semester enam dan tak pernah kembali.



Jadi coba bayangkan betapa syoknya Hwa Min pagi ini. Ia duduk di barisan paling belakang sembari membawa buku catatan kecil dan secangkir teh, lalu terkesiap sampai dadanya sakit begitu atasannya, Jaksa Song, menampilkan wajah Doyoung di layar sambil bilang, "Dia berulah lagi. Kali ini pencuriannya terjadi di Seoul." Hwa Min memang selalu berharap ia bisa melihat Doyoung lagi, tapi dia tak pernah membayangkan akan melihatnya di depan layar kantor Kejaksaan—yang baru dua minggu ia tempati—seperti ini.



**********



Angin bertiup amat kencang. Pohon-pohon melambai rendah di sepanjang aspal, membuat takut para pengguna jalan yang hendak lewat. Kabut tebal menutupi sebagian besar kota dan hal itu membuat para polisi perlu waktu sedikit lebih lama daripada biasanya untuk menemukan gedung teater tua yang dicurigai sebagai tempat persembunyian Kim Doyoung.



"Wow. Hampir saja." Yuta baru bernapas lega ketika Doyoung melajukan jeepnya (yang sengaja diparkir di belakang bangunan) menjauh dari jalanan utama. Doyoung melirik spionnya dan mendesah melihat begitu banyak mobil polisi di pelataran rumah kosong yang belum genap dua bulan mereka tinggali itu.



"Bagaimana bisa polisi-polisi itu tahu?"

"Entahlah, mungkin Marmut melewatkan satu CCTV?"

"Di toko perhiasan itu? Kissy Diamond?"



Doyoung mengangkat bahu. Ia melirik spionnya lagi, memastikan mereka tidak sedang diikuti sebelum memperlambat laju jeepnya.



"Jadi ke mana kita sekarang?" tanya Yuta lagi. Doyoung mencondongkan badannya ke laci dasbor di depan Yuta dan mulai mengaduk, mencari ponsel bututnya yang sudah layak dimuseumkan; layarnya sudah retak, casing belakangnya hilang entah ke mana, baterainya sudah menggembung sehingga harus dililit karet supaya tidak copot. Mungkin museum pun takkan mau menerimanya.



"Telepon Rich Boy," suruhnya seraya melempar benda rongsok itu pada Yuta, lantas membanting laci dasbornya menutup.



"Kita tidak sedang dalam misi. Kurasa tak akan ada yang terluka jika kita memanggilnya Jaehyun," kata Yuta malas sembari mengguncang-guncang ponsel mengenaskan Doyoung seperti selembar foto Polaroid, menunggunya menyala.



"Kita sedang dalam pelarian," kilah Doyoung.

Good CriminalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang