#9 (What A Night)

77 10 0
                                    


Ketika Hwa Min kembali ke tempat persembunyian, ia lega sekali melihat Doyoung dan Yuta masih tertidur. Ia tak mampu mengarang alasan yang masuk akal jika sampai salah satu dari mereka menemukannya sedang menyelinap masuk begini.



Saat itu sudah hampir jam tiga sore, sinar matahari mulai condong ke barat dan Hwa Min merasakan energinya juga ikut condong bersama matahari itu. Dia sudah terjaga selama kurang lebih tiga puluh jam. Belum lagi perjalanan pulang-pergi ke telepon umum yang menurut perkiraannya sejauh empat kilo lebih itu amat menyita tenaganya. Untuk orang yang payah dalam kegiatan fisik sepertinya, semua hal itu merupakan kerja keras ekstra.



Hwa Min menyeret kakinya yang lunglai ke spot tidurnya di dekat perapian. Ia berlutut ke posisi berbaring dan beberapa detik kemudian ia sudah terkantuk-kantuk. Rasa berdenyut di ototnya terasa seperti meninabobokan dan tanpa menunggu lama ia pun terlelap.



Rasanya baru sedetik setelah ia memejam dan tahu-tahu saja sudah pukul sepuluh malam. Hwa Min terbangun karena suara tembakan yang untungnya tidak sungguhan. Yuta sedang bermain game online bersama Mark yang entah sejak kapan sudah ada di sini. Volume suaranya disetel maksimal, menggelegar seolah mereka benar-benar sedang di arena tempur. Pekik tawa mereka pun tak kalah menggelegar. Hwa Min duduk di posisinya semula, mengamati kedua pria itu bermain dengan kesadaran yang baru terkumpul setengah. Baik batin maupun fisiknya masih letih luar biasa dan ia tak bisa menikmati tidurnya sama sekali.



Saat itu, tiba-tiba saja Doyoung muncul dari balik dinding sambil menggosok rambutnya yang basah dengan handuk merah kecil. Ia memakai celana olahraga yang tergantung amat rendah di pinggulnya dan tidak repot-repot memakai kaus. Hwa Min mengerjap kaget namun tak bisa mengalihkan pandang. Lalu secara mengejutkan, Doyoung yang semula berjalan sembari memerhatikan layar tiba-tiba saja menoleh padanya. Tatapan mereka beradu dan Hwa Min langsung berpaling dengan wajah bersemu. Pipinya serasa terbakar dan jantungnya berpacu.



"Selamat... malam," Doyoung menyapa dan tertawa kecil. Biasanya orang yang baru bangun akan mendapat sapaan 'selamat pagi' tapi mau bagaimana lagi, jam tidur mereka memang kacau.



"Selamat malam," balas Hwa Min malu.

"Astaga, bangun juga kau. Kukira mati." Yuta ikut menyapanya sambil mengarahkan kepalanya ke belakang sedikit, tak benar-benar niat menoleh.



"Yeah, sayang sekali kau juga belum mati," balas Hwa Min sengit.

"Hai Noona." Mark tak mau ketinggalan, ia menoleh dan melambai.

"Hai." Hwa Min membalas pria muda itu dengan senyum seadanya.

"Apa kau lapar?" Doyoung bertanya seraya menyampirkan handuknya di bahu. "Mark membawa piza, tapi mungkin sudah dingin sekarang." Pria itu membungkuk memungut kotak piza di sebelah Yuta dan berjalan menghampiri Hwa Min. Hwa Min menelan ludah. Matanya membelalak waswas dan ia langsung mengulurkan tangannya dengan panik. "Tidak!" pekiknya berlebihan.



Doyoung membeku.


Good CriminalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang