Awalnya Hwa Min mengira ia akan mati bosan di tempat persembunyian. Misi pencurian tidak datang setiap hari, jadi ia pikir ia akan menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk tidur atau mendengarkan para cowok itu berceloteh soal game online. Namun ternyata tidak. Doyoung rupanya lebih serius untuk merekrutnya ketimbang yang gadis itu kira. Ada empat buku soal merakit bom yang bertumpuk di sebelah kepalanya saat Hwa Min bangun sore itu. Membuatnya tercengang hebat hingga langsung bangkit ke posisi duduk.
Di perjalanan pulang setelah pelajaran mengemudi semalam, Hwa Min ingat Doyoung memang menanyainya soal ini, soal apa yang mau ia pelajari duluan; membidik pistol, membuka borgol, merakit bom atau sesuatu yang lain. Hwa Min menjawab dengan nada bergurau, merakit bom akan menyenangkan, katanya sambil terkikik, tak pernah mengira Doyoung benar-benar akan mengajarinya membuat alat peledak. Dan yeah, perkiraannya salah.
Jadi hari itu, pukul setengah empat sore, Hwa Min duduk bersandar di dinding yang terbuat dari batu-bata kuning di samping perapian, membaca buku soal jenis-jenis bom sementara Yuta dan Doyoung nampak sibuk sendiri-sendiri di ruangan lain. Dari apa yang Hwa Min baca selama dua jam belakangan, merakit bom nampaknya bukan hal yang susah. Namun keesokan harinya, saat Doyoung menyuruhnya untuk menerapkan langsung teori-teori di buku itu, Hwa Min sadar ia menyimpulkan terlalu cepat.
Yuta terus berteriak padanya dengan geram sebelum akhirnya berdiri dan menyuruhnya minggir sambil mengomel. "Kau tahu tidak sih salah sambung tembaganya sesenti saja, tanganmu bisa hancur lebur," bentaknya. Pria itu melirik Doyoung yang sedang membuat sarapan—cuma mengolesi roti dengan selai, sebenarnya—lalu menghardiknya penuh emosi, "Kau sudah gila ya menyuruh anak ini bikin bom? Bagaimana jika dia meledakkan kita semua?"
"Itu gunanya kau kusuruh mengawasinya, kan? Jangan sampai dia meledak." Doyoung menyahut tenang.
"Dasar bajingan sinting," umpat Yuta di balik napasnya. Pria itu lantas menoleh pada Hwa Min dengan tatapan mengancam, menyuruhnya mundur. Hwa Min tentu saja menurut. Setelah mendesah penuh beban, Yuta mulai memfokuskan pandangannya pada bom setengah jadi di depannya lagi. Mengaitkan tembaga-tembaga ke paku dan baut, membentuk lilitan rumit di sekitar botol soda kosong yang menjadi wadah bom tersebut. Wajahnya berkerut-kerut, terlihat begitu hati-hati dan teliti, namun tangannya bergerak amat lincah dan cepat hingga Hwa Min kesulitan untuk mengikuti.
"Sudah jadi, nih. Mau coba di luar?" Yuta menawarkan sesantai seolah mereka hanya ingin melakukan percobaan roket air yang dibuat di kelas fisika saat sekolah. Hwa Min mengangguk dan mereka pun berjalan keluar, melewati Doyoung yang sedang sibuk dengan sekotak penuh gembok. Ada roti di antara giginya dan sebuah stopwatch di sebelah kirinya. Stopwatch itu berputar selama Doyoung mencoba membuka entah berapa puluh gembok dengan kawat. Yuta melewati pria itu tanpa peduli sedikit pun sedangkan Hwa Min melongok-longok penasaran.
Uji coba bomnya berlangsung sekejap mata, namun berbekas luar biasa. Sebongkah besar ranting beserta daunnya yang rimbun tiba-tiba jatuh ke kepala Hwa Min saat ia meledakkan bomnya di bawah pohon. Yuta tertawa terpingkal-pingkal sementara Hwa Min jejeritan sambil berlari mengitari pekarangan yang dipenuhi rumput ilalang. Tangannya bergerak heboh menangkisi rambutnya. Kepalanya terus disentak-sentak ke segala penjuru seperti penyanyi rock.
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Criminals
FanfictionKim Doyoung tiba-tiba menghilang di semester enam dan muncul kembali di TV nasional, sebagai seorang kriminal. Author : Salsa