#6 (Offer Accepted)

56 15 0
                                    


Sementara Hwa Min menyusun draf dakwaan untuk sidang minggu depan, suara gelegar guntur yang dahsyat bergema di langit di luar jendela. Jin Ah yang duduk di sampingnya berjengit dan langsung menutupi telinganya.



"Astaga, ada apa sih dengan langit? Ini sudah yang ketiga, dan suaranya makin kencang saja. Padahal langitnya cerah loh. Aneh, deh."



Hwa Min meliriknya dan mengangguk.



Saat itu, Seongjoon keluar dari ruangannya dan mendatangi meja Hwa Min sambil membawa segulung kertas. "Kau sudah menelepon polisi?" tanyanya sembari menyodorkan gulungan kertasnya, rancangan dakwaan yang lain, yang wajib ia ketik sebelum pulang.



"P-polisi?"

"Ya, berkas penyelidikan yang mereka kirimkan kemarin lusa kutolak. Buktinya kurang, dia tak akan dapat hukuman apa-apa kalau cuma dari pengakuan saksi begitu."



"Ah, yang itu."

"Apa yang kaulakukan sekarang?"

"Aku mengetik apa yang kau suruh."



Seongjoon berjalan di antara mejanya dan meja Jin Ah lalu mencondongkan badannya memeriksa layar komputer Hwa Min. "Apa kau serius?" Nadanya amat menghina. "Kau mengerjakan ini dari pagi. Apa kau tak bisa mengetik lebih cepat?"



"A-aku..."

"Aku mau sepuluh menit lagi drafnya sudah dikirim ke emailku. Dan Jin Ah-ssi," Ia berbalik pada Jin Ah yang sedang menguping, yang langsung membelalak panik karena tertangkap basah, "telepon polisi Seoul dan kirimkan balik berkas penyidikan mereka. Aku yakin kau sudah tahu berkas mana yang kumaksud. Telingamu tajam, kan?"



"Eh, i-iya baik."



Seongjoon mendengus dan menyambar kembali kertas-kertas yang sebelumnya ia letakkan di meja Hwa Min, jelas-jelas berpikir mengetiknya sendiri akan jauh lebih cepat. Ia kembali ke ruangannya dengan tampang marah dan tiba-tiba saja guntur keempat bergema dengan dahsyat. Hwa Min dan Jin Ah berjengit serempak dan saling memandang.



"Jangan-jangan dia dewa petir, ya? Suasana hatinya sedang buruk jadi langitnya..." Tiba-tiba Seongjoon keluar lagi dan Jin Ah refleks memalingkan muka dan mengangkat pesawat teleponnya. Menekan nomor kantor polisi Seoul sebagaimana perintah sang dewa petir.



Hwa Min lanjut mengetik, namun ekor matanya memerhatikan pergerakan Seongjoon. Sepertinya pria itu sedang tak bisa diajak bicara. Baguslah, tapi di saat yang sama juga 'bagaimana ini?'. Jika bukan Seongjoon, lalu pada siapa lagi ia bisa bicara? Tak mungkin ada yang akan percaya kalau Doyoung ada di kamarnya semalam. Tak mungkin ada yang mau datang ke rumahnya jam satu pagi hanya untuk memastikan perkataannya. Hwa Min sudah lelah dianggap mengada-ada.

Good CriminalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang