#12 (Run Away)

59 9 0
                                    


Bidang-bidang langit biru cerah mulai bermunculan di balik jendela kamar Hwa Min saat ia terbangun keesokan paginya. Hwa Min tertidur di meja dengan setumpuk kertas di kanan kirinya. Tidak hanya di situ, kertas-kertas yang ia bawa dari mobil kini juga sudah memenuhi nyaris seluruh jengkal ubin di lantai kamarnya. Ia sudah membaca segalanya semalam suntuk, merangkumnya ringkas dan padat menjadi delapan puluh empat halaman.



Hwa Min mendongak ke luar jendela, menatap langit yang berseri-seri dan menghela napas. Suasana hatinya sama sekali berbanding terbalik dengan cuaca hari ini. Mereka berlima harusnya sudah menyelesaikan misi Taaffeite itu sekarang, mungkin sedang berkendara di jalanan lengang di suatu kota menuju tempat persembunyian baru. Hwa Min menatap mesin print-nya yang sedang bekerja dan menggigit bibir. Entah apa semua ini cukup untuk membebaskan Doyoung, tapi setidaknya ia harus mencoba.



Siang itu, atas permintaan Hwa Min, Seongjoon ikut duduk bersama penyidik di kantor polisi saat dirinya sedang diinterogasi. Hwa Min berusaha bicara sejujur mungkin namun tetap menyembunyikan keikutsertaan Jaehyun, Mark dan Yuta rapat-rapat. Ia kukuh bilang bahwa Doyoung mengerjakan segalanya sendiri. Hwa Min yakin Doyoung pun tak mau mereka terlibat.



Setelah hampir empat jam menjawab pertanyaan, Hwa Min akhirnya bisa keluar dari ruangan sempit berbau apak itu dengan beban yang sedikit terangkat.



Sebelum benar-benar keluar, ia berhenti di depan tangga lobi dan mengaduk tasnya untuk mengambil rangkaian kertas bukti yang sudah ia jilid, lantas mendongak pada Seongjoon yang sejak tadi terus berekspresi kaku, nampak rikuh dan serba salah.



Kali ini pria itu pun kembali menghindari tatapannya. Hwa Min membasahi bibirnya dan bicara dengan suara getir, "Doyoung tidak pernah membunuh orang. Dia hanya mencuri dari orang-orang jahat atau orang-orang yang menurutnya hidup kelewat berlebih. Saya tahu itu tetap saja salah, tapi semoga fakta ini setidak-tidaknya bisa mengurangi—atau bahkan membebaskan—hukumannya. Kau jaksa yang hebat, jadi saya mohon tolong pertimbangkan ini sebelum membuat surat dakwaan." Hwa Min mengangsurkan kertasnya pada Seongjoon. "Dia bahkan membagikan uang hasil curiannya ke orang-orang yang membutuhkan. Dia tidak berbahaya. Dia bukan orang jahat. Dia... adalah kriminal yang baik." Hwa Min merasa konyol sekali setelah mengatakan itu. Kriminal dan baik seharusnya tidak dijejerkan dalam satu kalimat. "Mohon bantuannya." Hwa Min membungkuk rendah. "Saya permisi dulu."



Seongjoon memandang kertas yang kini berada di tangannya itu dengan tatapan pahit, kemudian mendesah. "Son Hwa Min-ssi."



Langkah Hwa Min terhenti. Ia menoleh tanpa tenaga pada sang mantan atasan dan memandangnya menunggu pria itu bicara.



"Saya minta maaf," katanya sungguh-sungguh. "Maaf sudah meragukanmu. Sebagai seorang jaksa sekaligus atasanmu, saya akui itu bodoh sekali."



Hwa Min berpikir akan lebih baik jika ia diragukan saja terus. Supaya semua ini tak pernah terjadi. Tapi gadis itu tak memperlihatkannya dan hanya mengangguk.

Good CriminalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang