[FOLLOW AKUN INI TERLEBIH DAHULU SEBELUM BACA]
Nyari/Suka cerita yang isinya bikin baper, bikin nangis, bikin salting, campur aduk, marah, cerita ini jawabannya heheheh...
Please kalo nggak suka alurnya jangan banyak komentar, cukup skip aja berarti...
Coba komen di setiap bait yuk? aku udah bikin setiap partnya sepanjang mungkin loh 2854 word..
Chapter 17 | Tak Ingin Berjauhan
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suasana duka menyelimuti Natalya, seolah seluruh dunia ikut merasakan kesedihannya. Ia berdiri di depan gundukan tanah yang masih basah, menatapnya dengan tatapan kosong dan hati yang hancur. Udara sekitar terasa berat, seolah menekan dadanya, dan setiap tarikan napas terasa sulit.
Di dalam hati, perasaan pahit bercampur dengan kesedihan. Selama ini, meskipun hidup bersama, Natalya tidak pernah merasakan kehangatan atau kasih sayang dari Bram. Hanya ada kenangan akan perlakuan kasar dan kata-kata tajam yang terus menghantuinya. Setiap ingatan itu kembali, menambah luka yang seakan tak pernah sembuh.
Kini, berdiri di hadapan makam Papa-nya, air mata menetes tanpa henti, bukan hanya karena kepergian Bram, tetapi karena semua rasa sakit yang terpendam selama ini. Natalya merasa terjebak dalam putaran emosi yang membingungkan—kesedihan yang seharusnya ia rasakan bercampur dengan kemarahan dan rasa kehilangan yang bercampur aduk.
"Pa...," bisiknya pelan, hampir tidak terdengar. Kata-kata itu terasa asing di bibirnya, seolah ia sendiri tidak yakin bagaimana harus merasakannya.
Kilasan ingatan mulai bermunculan di benaknya—momen-momen ketika Bram berbicara dengan nada tinggi, pandangan dingin yang selalu membuatnya merasa tak berharga, serta sentuhan kasar yang lebih sering ia rasakan daripada belaian lembut seorang ayah. Natalya merasakan hatinya terhimpit, seperti ada beban berat yang tak bisa diangkat.
Ia menggigit bibirnya, mencoba menahan isak yang semakin keras. Namun, air mata tak bisa dibendung lagi. Tubuhnya mulai gemetar, dan ia hampir terjatuh ke tanah jika bukan karena Arthan yang tiba-tiba hadir di sampingnya. Dengan lembut, Arthan melingkarkan lengannya di bahu Natalya, menariknya ke dalam pelukan.
"It's okay. Aku disini. Keluarin semua rasa sedih kamu."
Yang bisa Arthan lakukan saat ini hanya memeluknya, tidak bisa berbicara banyak. Arthan memberikan tempat bagi Natalya untuk meluapkan semua rasa sakit yang selama ini ia pendam. Suara isakan Natalya terasa begitu menyayat hati, dan Arthan merasakan betapa dalam luka yang ia bawa di dalam hatinya. Ia tahu bahwa kata-kata tidak akan cukup untuk meredakan rasa sakit ini, jadi ia memilih untuk diam, membiarkan pelukannya menjadi tempat Natalya bersandar.
Arthan mempererat pelukannya. Ia benci harus melihat gadisnya hancur.
Di dekat mereka, Alena berdiri dengan mata berkaca-kaca, merasakan kesedihan mendalam melihat sahabatnya begitu hancur. Meski ia tidak tahu betapa beratnya kehilangan seorang ayah, kehilangan itu tetap meninggalkan luka yang tak terhapuskan.