"Tanyalah pada angin, apakah ia bisa patah hati? Sejauh ini ia tak pernah menjawabnya. Tanyalah aku, bisakah aku patah hati? Sejauh ini kau membuatku seperti angin."
—Alfin RizalChapter 11 | Sakila?
Akhirnya, bel sekolah pun berbunyi, dan Arthan berjalan beriringan dengan Natalya. Tak lama kemudian, mereka tiba di mobil Arthan. Suasana terasa dingin karena hujan rintik yang mulai turun. Arthan membenarkan posisinya sebelum menginjak pedal gas. Saat hendak memasangkan sabuk pengaman untuk Natalya, pandangannya tertuju pada sudut bibir Natalya yang terluka. Bahkan, memar itu kini terlihat sangat jelas.
"Kamu gak cerita kamu di bully Angela lagi?" kata Arthan dengan suara rendahnya. Wajah gadisnya terlihat cukup memprihatinkan.
Natalya yang duduk di sebelah Arthan memalingkan wajahnya ke arah jendela, menatap tetes-tetes hujan yang menuruni kaca. Ia tidak menjawab pertanyaan Arthan. Arthan menghela napas kesal. Ia meraih kotak obat yang disimpan Della, di jok belakang.
"Sini, ngadep aku." kata Arthan dengan nada dingin. Suara beratnya cukup membuat Natalya merinding. Sudah jelas bahwa cowok itu marah padanya. "Masih gak mau jujur? Atau aku tarik Angela sekarang?"
Damn.
Natalya cepat-cepat menggeleng. "Bukan dia, Arthan."
Arthan mengangkat alis sebelahnya, "Trus?"
"Aku jatuh."
Arthan tersenyum miring, "Bohong lagi?"
Arthan mengeluarkan kapas dari kotak obat, lalu menuangkan sedikit cairan antiseptik. Dengan lembut, ia membersihkan luka di sudut bibir Natalya. Natalya hanya bisa terdiam, merasakan kehangatan dari sikap perhatian Arthan meski tersembunyi di balik kemarahannya.
"Maaf." cicit Natalya.
"Gak usah ngomong sama aku kalo kamu gak mau kasih tau siapa yang ngelakuin ini." kata Arthan lembut namun tegas, menatap langsung ke mata Natalya. "Kamu masih gak bisa ya terbuka sama pacar sendiri?"
"Mau sampe, kapan?"
Natalya akhirnya menatap balik ke arah Arthan, mata mereka saling bertemu. Ia merasa ada ketulusan dalam perkataan Arthan, "Maaf, aku cuma gak mau ngerepotin kamu," ujar Natalya lirih.
Arthan tersenyum kecil, lalu memasangkan sabuk pengaman untuk Natalya dengan hati-hati. "Dua tahun, Nat. Itu waktu yang lama buat hubungan kita. Dan, aku gak pernah ngerasa sama sekali direpotin cewek sendiri." katanya, lalu menyalakan mesin mobil.
"Kalo kamu gak percaya aku, yaudah. Aku gak maksa."
Arthan menatap Natalya sejenak sebelum bertanya, "Mana lagi tubuh kamu yang luka?"
Natalya terdiam, lalu perlahan mengangkat lengan seragamnya untuk menunjukkan memar di lengannya. Arthan menatapnya dengan cemas, matanya menunjukkan rasa sakit yang sama dengan yang dirasakan Natalya.
"Ini yang kamu bilang, jatoh?" tanya Arthan dengan kekhawatiran. Ia menatap memar itu, jelas terlihat bahwa luka tersebut bukanlah hasil dari jatuh biasa.
Natalya menundukkan kepala. Arthan menghela napas, berusaha menahan emosi yang berkecamuk di dalam dirinya. "Nat, aku selalu khawatir kalo kamu gak jujur. Aku gak bisa bantu kamu kalo kamu terus nutupin ini dari aku."
Natalya menggigit bibir, dan akhirnya Arthan mengajukan pertanyaan yang membuat hati Natalya terhenti sejenak. "Ini ulah Papa kamu, kan?"
"Arthan..." suara Natalya bergetar, mencoba mencari kata-kata yang tepat. Dalam hitungan detik, air mata mengalir di pipinya. Rahasia yang selama ini ia pendam pasti akan segera diketahui oleh Arthan. Haruskah ia menceritakannya sekarang? Ia tahu Arthan bisa diandalkan, tapi rasa takutnya begitu besar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fidanzata (New)
Novela Juvenil[FOLLOW AKUN INI TERLEBIH DAHULU SEBELUM BACA] Nyari/Suka cerita yang isinya bikin baper, bikin nangis, bikin salting, campur aduk, marah, cerita ini jawabannya heheheh... Please kalo nggak suka alurnya jangan banyak komentar, cukup skip aja berarti...